Karin memilih tidur di sofa, ketimbang di tempat tidur. Meski punya kesempatan, karena Adrian tak di sana, tapi dia tetap di sofa. Semua itu, akibat tak mau mencium aroma tubuh Adrian yang tertinggal di atas tempat tidur.
"Ughh, arghhh!" Karin terbangun dan langsung merintih.
Hampir sebagian tubuhnya terasa linu dan kepalanya terasa pusing. Karin yang curiga terhadap kondisinya sendiri langsung menempelkan tangannya di dahi dan di lehernya. Benar saja, wanita itu ternyata mengalami demam.
Cklekk!
Baru saja menyadari dirinya demam, Adrian tiba-tiba masuk dan menatapnya datar. Karin sempat memperhatikannya sebentar, sebelum kemudian berpaling. Tampaknya suaminya itu mengalami hal serupa.
"Bereskan pakaianku dan milikmu sekarang juga. Kita pindah pagi ini ke apartemenku!" ujar Adrian datar.
Dia berbalik setelahnya dan tak berkata apapun lagi. Bahkan Adrian sendiri tak sempat memperhatikan Karin. Namun, walau begitu, Karin menurut dan melakukannya saja. Dia sudah muak tinggal di rumah itu.
Lebih dari dua jam kemudiaan, keduanya sudah di apartemen yang Adrian maksud.
"Di sini tidak ada pembantu, tapi setiap dua kali seminggu akan ada petugas kebersihan harian yang kemari. Jadi tugasmu tidak terlalu berat," jelas Adrian.
Karin mengangguk saja, sebab sudah sangat lemas. Sejak dua jam terakhir dia terlalu memaksakan tubuhnya. Tak sabar ke kamar dan beristirahat.
"Di sini ada dua kamar, tapi jangan berharap kau memiliki kamar sendiri. Ingat posisimu, kau tak lebih dari pelayan pribadiku yang bersembunyi dibalik status istri!" tegas Adrian.
Pusing kembali menyerangnya, padahal saat di rumah orang tuanya Adrian sudah sempat mandi dan bahkan minum air perasan lemon untuk meredakannya, tapi percuma saja. Sampai sekarang dia bahkan semakin pusing.
"Sekarang buatkan bubur atau jika malas, pesan saja. Aku tidak akan bekerja hari ini, dan sepertinya aku demam, jadi aku akan beristirahat," ungkap Adrian.
Dia masih belum menyadari kondisi Karin yang mungkin jauh lebih buruk darinya. Namun, mungkin saja hal itu akibat riasan yang Karin kenakan untuk menutupi jejak telapak tangan Adrian di sana, atau dahi memarnya yang sudah membiru. Ah, jangan lupa soal bibirnya yang sedikit robek.
Karin menurut, dan lagi-lagi melakukan ucapan suaminya. Namun, tak hanya itu, Karin bahkan sempat keluar untuk membeli beberapa obat di apotek terdekat. Sampai begitu bangun, Adrian cukup tercengang dibuatnya.
"Ternyata dia perhatian juga," ujar Adrian salut dengan perhatian Karin.
Dia menatap beberapa obat penurun demam yang di siapkan bersama bubur yang sepertinya masih hangat. Air minum dan juga beberapa potong buah yang telah dikupas.
Adrian tersenyum saat merasakan buburnya, dia tahu Karin tidak memesan dan memilih memasak. Lantas Adrian pun menelan obat dan memakan buah. Namun, dia tak kembali tidur, melainkan mencari Karin, dan menemukannya tertidur di sofa yang ada di ruang tengah apartemen tersebut.
"Malah tidur di sini," ujar Adrian menghampirinya.
Pria itu mendekat dan hendak menggendong istrinya, tapi kemudiaan dia menyadari suhu tubuhnya yang tak normal.
"Rin, Karin ... apa kamu baik-baik saja?" Tiba-tiba perasaan cemas menghampiri Adrian.
Dia menepuk-nepuk pipi Karin dengan pelan dan beberapa kali, untuk membangunkan. Namun, wanita itu tak juga sadar, dan membuat Adrian memutuskan untuk menghubungi dokter keluarganya.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Adrian saat dokternya sudah tiba dan sudah memeriksa Karin.
"Apa kau tidak bisa melihatnya sendiri? Dia demam tinggi dan keliatan hampir mati. Katakan apa yang sudah kau lakukan padanya, aku dengar dari Aksa kalian program anak. Akan tetapi, yang aku perhatikan sekarang adalah kekerasan dalam rumah tangga!" cibir Raga.
Dia bisa berani seperti itu, karena Raga bukan cuma dokter melainkan teman terdekat Adrian. Dia dan Aksa sama-sama dokter, hanya saja Raga bukanlah dokter spesialis.
"Tidak usah ikut campur dan jika urusanmu telah selesai, segeralah pergi dari sini!" ujar Adrian dingin.
Raga menghela nafasnya dengan kasar, lalu menatap temannya dengan serius. "Dengarlah, aku tidak perduli apa yang terjadi padamu atau istrimu. Akan tetapi, apa kau tidak punya hati sedikitpun, sampai-sampai istrimu terlihat menyedihkan seperti itu," ujar Rega yang menebak apa yang sudah terjadi melihat kondisi Karin.
Dia meletakkan beberapa obat, dan catatan obat lainnya yang tidak dimilikinya untuk Adrian tebus. Menaruhnya di nakas, lalu pergi begitu saja. Raga memang bukan tipikal orang yang suka mencampuri urusan lain.
*****
"Kenapa tidak bilang, kalau kamu mengalami demam juga?" tanya Adrian perhatian.
"Apa perdulimu? Lebih baik perdulikan saja adikmu!" balas Karin dengan ketus.
Adrian menghela nafasnya kasar, untuk meredam emosinya. Namun, hal itu tak berhasil, sehingga diapun memberi perhitungan pada Karin. Adrian yang memang tengah menyuapi Karin memakan bubur, sengaja memberikan suapan yang penuh untuk menyumpal mulut cerewet istrinya.
"Awas, jangan sampai melepeh makanannya. Telan dan habiskan. Aku pusing dan juga demam sepertimu, jadi cepatlah makan. Aku juga butuh istirahat," jelas Adrian.
Karin segera menyelesaikan kunyahannya, lalu bersiap membalas ucapan suaminya. Namun, Adrian kembali memaksanya buka mulut dan mengunyah suapan berikutnya. Begitu terus, Adrian tak membiarkan Karin bicara sama sekali sampai makanannya habis.
"Sekarang telan obatmu!" jelas Adrian sembari memberikan beberapa butir obat.
Karin menerimanya dan menelannya dengan cepat. Melihat itu Adrian pun tersenyum. Dia segera beranjak, dan mengambil tempat di sisi tempat tidur yang kosong.
"Jangan pergi, kamu juga sakit. Kita beristirahat bersama-sama. Kali ini jangan membantah!" ujar Adrian.
Pria dengan paksa meraih pinggang Karin. Dia memeluknya menahan agar istrinya tidak kabur, dan terus bersamanya di atas tempat tidur.
"Aku baru makan. Apa kamu ingin mendapat muntahan?" omel Karin mengingatkan.
"Baiklah. Kau boleh duduk, tapi jangan kemana-mana!" peringat Adrian akhirnya melepaskan pelukannya.
Karin hampi saja lega, tapi kemudiaan Adrian mendekati nakas dan mengeluarkan sesuatu dari lacinya.
"Dasar aneh, buat apa menyimpan borgol di sana!" ketus Karin yang masih tak sadar akan Adrian apakan borgol yang dikeluarkan tersebut.
"Aku sangat mengantuk sekarang, tapi kau sangat pembangkang. Jadi ini untuk menahanmu!" ujar Adrian serius.
Dia langsung saja memborgol sebelah pergelangan tangan Karin, dan sebelah pergelangan tangannya sendiri.
"Tidak! Jangan lakukan hal bod*h ini. Tidak, lepaskan ...."
Adrian sama sekali tak mengindahkan ucapan Karin dan tersenyum saat berhasil melakukan keinginannya.
"Di mana kuncinya, lepaskan tanganku sekarang!"
Adrian tak peduli, bahkan sengaja menarik tangan Karin yang diborgol, sampai membuat wanita itu mendekat padanya. Adrian memeluk tangan istrinya dan kembali tersenyum sebelum menutup mata.
"Tidak ada kunci di saku celanaku, tapi mungkin di celana dalam. Jika berani ambil saja sendiri, tapi jika tidak berhentilah protes dan tidurlah segera," ungkap Adrian berbohong.
Karin yang mendengar itu langsung melotot dan mendengus kasar. "Dasar mes*m!!"
*****