"Kamu apa kabar? " Tanya Kayra.
"Aku baik, " Jawab Rama. "Kamu sendiri gimana? "
"Aku juga baik. Udah lama, ya, kita nggak ketemu. "
"Iya."
"Udah berapa tahun, ya, nggak ketemu? Dua tahun atau empat tahun, ya? "
"Tiga tahun. "
"Ah, ya, tiga tahun. "
Kedua orang itu duduk di teras samping rumah. Tidak jauh mereka ada Tasya yang sedang bermain boneka.
"Aku nggak nyangka kita bisa ketemu lagi. "
"Iihhh, kok, ngomongnya gitu. Kita ini tetanggaan masa nggak ketemu. "
"Kamu, kan, ada di Malang. "
"Walaupun ada di Malang, cepat atau lambat aku juga bakal pulang. "
Dan Rama selalu menanti kepulangan gadis itu.
"Kamu lagi cuti kerja?"
"Enggak. Aku udah resign dari kantor sebelumnya dan rencananya akan cari kerja di Jakarta. "
"Oh." Satu kabar yang sangat menyenangkan untuk Rama.
"Kamu sekarang kerja dimana? "
"Masih di perusahaan lama. "
"Awet, ya, kamu disitu. "
Rama hanya tersenyum.
Terdengar ponsel Kayra berbunyi. Gadis itu melihat layar ponselnya dan sebuah senyuman langsung terbit di wajah gadis itu. Dari dulu Rama paling suka dengan senyum dan tawa gadis itu.
"Aku angkat telepon dulu, ya. "
Rama hanya mengangguk.
Kayra sedikit menjauh untuk menerima panggilan entah dari siapa. Gadis itu terlihat senang saat berbincang dengan orang yang meneleponnya.
Tanpa gadis itu tahu Rama terus memperhatikannya. Seperti kebiasaannya sejak dulu yang selalu memperhatikan Kayra diam-diam.
Dari dulu Kayra memang cantik. Sekarang pun makin bertambah cantik. Banyak sekali yang menyukai dan mengejarnya. Saking banyaknya sampai membuat Rama kesal sendiri. Ia pun tidak berani mengutarakan perasaannya sebab ia tidak mempunyai keberanian seperti itu. Dia takut Kayra akan menjauhinya apalagi sampai Membencinya. Bisa selalu dekat dengan Kayra baginya sudah cukup.
"Adik aku memang cantik. " Sebuah suara terdengar yang membuat Rama sampai berjengkit kaget.
Rama menoleh dan melihat Amaya, ibu Tasya.
"Eh, kak Maya. "
"Dari dulu kamu sering lihatin Kayra diam-diam. " Lanjut Amaya.
Rama hanya tersenyum kikuk.
Amaya duduk di kursi yang sebelumnya di duduki oleh adiknya.
"Udah lama kakak nggak lihat kamu. Tapi Tasya sering bilang sering kamu beliin es krim waktu kesini. "
"Tante Rita sering ajak Tasya ke rumah jadi kadang-kadang masih ketemu sama aku. "
"Pantesan kalau dia nggak aku kasih es krim, dia selalu bilang nanti minta beliin sama Om Lama. "
Rama tersenyum mendengarnya.
Tasya memang sering di titipkan di kakek neneknya sebab kedua orang tuanya bekerja.
Terlihat Kayra yang berjalan kearah mereka. Sepertinya gadis itu sudah selesai menelepon.
"Cerah banget tuh muka. " Sindir Amaya.
Kayra makin tersenyum lebar.
Dan dalam pandangan Rama, Kayra semakin terlihat cantik.
"Baru dapat telepon dari Abid. "
"Oh."
"Dia bilang besok mau pulang dan mau nemuin aku. Aku seneng banget mau ketemu sama dia. Kangen... "
Rama pun bertanya dalam hati siapa Abid?
"Ah, aku sampai lupa bilang ke kamu, Rama. Sebentar lagi aku mau menikah. "
Rasanya ada yang patah dalam diri Rama saat mendengar kabar itu. Bukan tulang kaki ataupun tulang lainya, melainkan hati.
Amaya melihat perubahan raut muka tetangganya itu namun dengan cepat Rama bersikap normal.
"Jadi... Kamu mau menikah? " Rama berusaha bersikap biasa.
"Iya."
"Waahhh... Selamat, ya. "
"Makasih."
Amaya merasa kasihan pada Rama. Dia tahu sejak lama laki-laki itu menyukai adiknya. Sayangnya adiknya saja yang b**o tidak bisa melihat perasaan sahabatnya itu.
Kalau boleh memilih dia lebih suka adiknya bersama Rama. Tapi ia sadar perasaan tidak bisa di paksa.
***
Untuk mengamankan hatinya yang patah Rama memilih pulang. Tapi sebelum itu ia mendengarkan cerita Kayra tentang calon suaminya dan rencana pernikahannya yang masih kurang sebulan lagi.
Namanya Abid. Laki-laki itu adalah kakak angkatannya sewaktu kuliah. Sudah empat tahun mereka menjalin hubungan.
Abid aslinya orang Jakarta tapi selama kuliah dia tinggal di rumah kakek neneknya yang berada di Malang. Abid adalah seorang manager di sebuah perusahaan.
Orang tua mereka pun sudah saling bertemu tapi Kayra melarang kedua orang tuanya untuk mengatakan pada siapapun kalau dirinya akan menikah. Dia akan memberi kejutan pada orang-orang yang ia kenal kalau dirinya akan segera menikah.
Pernikahan mereka tinggal sebulan lagi. Dan kenyataan itu menyesakkan untuk Rama. Cintanya selama ini harus di kubur lebih dalam hingga tak bersisa.
"Om, minta uang dong. Aku minta uang buat beli spidol. Aku dapat tugas prakarya, nih. " Pinta Daffa saat melihat omnya masuk kedalam rumah.
Rama tidak mendengar omongan keponakannya. Laki-laki itu berlalu begitu saja meninggalkan keponakannya.
"Om, aku minta duit. " Ulang Daffa.
Tak ada sahutan dari Rama. Laki-laki itu terus berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai atas.
"Nek, Om Rama kenapa, sih? " Tanya Daffa pada neneknya yang baru keluar dari kamar.
"Memangnya om kamu kenapa? "
"Nggak tau, diajak ngomong diam aja. Kayak orang kesambet setan. "
"Huss... Kalau ngomong jangan sembarangan. " Pandangan bu Mila melihat keatas. Mengamati sang putra yang berjalan meniti anak tangga. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi.
"Nek, minta uang mau beli spidol. " Daffa sudah menengadahkan sebelah tangan.
"Iya." Bu Mila masuk kembali ke dalam kamar untuk mengambilkan uang untuk sang cucu.
Didalam kamar Rama berdiri didepan almari. Pandangan tertuju kearah kardus kecil yang ada diatas lemari. Ia mengambil barang yang sudah berdebu itu.
Rama membuka kotak itu lalu melihat isinya. Sebuah buku berukuran A5. Tak lama ia mengambil benda itu dan membukanya halaman per halaman.
Di setiap halaman ada sebuah sketsa wajah dan itu adalah sketsa wajah Kayra.
Rama telah sampai di halaman terakhir. Tampak sketsa wajah Kayra yang tertawa. Gambar itu dulu ia buat sebelum gadis itu pergi kuliah di Malang.
Cukup. Rama harus mengakhiri semuanya. Seraya menutup buku dan mengembalikan ke tempatnya. Rama lalu membuang benda itu kedalam tempat sampah. Seperti benda itu yang harus di buang, dia juga harus membuang perasaannya dan melupakan Kayra.