Part 4

2302 Words
Alicya menunggu Sean di penthouse, ia sudah menunggu hampir 3 jam dari waktu janjiannya dengan Sean. Sedangkan, Uyan keheranan melihat Alicya kini tengah menunggu dengan gelisah. Suara ponsel Alicya terdengar, Sean menelfonnya. "Hallo? Kamu di mana? Aku sudah di penthouse." kata Alicya. "Aku sudah di jalan pulang, apa yang kamu lakukan di penthouseku?" "Bukannya kita harus membahas sesuatu di sini?" tanya Alicya. "Oh ... baiklah." "Jangan mempermainkanku, Sean!" "Aku tak mempermainkanmu, tunggu saja." kata Sean, tersenyum lebar. Alicya mengakhiri telfon dan meneguk minuman yang di siapkan Uyan untuknya. "Aku memang harus bersabar menghadapi Sean, dia memang pria yang tidak bisa aku ladeni." gumam Alicya. "Alic, kamu mau tetap di sini?" tanya Uyan. "Iya, Yan, aku menunggu tuanmu." jawab Alicya. "Baiklah ... aku harus pulang, aku sudah menyiapkan makan malam untuk Tuan Muda, kamu bisa makan bersamanya." kata Uyan, di susul dengan anggukan Alicya. Sepeninggalan Uyan, Alicya berjalan melihat di sekelilingnya, ia membuka pintu beranda penthouse dan melihat gedung-gedung penghubung, di depannya, suasana malam haru memang sangat cocok berada di beranda penthouse ini, lampu kelap-kelip gedung membuat Alicya merasa agak tenang. Setidaknya dengan menikah dengan Sean, ia dan keluarga tak lagi menanggung malu, Nick pun tak akan sering mengganggu keluarga Alicya. Suara beep terdengar, membuat Alicya duduk di beranda penthouse. "Uyan, kamu di mana?" teriak Sean. "Uyan sudah pulang. Dia sudah menyiapkanmu makan malam." jawab Alicya. "Duh ... kamu mengejutkanku." kaget Sean, ketika melihat Alicya, kini tengah duduk di beranda penthouse. "Aku pikir kamu sudah pulang." kata Sean. "Aku ingin berbicara dengan kamu. Gak mungkin aku pulang sebelum itu terjadi." jawab Alicya dengan suara melengking. "Baiklah. Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Sean, duduk di hadapan Alicya yang hanya berada beberapa langkah darinya. "Aku setuju dengan ajakanmu menikah, kamu benar, aku dan kamu saling membutuhkan." jawab Alicya, dengan seribu kali berpikir, ini bukan hal pribadi yang di inginkannya, ia pun memiliki tujuan yang berbeda. "Baiklah, jika kamu setuju, aku sudah menyiapkan surat perjanjian untuk kamu tandatangani." kata Sean, merogoh tas kerjanya. "Surat perjanjian?" "Tentu, bukankah kita akan menikah dengan sebuah perjanjian?" tanya Sean. "Oh ... baiklah." Sean memberikan sebuah amplop coklat yang berisi surat perjanjian yang sudah Sean print rapi di kantor. "Ini bermaterai, jadi gak ada alasan bagi kamu untuk membuat perjanjian ini batal di tengah jalan, ketika kamu menandatanganinya, berarti kamu setuju dengan isi surat perjanjian ini." kata Sean. Wanita itu berusaha keras untuk tak sakit hati dengan perkataan Sean, surat perjanjian bukan hal yang sulit, jika ia bisa melewatinya, keluarganya pun akan aman dan damai. Alicya sudah menyiapkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi kedepannya. "Aku juga memiliki permintaan." kata Alicya. "Baiklah, kamu bisa menulisnya di bagian belakang." kata Sean. "Baiklah." Alicya mengambil pena milik Sean dan menuliskan kemauannya selama menikah dengan Sean, di dalam lembaran kertas tersebut tertulis rapi, bahwa Sean membutuhkan Alicya hanya sampai satu tahun, jadi setahun bukan waktu yang lama, jika ia bisa menjalaninya dengan suka rela. Beberapa menit kemudian, setelah menuliskan kesepakatan yang Alicya inginkan, ia lalu memberikan kertas tersebut kepada Sean. Sean membacanya dan mengamati setiap nomor. "Oke, aku juga gak berencana menyentuhmu." kata Sean. "Dan, ini ... kamu memintaku untuk menjadi investor di perusahaan ayahmu? Maksudnya, apa?" "Bukankah aku di izinkan untuk mengutarakan apapun yang ku inginkan? Aku membutuhkan kehidupan yang layak, uang dan suami yang bisa ku andalkan, seperti menjadi penyelamat perusahaan ayahku." kata Alicya, meski harus menerima cacian dari Sean, mungkin terdengar murahan, tapi Alicya tak perduli dengan penilaian Sean padanya. "Tapi, menjadi investor di perusahaan kecil seperti perusahaan ayahmu gak akan pernah memberikanku keuntungan." kata Sean. "Kesampingkan keeuntungan yang kamu harapkan, bantu ayahku dan aku akan menikah dengan kamu." "Murahan sekali, kamu memang sama saja dengan wanita lain, menyukai uang dan segalanya." sindir Sean. "Bukankah itu hal yang wajar? Kita saling membutuhkan, kesepakatan pasti akan ada keuntungan yang di terima masing-masing pihak." sahut Alicya. "Baiklah, aku akan menjadi investor ayahmu dan memberikanmu gaji setiap bulannya, aku seperti menyewa pembantu saja." kata Sean, mengambil pena dan menandatanganinya di atas kertas. Begitu pun dengan Alicya. Setelah mereka bertukar tanda tangan, Sean merasa sangat lega. "Temui ayahku dan katakan niatmu melamarku, aku ingin pernikahan ini terlihat sungguh-sungguh di depan mereka." kata Alicya. "Oke, kamu banyak maunya juga." ______ Sean berkunjung ke rumah Alicya dan mengatakan niatnya kepada keluarga wanita yang akan menjadi istrinya di atas kertas, Sean menuruti segala permintaan Alicya, bahwa mereka harus terlihat sungguh-sungguh di depan orang tua mereka. "Kamu mau melamar Alicya?" tanya Ilona, memperjelas. "Iya, Aunt, saya kemari bertujuan untuk melamar Alicya." jawab Sean, berusaha terlihat santun, sandiwara yang luar biasa, kata Alicya. "Sejak kapan kalian bertemu?" tanya Ilona. "Sudah sejak lama." "Mana orang tuamu? Kamu kemari bertujuan melamar Alicya. Namun, tak membawa orang tuamu bersamamu." kata Johan. "Mereka masih di New York, Uncle, setelah lamaran saya di setujui, saya akan bertandang kemari bersama keluarga saya." jawab Sean. Terlihat santun pada Ilona dan Johan, membuat Alicya yakin, jika Sean akan menepati janjinya, memberikan kehidupan yang layak baginya, meski semuanya hanya sandiwara. Namun, cukup mengenai hati kecil Alicya. "Jadi, kamu di California bersama siapa?" "Saya tinggal di penthouse Ganimo." "Ganimo? Bukankah itu apartemen terbesar dan termahal?" "Iya, Aunt." jawab Sean. "Nama lengkapmu, siapa?" "Rasean Steel." "Steel? Bukannya itu perusahaan IT terbesar?" tanya Johan. "Iya." "Jadi, kamu tinggal di California, karena menjalankan perusahaan Steel di sini?" tanya Johan. "Betul sekali." "Sayang, jangan menanyainya terus, biarkan Nak Sean menikmati minumannya." kata Ilona, menghentikan pertanyaan sang suami. "Silahkan di minum." Johan mempersilahkan Sean. "Kami sebagai orang tua hanya bisa memberi dukungan penuh pada anak, terserah Alicya mau menikah dengan siapa, kami akan setuju, jika memang Alicya setuju dan menerima lamaran kamu." kata Johan. "Bagaimana, Nak? Kamu menerima lamaran Nak Sean?" tanya Ilona. Alicya menoleh ke arah Sean dan melihat Sean kini menyeringai. "Iya, Mom, Dad! Alicya menerima lamaran Sean." jawab Alicya, dengan nada serak penuh keraguan. "Syukurlah." jawab Ilona. "Bawa saja orang tuamu kemari dan kita bisa membicarakan tanggapan mereka, juga menentukan tanggal pernikahan." kata Johan. ______ Alicya kini tengah duduk di beranda rumah Joanna, sahabatnya. Wanita yang sudah menikah dan memiliki anak satu yang di beri nama Ellyn. Nasib Alicya dan Joanna memang sangat berbeda, menurut Alicya, Joanna memiliki takdir yang hebat, sedangkan dirinya hanya memiliki takdir yang suram. Di tinggalkan dan kini akan menikah dengan pria yang hanya membutuhkannya selama satu tahun. Joanna menikah dengan Ryan, pria yang ia cintai dan menghasilkan anak perempuan dalam pernikahan mereka, bukankah itu membahagiakan? Tinggal di rumah ini bertiga dengan damai dan tentram. Joanna membawa nampan berisi dua cangkir teh lengkap dengan cemilannya, Joanna menurunkannya di meja bundar berukuran kecil dan mempersilahkan Alicya untuk mencicipinya. "Ellyn sudah gede saja, ya, Jo." kata Alicya. "Makin banyak gaya malah." geleng Joanna. "Kamu pasti senang ada temannya." "Tentu saja, Alic, bagaimana dengan pertemuan keluargamu dan keluarga Sean? Apa jadi di laksanakan hari ini?" tanya Joanna. "Iya, jadi." "Apa seberat itu, ya?" "Berat, sih, tapi gak masalah selagi Sean bisa menjadi tameng buatku." kata Alicya. "Jadi, kalian sudah sepakat?" tanya Joanna. "Sudah, aku sudah mengatakan apa yang aku mau darinya." jawab Alicya, berusaha menenangkan dirinya, bukan ini yang ia inginkan, ia ingin menikah dan menjalani pernikahan bahagia, bukan seperti ini, menikah hanya karena ia membutuhkan uang. "Apa katanya?" "Kata siapa?" "Sean." "Dia mengatakan bahwa aku sama saja dengan wanita di luar sana, aku hanya mementingkan uang dan aku murahan." "Wahh ... Sean mengatakan itu dan kamu terima?" "Bukankah aku memang terlihat seperti itu? Aku harus mengganti gaun yang ku pakai, sedangkan Nick tahu, bahwa keluargaku dalam ambang kemiskinan, tapi karena ia memang mengincar titik kelemahanku, akhirnya karena dia, aku menikah dengan cara seperti ini." jawab Alicya, semua yang ia putuskan memang berdasarkan sikap Nick pada dia dan keluarganya. "Hidup memang terkadang sulit kita jalani, Alic, tapi sebagai manusia, apa yang kita di takdirkan Tuhan, itu wajib kita terima, karena hidup dan nafas ini berasal dari Tuhan." kata Joanna, mencoba meyakinkan diri bahwa keputusan Alicya benar. Alicya mengangguk sembari meneguk secangkir teh yang sudah di siapkan Joanna untuknya. Suara klakson mobil terdengar di luar pekarangan, membuat Alicya mengerjapkan pandangannya dan melihat sosok Sean baru turun dari mobil super mewah yang ia kendarai. "Alic, dia Sean, 'kan?" tanya Joanna, menyadarkan Alicya. "Iya, tapi ngapain dia di sini?" tanya Alicya. "Aku juga kurang tahu, tapi sepertinya dia mau menemuimu." jawab Joanna, beranjak dari duduknya dan berjalan membuka pintu rumah. "Sean, 'kan? Ada perlu apa kemari?" tanya Joanna. "Apa Alicya ada?" "Iya, dia di dalam." jawab Joanna. "Katakan padanya, aku ingin bertemu." kata Sean, di susul dengan anggukan Joanna. "Baiklah, kamu masuk dulu." ajak Joanna. "Aku duduk di teras saja." Sean duduk di kursi teras. "Ada perlu apa menemuiku?" tanya Alicya, kesal. "Apa harus ada alasan bertemu dengan calon istriku sendiri?" tanya Sean, membuat Alicya dan Joanna saling bertukar pandangan. Joanna memberikan ruang privasi pada Alicya dan Sean. Ia menghampiri putrinya yang sedang bermain sendirian. "Katakan saja, ada apa?" "Baiklah, sepertinya Nick memang pria yang begitu menginginkan kekuasaan, ya, dia mengancam membuat perusahaanku bangkrut ketika aku membantu perusahaan ayahmu, tapi yang menjadi pertanyaanku di sini, sebenarnya Nick itu siapa? Dan, mengapa dia sangat membenci keluargamu?" tanya Sean. "Apa b******k itu menemuimu? Dia memang tak akan diam mencari titik kelemahan kami." "Iya, dia baru saja ke kantorku dan mengancamku, wahh ... aku merasa sedang berhadapan dengan pemilik perusahaan ternama di California, ternyata dia hanya lah karyawan biasa yang mencari keuntungan dan kekuasaan, tapi setidaknya perusahaan tempatnya bekerja gak ada apa-apanya di bandingkan perusahaan milikku." kata Sean, membanggakan diri. "Aku juga bingung dengan sikap Nick seperti itu, aku gak pernah tahu apa yang ada di pikirannya, dia orang yang sangat susah aku tebak. Namun, yang aku tahu, ia berusaha menyulitkanku." "Aku sudah memberikan cek berisi uang untuk mengganti gaun itu, selain pintar berdalih, dia juga pintar mencari kesalahanmu." "Jadi, kau mengganti gaun itu?" "Hem, aku menggantinya." "Syukurlah, jadi apa katanya?" tanya Alicya. "Dia ingin aku menjadi investor di perusahaannya bekerja, sepertinya kabarku menjadi investor ayahmu sudah tersebar di setiap titik perusahaan pesaing." jawab Sean. "Jangan pernah berurusan dengan Nick lagi, dia itu b******k sama brengseknya dengan Natasha, kekasihnya, Natasha akan mendukung Nick melakukan apapun meski itu membunuh seseorang." kata Alicya, mencoba mengingatkan Sean. "Sepertinya aku sudah masuk terlalu jauh dalam kehidupanmu, sampai aku pun harus menjadi tameng." "Bukankah salah satu kesepakatan itu yang ku inginkan?" "Baiklah, aku kemari mau menjemputmu." kata Sean. "Menjemputku? Kemana?" "Ibuku mau menemuimu di butik Salome." "Apa? Butik Salome? Bukankah itu butik pernikahan?" tanya Alicya. "Memang, terus kenapa?" "Untuk apa aku kesana?" "Ibuku akan membelikanmu gaun pengantin untuk pernikahan kita, bukankah itu yang perlu kita lakukan agar terlihat sungguh-sungguh?" "Tapi—" "Jangan membantahku, ikut saja." tekan Sean, membuat Alicya menunduk. Pria ini benar-benar aneh, terkadang ia terlalu lembut untuk ukuran seorang pria, terkadang pula dia lebih tegas. Membuat Alicya bingung bagaimana akan menghadapi pria seperti itu kedepannya. Di dalam perjalanan, Alicya tak mengatakan apapun, dia memilih diam saja dan mencari pembenaran dalam keputusannya, sungguh sulit memahami dirinya yang tak berdaya, sampai harus melakukan pernikahan dengan pria yang tak di cintainya. Sampai di butik Salome, Sean memasuki pelataran parkiran. Alicya menatap butik Salome dengan tatapan frustasi, apa ia harus kembali ke tempat ini? Setelah Nick mempermalukannya. "Kenapa gak turun?" tanya Sean, menoleh melihat Alicya, kini tengah mendengkus beberapa kali. "Aku—" "Ada apa?" "Ini butik tempatku di permalukan oleh Nick." jawab Alicya, frustasi. "Bagus donk,." "Apa bagusnya coba? Sepertinya aku harus mengulik masa lalu yang suram itu, kamu belum pernah merasakannya, jadi kamu gak akan faham dengan apa yang ku rasakan saat ini." celetuk Alicya. "I know, Alicya! Namun, sampai kapan kamu akan menghindarinya? Meskipun gak denganku, kamu akan kembali ke butik pernikahan juga, bukan? Ini butik tempat kami di permalukan oleh Nick, jadi tunjukkan ke semua orang bahwa kali ini kamu akan menikah dengan sungguh-sungguh." kata Sean, mempertegas perkataannya. Alicya menatap Sean yang kini tengah menguatkannya, benar kata Sean, persoalan malu adalah urusan yang lalu, biarkan itu tertanam seiring berjalannya waktu. Saatnya bangkit, dari keterpurukan. "Baiklah." Alicya menuruni mobil, berjalan menyusul langkah kaki Sean. Paula kini tengah menunggu, melihat Sean dan calon menantunya itu datang bersamaan, Paula langsung menghampiri Alicya, yang kini tengah menundukkan kepala karena malu. "Ini calon menantu Mom?" tanya Paula, pada Sean. "Iya, Mom, namanya Alicya Zenith." jawab Sean. "Salam kenal, Sayang." kata Paula, mencipika-cipiki Alicya. "Iya, Aunt, salam kenal juga." jawab Alicya. "Jangan membuang waktu, Mom, aku harus bekerja." Sean menimpali. "Baiklah, Mom sudah memilih gaun super mewah dan designya luar biasa, designernya adalah teman Mommy, namanya Alkusain, dia designer dari Jepang." kata Paula, menjelaskan. "Kamu coba dulu, ya, Alicya." kata Paula, memberi perintah kepada pegawai butik untuk membantu Alicya memakaikannya. "Terus, apa gunanya aku di sini?" tanya Sean, sepeninggalan Alicya. "Saly sedang mengambil setelan buat kamu, sabar donk, Nak, ini pernikahan pertama dan terakhir buat kamu, jadi memang harus di persiapkan dengan benar." kata Paula. 'Siapa bilang ini pernikahan pertama dan terakhirku? Aku akan meninggalkan Alicya setelah mendapatkan apa yang aku mau, Daddy terlalu meremehkanku, Daddy memiliki anak dari hasil selingkuhannya dan mau membagi hartanya kepadaku dan pria b******k itu, jangan harap, aku sudah memenuhi syarat Daddy untuk menikah, agar aku bisa mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku sejak awal.' batin Sean. Beberapa menit kemudian, tirai kamar ganti terbuka di dua sisi berbeda, seorang wanita cantik dan menawan kini tengah berdiri di balik tirai dengan gaun pengantin berwarna putih yang sedikit terbuka di bagian belakangnya, sedangkan di bagian depan belahan dadanya menunjukkan bentuk yang menawan, melihat hal itu, Sean tak berkedip sama sekali, ia takjub dan terpesona akan kecantikan Alicya, meski ini pernikahan sandiwara, tapi Sean adalah pria yang normal, ia bisa melihat betapa cantiknya Alicya saat ini. Paula melihat putranya yang tak berkedip sama sekali, dengan mulut yang menganga tak percaya, Paula terkekeh, karena baru kali ini ia melihat putranya itu jatuh cinta. Alicya mulai risih melihat tatapan Sean, Alicya menggaruk leher belakangnya, Sean terlalu menatap Alicya, sampai ia pun tak bisa menggerakkan tubuhnya karena gugup.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD