“Iya, Pak. Rahes diangkat anak oleh Pak Darman sejak kecil,” jelas asang anak buah.
Sanjaya berpikir sejenak. Entah kenapa ia sampai tidak tahu perihal itu? Tentang Darma yang punya istri, lalu mengangkat anak. Apakah karena ia memang terlalu abai dengan sopir kepercayaannya itu?
“Oke. Kirim alamatnya ke nomerku. Aku akan cari tau sendiri besok,” ucap Sanjaya pada sang anak buah.
“Siap, Pak.”
Sang anak buah berlalu. Saat itu, Sanjaya masih berpikir mengenai kebenaran kabar yang ia terima. Apakah benar Darman mengangkat anak? Saat itu, Naomi mengusap bahu Sanjaya dengan lembut, lalu berbisik.
“Udahlah, jangan dipikirin. Besok aja nerusin urusan itu, ya,” katanya.
Sanjaya menoleh, ia lantas mencium pipi Naomi yang masih bergelayut padanya. Kemudian melempar tanya.
“Terus kamu mau apa?” tanya Sanjaya.
Naomi tersenyum, lalu menunduk demi memberikan jawaban pada sang bos. Ini yang ia mau dan sepertinya Sanjaya mengetahuinya.
Ia membiarkan gadis itu beraksi, sedangkan dirinya akan melanjutkannya nanti. Ketika semuanya sudah siap, Sanjaya mengambil pengaman yang ada di laci meja kerjanya dan segera memasangnya. Saat itu, Naomi mengernyit. Ia melempar protes pada Sanjaya saat itu juga.
“Iih, kenapa pakai pengaman, sih? Memangnya kamu enggak mau punya anak dariku?” tanya Naomi seraya mencebik.
“Belum saatnya, Sayang. Nanti kalau semuanya sudah siap, aku akan memberikan semuanya padamu,” ucap Sanjaya.
Saat itu juga, ia menekan dirinya untuk masuk kepada Naomi. Kendatipun ruangan itu tidaklah nyaman, tapi keduanya menyukai hal itu. Sampai akhirnya, Sanjaya menyudahinya tak lama kemudian.
“Bersihkan dirimu. Kita pulang sekarang,” katanya.
Naomi mengangguk. Gegas ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, sedangkan Sanjaya membuang bekas pengamannya di tempat sampah. Ia mengambil tisu dan segera membereskan mejanya. Naomi keluar tak lama kemudian. Ia bergegas merias wajahnya, lantas bersiap untuk pulang. Keduanya kemudian berpisah di parkiran karena menggunakan mobil sendiri-sendiri.
Malam itu, Sanjaya yang baru saja sampai di rumah bergegas menuju ke kamar sang putri. Anna tampak sudah terlelap ketika Sanjaya mengintipnya dari ambang pintu. Pria itu kemudian masuk dan memeriksa keadaan putri kesayangannya. Tangannya terulur demi mengusap ubun-ubun gadis itu lembut.
Senyum Sanjaya terbit sekilas, kemudian lindap ketika mengingat hubungannya dengan sang istri. Entahlah, ia tak tahu kenapa bisa tiba-tiba jatuh cinta lagi pada Naomi. Padahal, Melisa tidak kurang sesuatu apa pun. Tak masalah, bukankah lelaki bisa memiliki 2 wanita sekaligus?
Sanjaya lantas keluar dari kamar Anna setelah memastikan gadis itu baik-baik saja. Saat menutup pintunya, Melisa juga tampak keluar dari kamarnya dan hendak mengambil minum. Keduanya saling tatap sejenak. Melisa memilih mengabaikan sang suami dan berlalu. Ketika kemudian Sanjaya melempar tanya padanya.
“Apa kamu tau kalau sopir itu adalah anak angkatnya Darman?”
Melisa sontak menghentikan langkahnya. Wanita itu menoleh demi mencari jejak-jejak kebohongan dari sang suami. Dan hasilnya nihil. Sanjaya sedang berbicara serius.
“Apa kamu bilang? Anak angkat?” tanya Melisa.
“Iya. Aku juga baru tau tadi.”
“Aku enggak tau dan enggak mau tau. Bukannya Pak Darman sudah bekerja di sini, bahkan sebelum kita ada di sini?” tanya Melisa.
“Iya. Dia sopir almarhum Mas Aditya.”
“Terus kenapa memangnya kalau dia anak angkatnya Pak Darman?” tanya Melisa lagi.
“Setahuku, Darman enggak pernah menikah, mana bisa angkat anak. Jadi, aku harap kamu perhatikan dia. Selama aku tidak ada di rumah,” kata Sanjaya.
Melisa terdiam. Ia bukan hanya memperhatikannya, Rahes bahkan sudah mendapatkan semuanya. Saat ia hendak berlalu, tiba-tiba ia melihat bekas lipstik di leher sang suami. Walaupun berkata jika ia sudah tidak memiliki perasaan terhadap pria itu, nyatanya Melisa masih geram. Bagaimana jika Anna melihatnya?
“Apa kamu baru saja melakukan hal itu dengan sekretarismu? Jika, iya. Perhatikan penampilanmu sebelum pulang. Kalau Anna sampai melihat lipstik di lehermu seperti itu, apa yang akan dia pikirkan,” ucap Melisa seraya berlalu.
Sementara Sanjaya segera mengusap lehernya yang berwarna merah. Entah kapan Naomi melakukannya. Nyatanya, Melisa sebenarnya sudah tau semuanya.
***
Pagi itu, Melisa yang hendak pergi tiba-tiba mendapati mobilnya yang macet. Entah apa yang salah dengan mobil itu. Namun, ia jadi kesal karena acaranya dengan teman-temannya bisa jadi akan terlambat.
“Kenapa lagi ini mobil? Enggak tau lagi buru-buru apa,” katanya.
Saat itu, Rahes sedang membersihkan mobil milik Anna. Sementara gadis itu ada di halaman menikmati udara segar. Anna memutar roda kursinya dan mendekati sang mama yang tampak gusar.
“Ada apa, Ma?” tanya Anna.
“Mama harus pergi, sudah ditunggu sama temen-teman. Tapi mobilnya enggak mau nyala,” jelas Melisa.
“Mau pakai mobilku aja? Itu udah bersih,” kata Anna menunjuk mobilnya.
“Mama mana bisa pakai mobil manual, Sayang.”
“Ya, udah. Minta antar Rahes aja, Ma,” kata Anna.
Melisa terdiam. Kesempatan ini bukan dia yang membuka, tapi sang putri sendiri. Jadi, apakah ia akan melewatkannya?
“Kamu enggak ke mana-mana?” tanya Melisa kemudian.
“Kata Papa aku harus dengerin dokter. Jadi, enggak boleh aktivitas berat dulu,” jelas Anna.
Aah … baiklah. Ia akan pergi dengan Rahes hari ini. Saat itu, Anna memanggil sang sopir yang sudah selesai membersihkan mobilnya. Rahes segera berlari dan menemui majikannya saat itu juga.
“Iya, Nona.”
“Kamu sudah selesai bersihin mobilnya, kan?” tanya Anna.
“Sudah, Nona.”
“Cepat ganti bajumu, antar Mama, ya.”
Mendengar titah dari Anna, Rahes langsung menoleh ke arah Melisa. Lantas, mengangguk lemah.
“Baik, Nona. Tunggu sebentar, Nyonya.”
Pria itu berlari untuk bersiap dan kembali dengan cepat. Rahes membukakan pintu untuk Melisa dan ia masuk ke kursi kemudi.
“Sayang, mama pergi dulu, ya,” kata Melisa pada sang putri.
“Iya, Ma. hati-hati,” ucap Anna.
Rahes menoleh ke arah Anna sebelum akhirnya melajukan kendaraan itu menuju ke lokasi di mana Melisa akan bertemu dengan teman-temannya. Usai keluar dari gerbang, Rahes langsung menoleh ke belakang dan tersenyum pada wanita paruh baya yang duduk di sana.
“Ini bukan rencana Tante, kan?” katanya menggoda.
“Kalau iya, memangnya kamu enggak mau?” tanya Melisa kemudian.
“Baiklah. Kita akan terlambat beberapa menit. Katakan pada temen-temanmu,” ucap Rahes yang kemudian membelokkan mobilnya ke sebuah motel kecil.
Melisa tergemap, tapi kemudian tersenyum kecil. Apakah pria itu sudah benar-benar menggilainya? Setiap ada waktu, Rahes selalu mengajaknya bercinta. Bahkan di rumahnya juga.
“Rahes, aku bisa sangat terlambat,” ucap Melisa.
“Aku akan melakukannya dengan cepat, Tante,” sahut pria itu.
Usai reservasi, keduanya masuk ke kamar. Tanpa berniat melepas semuanya, Rahes langsung melakukan apa yang sudah Melisa tunggu-tunggu. Wanita itu mengabaikan usianya yang mulai menua dan menikmati semua yang Rahes berikan.
Setelah semuanya siap, Rahes mengambil pengaman di saku celananya dan mengenakannya. Melisa melihat hal itu dan mulai melempar tanya.
“Apa kamu merasa nyaman dengan itu?”
“Sebenanya tidak, Tante. Tapi aku enggak mau Tante kena masalah,” ucapnya seraya melesatkan miliknya.
“Aakh.”
Pada tepi ranjang motel itu, Melisa menjerit-jerit kecil. Sesuai janjinya, Rahes akan melakukannya dengan cepat. Jadi, setelah Melisa meledak, Rahes juga melepaskannya.
Wanita itu kemudian merapikan penampilannya setelah sisa-sisa kenikmatan itu lesap. Saat itu, Rahes mulai membuka suara.
“Aku lihat Tuan Sanjaya pulang malam kemarin,” katanya.
“Iya, dia bercinta dulu dengan sekretarisnya di kantor,” jawab Melisa acuh.
“Benarkah?”
“Hmm.”
“Apa Tante enggak cemburu?” tanya Rahes kemudian.
“Aku sudah mati rasa, Rahes. Terserah dia mau berbuat apa.”
“Ya, udah cerai aja.”
Melisa menoleh usai mendengar ucapan berondong kesayangannya? Apa? Bercerai? Lantas, apakah pria itu akan menggantikan posisi Sanjaya setelahnya?
“Tapi sebelum itu, minta bagian dulu di perusahaan. Tante berhak juga punya saham di sana. Jangan sampai selingkuhan Tuan Sanjaya memilikinya,” ucap Rahes.
Melisa menoleh usai mendengar usul itu. Ya, kenapa ia tidak berpikir seperti itu. Jika sewaktu-waktu mereka bercerai, Melisa tetap akan punya hak di perusahaan.
“Kamu benar, Rahes. Aku yang bantuin dia mendapatkan segalanya. Enak banget orang lain yang menikmatinya. Kamu cerdas, Sayang,” kata Melisa seraya mencium kening Rahes perlahan.
“Iya, dong. Pacar siapa dulu? Tante Melisa. Tapi jangan lupain aku, ya, Tante,” kata Rahes manja.
“Kamu tenang saja. Kita akan menikmatinya berdua. Kamu pasti akan mendapatkan bagian,” ucap Melisa.
Rahes hanya tersenyum kecil. Satu langkah awal ia mulai. Setelah ini, ia akan bisa kembali menguasai apa yang menjadi haknya. Setelah semuanya direnggut paksa oleh Sanjaya dan Melisa.
Sementara itu, Anna yang ada di rumah iseng membuka ponselnya. Tanpa sengaja ia membuka GPS yang tersambung di mobilnya. Biasanya, ia melihat itu untuk mengetahui keberadaan Darman tempo hari. Namun, hari ini mobil itu digunakan sang mama dan Rahes. Jadi, ia makin terkesiap ketika tahu keberadaan mereka berdua.
“Motel? Apa yang mereka lakukan di sana?” ucap Anna kemudian.