Lebih Nyaman

1147 Words
Hanan membuka kedua matanya lalu mengerjap-kerjapkannya. Dengan mengumpulkan kesadarannya, ia melihat jam dinding yang sudah pukul delapan pagi. Memang hari ini, ia sengaja tidak menyalakan alarm karena hari ini hari libur. Hanan lalu bangun dan duduk di ranjangnya. Saat itu, ia melihat box ring yang berisi cincin dari Linda tadi malam. Membuatnya teringat akan percakapannya dengan Naya tadi malam. Hanan menyadari jika ternyata, Naya perempuan yang bijaksana. Naya, tidak men-judge dan justru bisa mengerti dirinya. Hanan tersenyum senang saat mengingatnya. Hanan kembali melihat ke arah cincin itu. Ia lalu mengambilnya, dan melemparnya ke bawah kolong ranjangnya. Hanan pastikan, ia akan melakukan apa yang dikatakan Naya tadi malam. Ia akan berusaha keras untuk melupakan Linda. Hanan kemudian beranjak dari kasurnya untuk pergi mandi. Ia berdiri dan berjalan keluar kamar. Saat Hanan sudah membuka pintu kamarnya, ia melihat Naya sedang ada di ruang tamu, duduk membelakangi posisi kamar Hanan. "Terima kasih, ya. Aku tidak menyangka kalau aku akan diundang di sana," kata Naya. Hanan memperhatikan Naya. Ia sedang berbicara menghadap layar ponselnya. Di depan layar ponselnya, ada wajah seorang perempuan yang juga berbicara dengan Naya. Rupanya Naya sedang melakukan video call. "Ini bukan pertama kali untukmu kan? Tapi, kamu hebat sekali. Aku me-repost dari i********: milikmu," ujar teman Naya. "Benarkah? Wah, kamu memang teman yang paling pengertian!" seru Naya dengan senyum. "Karena kamu pengertian. Kamu juga mau datang menemaniku kan Ir?" "Aku?! Kenapa harus aku lagi?! Kamu kan sudah punya suami. Minta antar suamimu sana!" cetus Irma. Naya tercekat mendengar pernyataan Irma. Hanan masih berdiri di tempat yang bisa mendengar mereka. Ia pun ikut tercekat. Meskipun Hanan tidak tahu apa yang sedang Naya dan temannya katakan? Tapi, sepertinya teman Naya baru saja membicarakannya. Membuatnya penasaran dan terus ingin mendengarnya. "Nay! Kenapa kamu malah diam?!" ujar Irma lagi. "Ah! Maaf. Mas Hanan... tidak bisa," jawab Naya asal dengan ragu-ragu. "Kenapa?" "Dia...dia akan bekerja." Naya terbata mencari alasan. "Kerja? Besok kan hari Minggu. Memangnya suamimu tidak libur?" "Besok..." "Besok akan kuantar Naya!" Suara Hanan tiba-tiba saja ada di samping Naya. Membuat Naya kaget dan segera menoleh ke arah sampingnya. Sejak kapan Hanan ada di sampingnya? Pikir Naya. Hanan ikut menoleh ke arah istrinya. "Naya. Kenapa kamu tidak bilang? Besok tentu aku bisa mengantarmu," kata Hanan lagi. Naya hanya diam dan mengerjap beberapa kali. Memangnya Hanan tahu apa yang sedang dibicarakan? Pikir Naya. "Baguslah kalau begitu," kata Irma di layar ponsel Naya. "Halo, Mas Hanan. Aku teman Naya yang datang ke pernikahan kalian waktu itu. Masih ingat kan?" Irma melambaikan tangannya pada Hanan. "Tentu saja ingat," ujar Hanan sambil tersenyum. "Benarkah?!" seru Irma kegirangan. "Wah, senangnya," kata Irma lagi. Hanan hanya tersenyum melihat tingkah teman Naya itu. Sedangkan Naya hanya terdiam membeku dan tidak berbicara apapun. "Mas Hanan. Pastikan besok datang untuk menemani Naya ya! Besok, Naya akan ada interview dengan D-n****+. Naya salah satu penulis terbaik di sana," jelas Irma. "Benarkah?" tanya Hanan yang menoleh ke arah Naya. "Naya, belum pernah bercerita apapun soal itu," kata Hanan yang lagi-lagi melihat ke arah Naya. Naya hanya diam salah tingkah. "Berarti ini salahmu Nay! Kenapa kamu malah tidak bercerita pada suamimu?!" tukas Irma pada Naya. "Aku..." "Eh, Nay! Maaf. Sudah dulu ya. Di tempatku tiba-tiba hujan, dan jemuranku masih di depan. Aku tutup dulu!" Belum sempat Naya menjawab, Irma langsung menutup panggilannya begitu saja. Memotong kalimat Naya. Saat itu, Naya merasa suasana sekitarnya menjadi sangat sangat sepi dan hening. Naya kemudian juga menurunkan ponselnya dari depan wajahnya. Naya lalu melihat ke arah Hanan dengan tatapan penuh keheranan. Hanan juga melihat ke arahnya. "Jadi, kamu akan melakukan hal penting besok? Apa itu?" tanya Hanan. "Sekarang yang lebih penting adalah, kenapa mas Hanan akan mengantarku besok? Apa mas Hanan serius?" tanya Naya. "Tentu saja aku serius. Apa kamu pikir aku berbohong?" ujar Hanan. Naya masih melihat Hanan dengan tatapan herannya. Tidak perlu kalimat tanya lagi untuk menanyakan pada Hanan apa yang ada di dalam pikirannya. "Ini adalah acaraku. Mas Hanan juga pasti memiliki acara sendiri besok." "Tidak. Aku besok benar-benar kosong." "Maksudku... Bukankah mas Hanan lebih suka kalau kita tidak saling mencampuri urusan masing-masing?" tanya Naya ragu. Hanan menunduk sebentar mendengar ungkapan Naya. "Nay. Kamu masih ingat permintaan maafku soal itu kan? Kamu juga masih ingat kalau kita bisa jadi teman?" tanya Hanan. "Ya. Tapi, tetap saja..." Naya terhenti dan berpikir sejenak. "Acaranya akan berlangsung lama. Aku yakin mas Hanan pasti akan bosan jika berada di sana," ujar Naya. "Percayalah. Akan lebih membosankan jika aku hanya seharian di rumah tanpa melakukan apa-apa," kata Hanan. Naya terdiam sejenak memperhatikan suaminya. Hanan membuat ekspresi yakin untuk Naya. "Apa mas Hanan yakin?" tanya Naya sekali lagi untuk memastikan. "Aku bahkan sudah mengatakannya pada temanmu. Tentu saja aku tidak akan mengubah tawaranku," ujar Hanan. Naya akhirnya tersenyum perlahan. "Jadi, acara apa itu? Jujur, aku masih belum mengerti," kata Hanan. "Hanya sekedar interview pada beberapa penulis," jawab Naya. "Tadi temanmu mengatakan kalau kamu adalah salah satu penulis terbaik. Sepertinya aku melewatkan sesuatu," kata Hanan lagi. "Ah! Irma hanya sedikit melebih-lebihkan saja," kata Naya tersipu sambil menggaruk kepalanya malu-malu. "Benarkah?" Hanan menaikkan salah satu alisnya. "Apa bukannya kamu yang merendah?" tanya Hanan masih dengan ekspresi sama. Naya kembali tersenyum sembari menunduk. "Aku juga ingat, soal D-n****+ tadi. Apa itu?" tanya Hanan lagi. "Aku adalah penulis n****+ online. D-n****+ adalah salah satu aplikasi baca tulis, juga merupakan perusahaan. Setiap tahun selalu memilih beberapa penulis dari berbagai macam kota, untuk datang menghadiri acaranya," jelas Naya. "Itu pasti penulis pilihan. Seperti yang dikatakan Irma tadi kan?" tebak Hanan. Naya hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Karena kebetulan aku tinggal di kota yang sama dengan perusahaan itu, jadi aku bisa datang," tambah Naya. "Baiklah. Besok jam berapa acaranya?" "Pagi, sekitar jam sembilan sampai selesai," jawab Naya. "Aku akan siap tepat waktu," kata Hanan lagi. "Tapi, tempatnya agak jauh dari sini," ungkap Naya lagi. "Karena itulah kamu membutuhkan orang yang akan mengantarmu kan?" tanya Hanan lagi. "Besok, mobilku sudah siap untuk diajak jalan-jalan. Mungkin dia juga bosan terus berada di rumah." Hanan dengan candaannya. Naya mendengarnya dan masih belum bisa berkata apa-apa. Ia merasa senang melihat Hanan seperti itu. Sepertinya memang hubungan mereka sudah jauh lebih baik sekarang. "Terima kasih, Mas," ungkap Naya. "Kalau begitu, besok aku tidak perlu memesan taksi untuk pergi ke gedung itu," jelas Naya. Hanan mengangguk satu kali dengan senyumannya. Suasana sekitar mendadak berubah menjadi nyaman. "Aku, akan keluar membeli sarapan dulu ya, Mas," kata Naya lagi. "Ya. Aku juga akan mandi dulu," ujar Hanan. Naya tersenyum sekali lagi. Kemudian ia berbalik dari Hanan. Melangkah menjauh menuju pintu, akan pergi keluar rumah. "Naya!" panggil Hanan tiba-tiba. Membuat Naya terhenti dan kembali menoleh pada Hanan. "Aku serius. Jadikanlah aku temanmu. Mulai sekarang, kalau kamu butuh apa-apa, katakan padaku. Jika kamu ingin pergi ke suatu tempat dan ingin mengajakku, aku pasti akan mengantarmu." "Kenapa tiba-tiba Mas Hanan...." "Aku hanya, ingin kamu merasa lebih nyaman menikah denganku," ujar Hanan yang menghentikan kalimat Naya, untuk menjawabnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD