Kamu membuatku lemah. Lemah untuk menutupi semua lukaku. Jika seperti ini apakah aku harus memberitahumu segalanya? ~Sean
"Sharena! "
"Hmmm…" Dia sedang mencoba meraih salah satu Rasbery yang terlihat sangat matang dan menggiurkan tanpa menoleh kearahku.
"Apa kamu percaya bahwa aku selalu bisa menemukanmu dimanapun kamu bersembunyi?" Dia menatapku bingung tapi kemudian mengangguk.
"Kalau begitu jadikan aku kekuatanmu!" Dahinya berkerut dengan sorot mata semakin bingung.
"Aku tidak mengerti Sean! "
"Masalahmu. Jadikan aku kekuatanmu untuk menghadapi masalahmu." Pandangannya melembut.
"Jadi ini yang kamu maksud belajar menjadi kuat?" Aku mengangguk meng-iyakan.
"Jika seperti ini, kamu mengajariku bergantung dan memanfaatkanmu Sean, aku tidak bisa. Aku tahu, kamu kuat tapi tidak adil bagimu jika aku melakukannya."
"Aku tidak keberatan, sebagai gantinya kapanpun aku butuh rekan kamu harus mau menamaniku seperti sekarang. Adil kan?" Dia terdiam tampak berpikir.
"Kenapa kamu melakukan ini?"
"Jangan jawab pertanyaanku dengan pertanyaan sharena!”
"Tapi aku tidak mengerti kenapa harus aku, kamu bisa mencari orang lain yang lebih berguna untukmu, maksudku aku ini lemah dan tidak bisa kamu manfaatkan dari segi manapun. Kamu akan rugi jika menjalin kesepakatan denganku.” Benar juga, apa yang bisa aku manfaatkan dari gadis seperti dia? Aku juga tidak mengerti, tapi aku menginginkannya untuk menjadi rekan, atau mungkin partner, karena selama ini aku selalu sendirian.
"Hanya kamu yang tahu rahasiaku, aku tentu dapat keuntungan rahasiaku aman jika kita membuat kesepakatan.” Itu hanya alasan asal-asalanku saja. Pokoknya aku harus membuatnya terikat denganku. Entah apa alasannya aku juga tidak mengerti, aku hanya ingin membuatnya menjadi milikku.
"Sean maaf aku tidak bisa." Tiba-tiba saja aku merasa sangat marah mendengar penolakannya. Dia mundur satu langkah tampak sedikit ketakutan
"Tapi aku memaksa!” Ucapku datar dengan tatapan tajam mengarah ke matanya.
"Aku bisa jadi teman, tanpa kesepakatan.” Ucapnya pelan.
Tidak! Aku tidak butuh teman. Semua makhluk yang bernama teman hanya akan memanfaatkanku saja kemudian menusukku dari belakang. Aku benci sebutan teman. Pokoknya dia harus terikat denganku melalui kesepakatan, dan tidak akan aku berikan celah sekecil apapun untuk menghianatiku.
"Aku tidak butuh teman. Pilihanmu hanya menjadi partnerku melalui perjanjian, atau aku ganggu setiap hari. Aku bisa membuatmu lebih menderita dari hidup di neraka sharena!” Sorot matanya sangat ketakutan. Aku yakin, warna rambutku sudah berubah menjadi putih dengan mata merah menyala.
"Ta-tapi Sean, Aku—”
"Wah ada apa ini? Apa yang kau lakukan anak nakal, kau membuatnya takut." Bibi Janet menjewer telinga ku.
"Ah, ah ampun bibi, aku hanya sedang bercanda dengannya. Lepaskan!Telingaku mau lepas.” Sharena sudah hampir menangis, dia tampak menghapus air matanya yang tak terbendung.
"Pulang dari sini aku butuh jawaban Sharena! " Dia tampak kaget mendengar suaraku tanpa melihatku berucap.
"Berhenti mengganggunya seperti itu Sean! Tidak lihat dia hampir menangis?” Bibi Janet melotot ke arahku kemudian berbalik menghampiri Sharena dan mengusap lembut punggungnya.
"Tenang saja, anak nakal ini tidak akan pernah mencelakakanmu, begitulah caranya melindungi diri dari manusia. Dia jadi seperti itu semenjak—”
"Bibi! Berhentilah berkata yang tidak penting!” Bibi Janet menghembuskan napas lelah sambil menatap sedih ke arahku.
"Mau sampai kapan Sean? Tidak semua manusia sama seperti mereka.”
"Sudah sore ayok kita pulang Sharena!”
"Sean..!”
"Aku mohon bibi, tolong jangan campuri urusanku!!” Aku menarik lengan Sharena dan berjalan cepat keluar dari tempat ini. Aku benar-benar benci pembahasan itu.
***
Jangan menyuruhku menggantungkan hidupku padamu. Bagaimana jika aku merasa nyaman dan tidak ingin pergi?~SHARENA
"Cepat berikan jawabanmu sekarang!" Suasana hatinya benar-benar buruk. Aura yang keluar dari tubuhnya benar-benar membuatku merinding takut. Tapi aku juga menangkap kesedihan yang mendalam dari dalam dirinya. Sebenarnya apa yang terjadi dengannya, hingga membuatnya seperti itu?
"Baiklah, aku setuju dengan satu syarat.” Dia berhenti berjalan dan menatapku tajam.
"Kamu berani mengajukan syarat padaku? Apa kamu pikir aku sebaik itu?” Ku tahan getar ketakutan yang menguar di sekujur tubuh, aku harus berani menghadapinya.
"Kalau begitu bunuh aku saja sekarang! Aku tidak keberatan. Lagipula aku—”
"Baiklah apa syaratmu? Dasar cerewet!” Aku tersenyum. Entah kenapa dia sudah tidak semenakutkan saat pertama kali aku bertemu dengannya.
"Tidak ada rahasia diantara kita, tidak ada pemanfaatan secara materi, dan dilarang melibatkan hati dan perasaan.”
"Itu lebih dari satu syarat Sharena!”
"Tapi itu satu kalimat Sean.” Dia menatapku malas tapi kemudian mengangguk.
"Baiklah! Lagipula siapa yang akan menyukai gadis seperti dirimu.” Dia berbalik dan kembali berjalan.
"Aku belum lupa ciuman kita di kebun sekolah, dan sekedar informasi itu ciuman pertamaku tuan hantu penunggu kebun sekolah.”
"Ahhh... Itu, ternyata otakmu m***m juga ya? jangan bilang kamu selalu mengingatnya setiap waktu.” Dasar menjengkelkan.
"Siapa yang seperti itu, aku hanya mengingatkan jangan sampai terjadi lagi.” Dia tersenyum geli.
"Tenang saja, bukan hanya kamu yang pernah aku cium. Anggap saja itu bonus.” Bonus dia bilang? Hah! Narsis sekali setan satu ini. Memangnya siapa yang mau dicium oleh makhluk astral seperti dia.
"AKU TIDAK PEDULI DENGAN BIBIR ORANG LAIN TAPI JANGAN MILIKKU!” Entah keberanian darimana hingga aku bisa meneriakan kalimat itu. Dia menaikan satu alisnya sambil menatapku tidak peduli. Menyebalkan! "Baiklah ayo pulang, ibuku pasti kebingungan mencariku.”ucapku lagi.
"Siapa bilang aku sudah ingin pulang.”
"SEAN!” Rasanya aku ingin menangis saking kesalnya. Bagaimana hari-hari berikutnya? Belum genap satu hari bersamanya saja sudah membuatku darah tinggi.
"Kenapa Sharena? Aku tidak bilang kamu boleh mengaturku kan? Tidak ada dalam syaratmu bahwa aku akan mengijinkan saat kamu ingin pulang.” Cukup sudah! Makhluk ini adalah salah satu jenis yang paling menyebalkan di dunia. Aku mengatupkan bibirku tanpa mampu berkata-kata.
"Baiklah, lakukan sesukamu! " Ujarku lelah.
"Memang seperti itu seharusnya, semua berjalan sesuai keinginanku!” Kami berjalan dalam diam, kemudian berhenti di pantai. Aku menghentakkan kaki kesal, ingin sekali aku menggaruk wajah tampan yang selalu dibanggakannya itu.
"Tunggu disini, dan jangan kemana-mana!”
"Baiklah tuan Raja, memangnya aku bisa lari darimu?” Dia tetap melangkah menjauh tanpa memperdulikan ucapanku. Suasana hatinya sepertinya memang benar-benar buruk.
Dia naik keatas batu dipinggir pantai yang pasti akan sulit dijangkau oleh manusia biasa, kemudian duduk di ujungnya sambil menghadap kelautan lepas. Punggungnya tampak bergetar.
Dia menangis?
Tiba-tiba saja kemarahanku sirna dan berganti perasaan sedih dan sedikit bersalah. Bukan mulut pedas dan sifat menyebalkan yang barusaja dia tunjukan, yang tadi itu adalah pertahanan dirinya yang sekuat baja.
Ini pertama kalinya aku melihat Sean yang serapuh ini. Apa dia menganggapku seberbahaya itu, hingga memperlakukanku seperti tadi?
***