6. Babby Dont Cry!

1302 Words
Aku membutuhkan tembok yang tinggi untuk menghalangi perasaanku padamu yang mulai bergerak di luar mauku. Tidakkah kamu tahu bahwa kamu mudah di cintai? ~Sharena "Sharena,  tolong ibu ke pasar yah belikan ayam potong,  hari ini adikmu ulang tahun. " dia mengangguk dan tersenyum berbinar,  mengambil uang yang disodorkan ibunya dan berlari dengan riang menuju pasar. Hari ini Devan ulang tahun,  dia sudah tidak sabar melihat binar bahagia di mata kecil milik adiknya melihat ayam goreng kesukaannya tersaji dengan sempurna di meja makan. Siang ini matahari sangat terik,  tapi sharena tidak peduli.  Kegembiraan di hatinya mengalahkan segalanya. Dia berjalan,  sedikit berlari sambil mendendangkan lagu blackpink kesukaannya. Dia berhenti sejenak di tukang es krim yang kebetulan sedang istirahat di pinggir jalan.  Merogoh kantongnya dan menemukan selembar uang lima ribuan disana. "Bang,  es krimnya satu" laki-laki berseragam putih merah itu tersenyum sambil membukakan termos es krim untuk sharena. "Mau yang mana neng? " "Stroberi bang,  berapaan? " "Tiga ribu aja neng. " Sharena menyodorkan uang lima ribuan lusuh miliknya dan tersenyum sambil beranjak pergi setelah mengambil kembaliannya.  "Yah yang stroberinya abis mbak,  terakhir tadi dibeli sama neng yang di depan itu. " Sharena berhenti mendengar samar es krim stroberinya di sebut.  Dia berbalik dan melihat seorang ibu hamil sedang menatap kecewa bahkan hampir menangis kerena es krim stroberinya habis.  Sang suami sedang coba membujuknya untuk membeli di tempat lain,  tapi sepertinya ibu itu tidak mau. Sharena mengerti dengan ibu hamil dan nyidamnya yang tak terbantahkan.  Dia berjalan mendekat sambil tersenyum. "Ini es krim stroberinya buat mbak aja" Ada binar bahagia terpancar dari mata sang ibu. "Wahh,  beneran boleh? " Sharena mengangguk sambil tersenyum. "Yudah saya ganti uangnya saja? Atau kamu pilih rasa lain?" ujar si suami.  Sharena menggeleng. "Gak usah mas,  buat dedek bayinya aja biar gak ngiler. Keliatannya juga es krimnya udah abis." Sharena tersenyum sambil menatap takjub ke arah perut sang ibu yang sudah kelihatan membesar. Di sebelahnya si abang es krim tampak beranjak untuk pulang setelah tiga anak kecil baru saja membeli es krim terakhirnya. "Wah terimakasih tante,  dedek seneng.  Semoga kalau dedek gede nanti jadi anak sebaik tante yah? " Sharena terkikik mendengar si mbak yang menirukan suara anak kecil. "Aamiin!!! " "Kamu mau kemana?  Ayo biar sekalian kami antar? " Sang suami tersenyum menawarkan. "Gak usah udah deket ko mas pasarnya.  Yaudah aku duluan.  Dadah dedek bayi" Sharena berbalik dan melanjutkan perjalanannya. Pasangan suami istri itu tersenyum bahagia.  Menemukan bahwa di dunia ini masih ada orang yang baik. "Bang ayamnya di potong,  setengah aja yah? " Si bapak tukang ayam sudah siap membelah satu ayam menjadi dua,  tapi kemudian berhenti melihat langganan kesayangannya tampak mendekat. "Jangan setengah bang,  satu aja biar aku yang bayar" sharena tersenyum mendengar suara maskulin yang sangat di kenalnya itu. Dia berbalik,  dan benar saja laki-laki itu sedang berdiri menjulang, dengan senyum khas dewa Yunani nya yang memabukan. "Dokter Randy,  gak usah?  Nanti ngerepotin. " Laki-laki itu tersenyum sambil mengacak poni tebal sharena. "Gak papa kok sekalian aku juga mau beli satu.  " " bang jadi dua yah,  satu buat gadis cantik ini.  Dan yang satu di potong kaya biasa !" Sharena tersipu mendengar laki-laki tampan itu menyebutnya gadis cantik.  Pipinya bahkan sudah berubah warna menjadi pink sekarang. "Makasih kalau gitu" Ujarnya malu-malu. Sharena tidak tahu saja,  bahwa sikap malu-malunya ini membuat Randy mencengkeram tangannya erat menahan gemash ingin mencubit pipi chubby itu. Akhirnya setelah berakhir pencarian ayam potong itu,  mereka berdua memilih duduk di bawah pohon beringin sambil menyantap es cendol segar langganan sharena. "Gimana sekolahnya?  Seru? " Ujar Randy memulai percakapan. "Biasa aja dok,  masih membosankan seperti biasanya. " Jawab sharena sambil mengunyah cendol yang entah kenapa siang ini terasa seperti jus jeruk yang sangat menyegarkan.  Randy terkekeh. "Gimana mau jadi dokter kalau sekolahnya males malesan? " Sharena berhenti mengunyah dan menatap laki-laki itu dengan cemberut. "Siapa yang males-malesan aku anak yang rajin tahu. " Protesnya tidak terima. "Itu tadi kamu bilang membosankan?  Rajin darimananya? " Sharena terdiam sambil menghembuskan nafas lelah. "Ketika tidak memiliki teman di sekolah maka sekolah akan membosankan dok. " "Mana mungkin gadis secantik kamu tidak punya temen.  Aku gak percaya" Dokter Randy tertawa sambil menatap ekpresi lucu dari wajah Sharena yang berganti-ganti. "Jaman sekarang orang pilih teman cantik,  pintar atau kualitas seseorang dok,  ketika kamu menjadi seseorang yang sangat potensial untuk dimanfaatkan baik dari segi materi atau pergaulan,  maka booom!!!  Semua orang mengantri menjadi temanmu.  Sedangkan gadis seperti aku,  tidak ada yang bisa dimanfaatkan,  kecuali awwww" Sharena melotot sambil memegangi jidatnya yang baru saja di pukul randi."Sakit tahu! " Bibirnya mengerucut sebal. "Aku sedang menyadarkan pemikiran sempit milikmu. "Sharena mengernyit.  Sedikit tidak terima dibilang berpikiran sempit. Tapi dia diam saja menunggu kelanjutan ucapan laki-laki itu. "Sharena sayang,  kamu sendiri tidak menghargai diri kamu sendiri,  bagaimana orang lain akan menghargaimu?  Memangnya miskin sebuah dosa??  Kalau kamu menganggap berteman harus mendapatkan sesuatu,  bukankah kamu sama saja dengan mereka?  Jika menurutmu mereka itu salah,  jangan jadi seperti mereka Sharena!!" "Jika kamu tulus,  maka kamu juga akan bertemu dengan orang yang tulus juga suatu hari.  Terkadang orang jahat,  tidak sepenuhnya jahat.  Mungkin saja dia bersikap jahat karena tidak punya pelampiasan untuk perasaan marah terpendamnya.  Coba lihat seseorang jangan hanya dari pikiranmu,  tapi dengan hatimu juga. " Randy tersenyum melihat Sharena tampak berpikir.  Gadis itu sedang teringat si makhluk astral menyebalkan itu.  Mungkinkah Sean juga seperti itu?? Dia menepak kepalanya,  setelah sadar bahwa lagi-lagi dia mengingat bocah menyebalkan itu. "Wahh terimakasih nasihat berharganya dok,  aku akan mencoba! " Randy mengepalkan kedua tangannya sambil menekuk kedua sikunya lebih dekat ke dadanya kemudian meneriakan semangat sambil menghentikan tangannya mantap. "Wah,  panas-panas begini ada yang pacaran tidak tahu tempat rupanya.  Kak Randy,  ayok pulang!!" Sharena ternganga melihat siapa yang datang dan menyeret dokter randy. "Celine,  kamu apa-apaan sih" "Pokoknya aku gak suka,  kakak deket-deket sama orang ini!  Asal kakak tahu,  dia itu anak penjahat.  Ayahnya dipenjara karena kasus pembunuhan. Dan kakak tahu siapa korbannya?" mata sharena sudah berkaca-kaca. "CELINE CUKUP!!  KAMU KETERLALUAN. " Randy berteriak memperingatkan.  Tapi Celine tidak takut sedikitpun. “Audy Meisya,  tunangan kakak!” Seperti petir menyambar disiang bolong.  Randy tidak bersuara lagi begitupun Sharena.  Randy memandang Sharena tidak percaya,  dan kembali menatap Celine. "Benar!,  Sharena adalah Putri dari Indra Sasongko.  Pembunuh tunangan kak Randy" "Cukuppp!!!  Ayahku bukan pembunuh!! " Teriak Sharena marah. Air matanya sudah bercucuran.  Luka yang selalu ditahannya setiap hari,  mendengar bisikan sana sini dari tetangganya akhirnya menganga dengan sempurna.  Terlebih lagi dia baru mengetahui bahwa korban dari pembunuhan yang di bebankan kepada ayahnya sebagai tersangka adalah tunangan dari dokter Randy Wijaya.  Laki-laki yang selama ini dikaguminya, dan sedikit dicintainya.  Pahlawan bagi adiknya yang sempat terkena penyakit jantung kronis. Satu-satunya teman baik yang Sharena punya. "Wah,  siapa ini?  Berani-beraninya membuat Sharenaku menangis. " Suara itu? "Sean? " Ucap Sharena lirih.  Melihat bocah itu berjalan mendekat ke arahnya sambil tersenyum,  meraih tubuhnya dalam rengkuhan hangat miliknya.  Sharena tahu,  anak ini sedang marah karena rambutnya berwarna putih.  Tapi Sharena tidak melihat kilatan merah seperti biasanya. "Pantaskah kalian melimpahkan kesalahan orang lain kepadanya?  Jika memang benar ayahnya pembunuh,  apa Sharena ikut terlibat?  Urus saja urusan kalian sendiri!  Jangan suka menghakimi orang lain.  Belum tentu tangan kalian berdua suci. " Sean menatap tajam kearah Celine dan Randy bergantian. "Dengar  saudara Celine yang terhormat,  jangan kau pikir aku tidak tahu bagaiman kau memperlakukan Sharena di sekolah.  Aku masih diam,  tapi sekali lagi kau membuatnya menangis seperti ini,  jangan harap keesokan paginya kau masih bisa tidur nyenyak dikamarmu. "  Celine menunduk sambil bergetar takut,  dia tahu pasti seberapa besar keluarga Sean berpengaruh terhadap kehidupan keluarganya. "Dan kau?  Laki-laki sialan,  ini peringatan terakhir. Jangan ganggu milikku !!" Sean menarik Sharena masuk ke dalam mobilnya,  setelah sukses mengucapkan kalimat terakhir dengan nada ancaman yang mengerikan. "Gadisku tidak boleh menangis!  Ini yang terakhir,  kamu mengerti Sharena?" Bisiknya lembut ketika Sean berhasil melajukan mobilnya menjauh dari dua orang menyebalkan itu. ***    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD