Sedari pagi, Renata merias wajahnya dengan sangat cantik. Ia juga menghias rambutnya dengan jepit rambut yang sangat cantik yang khusus dibelinya untuk dipakai hari ini. Siang hari nanti ia akan menghadiri resepsi pernikahan mantan kekasihnya ketika duduk di bangku sekolah menengah atas dulu ketika usinya masih 17 tahun. Kini setelah 13 tahun berlalu, ia akan menunjukkan pada semua orang bahwa ia sangat cantik dan mantan kekasihnya itu merugi karena telah menyia-nyiakannya. Ia juga khusus membeli gaun berwarna biru tua dengan harga cukup mahal untuk dikenakannya. Resepsi pernikahan adalah tempat reuni terbaik. Ia akan reuni dengan teman-teman SMA-nya dulu. Oleh sebab itu, penampilannya harus separipurna mungkin.
Dengan kepercayaan diri yang cukup tinggi, ia pergi ke acara resepsi itu tanpa membawa pasangan. Sebenarnya ia sudah berusaha mengajak Nathan, satu-satunya sahabat laki-laki yang ia miliki, tetapi berhubung hari ini Nathan pulang kampung ke Bandung untuk menghadiri acara pertunangan adiknya, maka dengan berat hati Renata terpaksa datang sendiri ke acara resepsi pernikahan itu.
Saat mengisi daftar tamu undangan, seseorang mengajaknya berbincang.
"Renata?! Ya ampun, apa kabar? Ini gue Desi. Masih inget kan?"
"Desi?!"
Mereka pun saling berpelukan lalu masuk ke dalam gedung resepsi itu bersama. Mereka bergabung dengan teman-teman mereka yang sudah datang terlebih dahulu. Saling berpelukan dan bercengkerama satu sama lain. Tak berapa lama kemudian, pasangan pengantin beserta keluarganya memasuki aula tempat resepsi diadakan. Para tamu undangan bersorak sorai dan bertepuk tangan meriah. Renata tersenyum manis saat mantan kekasihnya menatapnya. Sang mantan kekasih juga tersenyum senang saat mendapati Renata dan teman-temannya datang menghadiri resepsi pernikahannya. Renata dan Henri memang menjadi teman baik setelah mereka putus. Henri memutuskan hubungan dengan Renata karena jatuh hati pada seorang teman kuliahnya. Mereka memang tidak melanjutkan ke universitas yang sama. Renata diterima di salah satu perguruan tinggi negeri, sedangkan Henri memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di salah satu universitas swasta ternama di Jakarta. Saat itu, Renata memang hanya sekadar menyukai Henri dari segi ketampanan, ia tidak sepenuhnya mencintai pria itu, sehingga ketika hubungan mereka berakhir, Renata baik – baik saja. Ia hanya sedikit merasa kehilangan teman mengobrol.
Setelah bersalaman dengan kedua mempelai dan orang tua mereka, Renata dan teman-temannya menyantap berbagai menu makanan dan minuman yang disajikan seraya berbincang-bincang ringan. Perbincangan yang menyebalkan menurut Renata karena semua orang yang bertemu dengannya akan menanyakan perihal pernikahan dirinya. Renata belum mempunyai pacar. Ia mulai gerah dengan orang-orang yang berusaha menjadi mak comblang untuknya karena semua pria yang dikenalkan padanya tidak sesuai kriterianya. Okelah, akui saja bahwa Renata sedikit pemilih. Bahkan beberapa teman dan keluarganya mulai tidak menyukai Renata karena menurut mereka Renata tidak sadar diri. Renata tidak terlalu cantik. Ia juga tidak memiliki tubuh tinggi semampai denok demplon seperti yang dianggap kebanyakan orang adalah ukuran tubuh ideal bagi seorang wanita. Tinggi badannya hanya 157 cm, kulitnya tidak terlalu putih dan tidak terlalu gelap, serta untungnya ia tidak terlalu gemuk. Namun, Renata selalu menolak pria-pria yang akan dijodohkan dengannya. Alasannya? Banyak! Pekerjaannya kurang menjanjikan, tidak berasal dari suku yang sama, orang tuanya ribet, adiknya banyak dan alasan yang paling menyebalkan bagi mereka adalah pria yang dikenalkan pada Renata tidak tampan.
Bah, coba kau pikir saja lae. Tak canteknya dia kutengok!
Bagi Renata, pria yang pantas dijadikan pendamping hidupnya hanya dua orang. Haikal dan Nathan. Sayangnya, Haikal, senior di kampusnya yang sangat ia gilai sejak kuliah dulu, jatuh cinta dan menikah dengan kakak sepupu Renata dari pihak ayahnya yang bernama Rinda sehingga ia harus membuang jauh-jauh perasaannya pada Haikal. Dan selain Haikal, pria dengan kriteria mantap lainnya adalah Nathan. Sahabatnya sejak duduk di bangku kuliah itu adalah pria yang sangat baik, pintar dan mapan. Nathan adalah pria yang sangat menghargai wanita. Oleh sebab itu, Renata menyukai Nathan. Pernah terlintas dalam pikirannya untuk mendekati Nathan, tetapi ia tepis jauh rencananya itu. Keluarga Nathan terbilang berada dan semua kakak dan adiknya menjadi orang sukses. Tidak mungkin keluarganya akan menyetujui jika Nathan berhubungan dengannya, pikir Renata.
Dan karena semua alasan itulah, Renata memilih untuk menjalani hidupnya dengan santai. Ia yakin suatu saat nanti ia akan bertemu dengan pangerannya seperti yang sering ia baca di buku dongeng ketika ia masih kanak-kanak dulu.
***
Hari Senin yang sangat cerah. Yoga pergi ke salah satu accounting firm di daerah Thamrin, Jakarta. Hari ini ia ada meeting penting dengan salah satu petinggi di firma yang terkenal akan kemumpuniannya dalam bidang jasa audit dan perpajakannya itu. Receptionist kantor itu memintanya untuk menunggu di sofa ruang tamu kantor yang sangat nyaman saat ia akan menelepon sekretaris bos yang ditunggu Yoga. Sambil menunggu, Yoga membuka majalah yang berada di rak samping sofa yang ia duduki. Sebuah majalah elit yang biasa menyoroti kehidupan orang-orang dengan kekayaan fantastis. Cover majalah itu menampilkan foto seorang model yang sangat cantik, yang berpose membungkukkan badannya dengan mengenakan gaun rancangan fashion designer ternama di Indonesia. Ia membuka halaman demi halaman majalah itu dan mendapati artikel yang membahas tentang kehidupan model cantik yang fotonya dipajang menjadi cover majalah. Wajahnya menegang ketika membaca isi artikel itu. Model cantik yang juga berprofesi sebagai chef itu mengatakan bahwa saat ini ia akan fokus pada karirnya dulu dan belum memikirkan mengenai pasangan hidupnya. Tangan Yoga meremas majalah itu dan rahangnya mengeras. Ia mencintai sekaligus membenci wanita itu. Wanita yang membuat hidupnya hancur berantakan karena perselingkuhan yang dijalaninya. Ia berusaha mati-matian untuk memberikan wanita itu kehidupan yang diinginkannya. Namun, kenyataannya wanita itu menjalin hubungan dengan pria lain. Yoga tidak mengetahui bahwa wanitanya itu telah dijodohkan oleh orang tuanya dan wanita itu memilih untuk menikah dengan pria pilihan orang tuanya. Kini, wanitanya itu telah bercerai. Apakah wanita itu akan kembali kepada Yoga? Apakah Yoga sudi menerimanya kembali?
Yoga meletakkan kembali majalah itu di rak samping sofa dan seketika seorang wanita berjalan di hadapannya membuat ia membelalakkan matanya.
'Renata?', gumamnya. 'Jadi juga dia masuk accounting firm.’
***
Setelah jam istirahat makan siang kantor berakhir, Yoga kembali ke kantornya dan mendapati sahabat terbaiknya sedang memainkan ponselnya.
"Kan, udah makan?"
"Belum. Lo udah?"
"Belum juga. Ayolah kita ke kafetaria bawah."
Saat menunggu pesanan mereka, Yoga memulai perbincangan mereka.
"Kan, tadi gue ketemu adik lo."
Arkan terdiam sejenak sebelum membalasnya dengan sangat singkat, "Oh."
"Pinter juga adik lo bisa keterima di XYZ."
Arkan tidak menyahuti ucapan Yoga. Ia hanya menganggukkan kepalanya. Ia malas membahas apa pun tentang keluarganya. Terlebih tentang Renata dan ibu tirinya yang sangat tidak disukainya.
"Lo masih sering ketemu Renata?
"Ngapain amat gue ketemu dia?"
"Ya kan dia adik lo."
Arkan mendengus meremehkan. Ia benci sekali setiap ada orang yang mengungkit hal itu. Baginya, ia tidak memiliki adik atau pun kakak.
"Udahlah, ngapain sih lo bahas dia? Lo naksir?"
"Kalau ya, lo mau jadi kakak ipar gue?"
"Aduh, gak deh, Ga. Jadi temen lo aja pusing, apalagi jadi kakak ipar lo. Bisa migrain tiap hari gue."
Yoga tertawa lepas mendengar ucapan Arkan. Walaupun Arkan bersikap seolah tidak mempedulikan Renata, tetapi ia juga tidak mau adiknya mendapatkan pasangan seperti Yoga. Arkan tahu betul seperti apa kelakuan Yoga. Salah satu pewaris Djojodiningrat Corporation itu bukanlah pria yang pantas dijadikan suami walau berjuta-juta wanita di luar sana menggilainya dan rela melakukan apa saja untuk bisa menjadi pacar dari seorang pengacara dan pebisnis muda itu. Pria itu memang tampan dan mapan, tetapi belum tentu ada wanita yang tahan memiliki suami dengan temperamen buruk yang hampir setiap malam pergi dugem dan mengakhiri hari dengan one night stand. Mana mungkin Arkan sudi adiknya menikahi pria yang hanya akan menyakiti hatinya.
***
Sarah. Seorang wanita muda berusia 34 tahun yang berprofesi sebagai model dan chef di sebuah restoran bintang 5 itulah yang berhasil menghancurkan hidup seorang pria yang sangat mencintainya. Kini ia berdiri di balkon apartemennya di lantai 15 sambil memegangi gelas wine. Air matanya mengalir deras. Ia mengingat kembali masa lalunya dengan pria yang dilihatnya sedang bersenda gurau dengan rekan kerjanya di sebuah kafetaria di salah satu gedung pencakar langit di Jakata. Ia menangis sesenggukkan sampai menjatuhkan gelas yang dipegangnya. Gelas itu pecah dan salah satu potongan beling kaca menggores kakinya yang wmembuat kaki putih mulus itu mengeluarkan darah. Ia berjongkok memegangi kakinya. Tangisnya semakin keras. Bukan. Bukan kakinya yang sakit, tetapi hatinya. Apa yang telah dilakukannya 9 tahun yang lalu telah menyebabkan luka yang harus ia derita seumur hidupnya.
Ketika usianya baru menginjak 15 tahun, seorang anak laki-laki yang menempuh pendidikan di sekolah yang sama dengannya memintanya untuk menjadi kekasihnya. Tentu saja Sarah menerima laki-laki itu menjadi kekasihnya. Sudah lama Sarah mengincar anak laki-laki itu. Dia adalah cowok sejuta umat di sekolahnya. Semua gadis ingin menjadi kekasihnya. Pria itu tampan, pintar, berbakat di bidang olahraga dan musik. Terlebih ia adalah anak dari keluarga Djojodiningrat. Siapa yang tidak mau menjadi pacarnya? Ia merasa sangat beruntung dan bahagia menjalani hubungan dengan Yoga. Ia pun merasa sangat sedih ketika mereka harus berpisah karena ia harus pergi ke Prancis untuk menempuh pendidikannya di sebuah sekolah tata boga yang terkenal sebagai pencetak chef handal. Mereka pun menjalani hubungan jarak jauh dengan terus menjaga komunikasi melalui sambungan telepon dan video call.