Bab 2 : Dosen Pencabut Nyawa

2464 Words
*Membaca Al-Qur'an lebih utama* Hari ini Nabila sedikit terlambat bangun, menyebabkan ia dengan secepat kilat mempersiapkan semua sebelum berangkat ke kampus, dengan memilih gamis berwarna navi dan juga hijab berwarna abu-abu, tanpa sarapan ia langsung menuju ke kampus dengan mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan penuh. Waktu yang seharusnya ditempuh Nabila menuju kampus adalah 45 menit, menjadi 24 menit, dengan kecepatan penuh ia berlari melewati lorong-lorong kelas, ada rasa kesal didalam hatinya, kenapa tiba-tiba kelasnya terasa jauh sekali, seperti berada di Papua Nugini saja, duh malah sudah telat 3 menit lagi. Nabila langsung masuk menerobos pintu seperti mendobraknya, Manarik atensi semua orang yang berada di kelas, tepat di depan sana, di podium yang berada di depan kelas, berdiri dengan gagah laki-laki yang menatapnya dengan tajam, sedangkan Nabila mengerutkan dahinya tidak paham, siapa laki-laki didepan sana? Akh mungkin dosen, pikirnya. "Ekhem, ngapain kamu?" Tanya laki-laki itu dengan nada dinginnya. "Emm... Maaf, pak saya telat," ucapnya dengan pelan, bagaimanapun tatapan dosen dihadapannya sangat menakutkan lebih menakutkan ketika ia bertemu dengan spesies langkah yang menyandang sahabat Hafidz. Akh, mengingat kemarin, ia jadi kembali emosi, tanpa sadar ia telah memelototi dosen baru di hadapannya. "Kamu melotot kepada saya? Dan Kamu telat 3 menit 19 detik. " Nabila langsung tersadar dan langsung gelagapan, sedangkan teman sekelasnya hanya menahan tawa melihat tingkah konyol Nabila. Dan apa-apaan dosen baru ini, sampai harus sedetail itu. "Eh, eng-gak, Pak." "Halah, sudah, sana kamu keluar! Dan rangkum materi yang saya terangkan hari ini, jam 12 siang wajib dikumpul jika ingin nilai kamu aman." "HAH! YANG BENAR SAJA PAK!" Nabila yang tersadar dengan nada suaranya yang naik langsung menutup mulutnya dengan tangan. "kamu membentak saya?" Nabila hanya menggeleng, dan juga semakin menunduk. "Sudah sana cepat kerjakan, dan satu lagi! Nyawa kamu berkurang satu." Ucap sang dosen dengan penekanan terhadap kalimat terakhir, sedangkan Nabila hanya menurut keluar dari ruangan terkutuk itu dengan perasaan sangat kesal, kenapa dua hari ini ada saja orang yang membuatnya kesal setengah mati. Apa tadi katanya? Nyawa Nabila berkurang satu? Dikira Nabila kucing punya nyawa lebih dari satu. Gila tuh dosen. Pikirnya Dengan penuh kedongkolan Nabila menuju taman belakang kampus guna menenangkan pikirannya yang sedang kalut sendirian, karena esok adalah hari pernikahan Niswah dengan pak dosen mereka yaitu Hafidz, jadi Niswah sudah ambil cuti untuk tiga hari kedepan. Ada rasa sepi merayap didalam hatinya, selama ini hanya Niswah lah yang menjadi teman serta sahabat dan sudah ia anggap sebagai keluarga yang menemani dan menyemangatinya. Apa ketika Niswah telah menikah nanti mereka akan seakrab dulu? Lalu bagaimana jika ia merasa sendiri seperti ini, ya tuhan, jangan ambil sahabatnya satu itu. Karena asyik melamun, Nabila tidak sadar jika ia sudah terlalu lama berada di taman. Pluk! "Awsss... Sakit banget, kerjaan siapa ini?" Ucap Nabila celingak-celinguk melihat sekitar, ketika ia melihat sebuah kaleng minuman yang mendarat dengan sempurna di kepalanya yang terlapisi jilbab. Pandangan Nabila terfokus pada sosok yang baru saja berjalan melewati lorong yang berdekatan dengan nya saat ini, pasti laki-laki itu yang melemparkan kaleng minuman ini padanya. Awas saja ia. "Hey, hey tunggu, hey!" Panggil Nabila dengan mengejarnya penuh emosi. Pukk! UPS! Sepatu Nabila meluncur dengan cepat mengenai tepat sasaran, Nabila yang melihat itu tertawa terbahak-bahak sambil melompat girang, tanpa sadar tatapan tajam dari ornag yang sudah terkena lemparannya. Nabila masih tertawa dan jongkok di lorong kampus tersebut, hingga ia melihat sepatu pria berada tepat dihadapannya, langsung saja ia mendongak dan.... "Astagfirullah... Setan pencabut nyawa kok ada disini, ya Allah ampuni dosa hambamu, segera hempaskan makhluk kutub yang ada di hadapan hamba," doanya lirih, namun masih bisa di dengar oleh pria yang ia sebut sebagai pencabut nyawa. "Nabila Ananda, silahkan ke ruangan saya sekarang juga!" Nabila langsung tersadar dan baru menyadari yang tadi bukan lah setan, tapi memang dosen pencabut nyawa ya lah yang ia timpuk sepatu. Nabila menatap punggung lebar itu telah menjauh darinya, kenapa ia harus selalu berurusan dengan manusia kutub itu, bikin susah saja. . Sambil menggerutu dan mengucapkan kata sabar setelahnya, Nabila dengan keberanian yang tinggal setengah melangkah ke arah ruangan dosen pencabut nyawa tersebut, ia terlihat bimbang untuk mengetuk pintu yang ada di hadapannya, ya tuhan, mengapa ia harus berurusan dengan manusia menyebalkan beberapa hari ini. Tok! tok! tok! Ketuk Nabila pelan, jika tidak mengingat didalam ruangan itu adalah dosen nya, mungkin ia sudah mendobrak pintu ini. Katakan saja ia gadis bar-bar karna pada kenyataannya ia akan bar bar pada situasi yang tertentu, misalnya pada saat ini, mungkin! Ceklek! "Kamu kalau mau masuk yah tinggal masuk aja!" Nabila yang mendengarkan itu hanya melongo dengan mulut menganga dan kepala yang sibuk berpikir. "Ini dosen gila kali yah? Bukan nya dimana-mana kalau mau masuk ruangan orang harus ketuk pintu dulu, setelah di perbolehkan masuk, baru kita boleh masuk, lah ini, ajaib emang," batin Nabila. Nabila langsung masuk kedalam ruangan dosen tersebut, sambil melirik kanan kiri yang berjejer meja dan juga lemari-lemari dengan tumpukan buku, setaunya ini ruangan wakil dekan II, tapi kenapa manusia ini ada di ruangan ini? Atau dia asisten dari pak Rudi? Nabila masih sibuk melihat seluruh ruangan yang asing baginya, kecuali ruangan WD III baru ia sering menghadap kesana karena ada beberapa masalah. Nabila berdiri dihadapan sang dosen, tak sengaja ia melihat papan nama yang tertera di meja tersebut. Anandito Alaska. S.pd. SH. S.E. M.Pd. Astaga, seberapa pintar dosennya ini, terlalu banyak gelar, dan namanya Anandito, emm enaknya di panggil apa yah? Pazril sepertinya seru, Pak Izrail. Mantap jiwa, Nabila tertawa didalam hati. "Nabila Ananda, terlambat masuk kelas 3 menit 19 detik, tidak menyelesaikan hukuman tepat waktu, dan melempar dosen dengan sepatunya. Apa hukuman yang tepat untuk kamu,Nabila?" Nabila meneguk ludahnya kasar, astaga kiamat dunia ini namanya. Duh! Nabila kenapa sampai lupa ada tugas sebagai hukumannya tadi astag, eh, tapi tunggu dulu! "Maaf pak, bukannya bapak seharusnya masih dikelas sekarang?" "Kamu ngatur saya?" Lah, abuigile, cuma nanya doang. "Eh eh, enggak pak, saya kan cuma nanya." "Apakah itu penting Nabila?" Nabila langsung menggeleng pelan, memang tidak penting sih, bisa saja tadi dosennya ini keluar kelas karna ada urusan, lalu setelahnya ia melempar sepatu ke kepala dosen singing ini, astaga sudah berapa banyak julukan pria dihadapannya ini yang ia sematkan. Omong-omong, ini kepala pak dosen enggak benjol kan? Atau lebih parah, tidak mengalami geger otak kan? Apa nanti dosennya akan melaporkan ia atas kasus penganiyaan, tapikan ia tidak sengaja, akh! Iya, pasti tidak kan, tolong yakin kan Nabila teman-teman. "Saya beri keringanan kepada kamu, rangkum semua materi satu semester ini, ubah kebentuk jurnal lalu kirim lewat e-mail pukul 20:00 WIB!" "Astagfirullah, pak yang benar saja ngasih tugasnya, mana bisa saya sesingkat itu. " "Mau di tambah lagi Nabila?" Nabila langsung menggeleng dan keluar ruangan tersebut tanpa mengucap salam, yang pasti dosen bernama ANANDITO ALASKA masuk ke dalam blacklist calon suami idaman. --"-- Sepulang dari kampus, Nabila langsung menuju cafe tempatnya bekerja, hari ini ia tidak mengambil job lembur, karena harus bersiap ke rumah Niswah yang akan melangsungkan pernikahan nya besok, dan Nabila sengaja datang lebih awal atas permintaan dari Niswah sendiri. Matahari sedang terik-teriknya, dan Nabila sama sekali belum ada makan apapun dari tadi pagi, dikarenakan ia terlambat dan harus bersiap dengan cepat. Sedangkan keadaan rumah yang sangat sepi itu adalah hal biasa baginya, malah ia bersyukur rumah itu tidak ada penghuninya selain dirinya seorang, ia tidak membenci kehadiran sang Abi, tapi ada rasa takut dan trauma sendiri ketika melihat sosok yang ia panggil Abi tersebut, kilat marah dan aura penuh kebencian akan langsung menguar dari dalam diri sang Abi ketika melihat ia melakukan kesalahan sekecil apapun, maka dari itu, sebisa mungkin Nabila harus tau jadwal kepulangan sang Abi dari urusan pekerjaannya. Kembali lagi ke keadaan Nabila sekarang, lalu lalang kendaraan sama sekali tidak ia hiraukan, karna fokusnya terpecah dengan rasa perih yang berasal dari perut bagian atas atau di sekitar ulu hati, ia yakin magh nya kambuh. Hingga ia memutuskan masuk kedalam sebuah kedai kopi, disana free WiFi mungkin ia bisa menyicil tugas yang di berikan bapak Izrail, akh! Mengingat dosen pencabut nyawa tersebut, ia jadi ingat kejadian tadi setelah ia keluar dari ruangan Izrail. Flashback on Saya beri keringanan kepada kamu, rangkum semua materi satu semester ini, ubah kebentuk jurnal lalu kirim lewat e-mail pukul 20:00 WIB!" "Astagfirullah, pak yang benar saja ngasih tugasnya, mana bisa saya sesingkat itu. " "Mau di tambah lagi Nabila?" Nabila langsung menggeleng dan keluar ruangan tersebut tanpa mengucap salam, yang pasti dosen bernama ANANDITO ALASKA masuk ke dalam blacklist calon suami idaman. Dengan menutup pintu dengan sangat kuat, sampai beberapa mahasiswa yang kebetulan lewat melihatnya dengan tatapan heran dan terkejut, Nabila sangat tidak peduli akan itu, ia langsung berjalan dengan langkah seperti hentakan, sambil menggerutu dan menyumpah serapahi Dito. "Dasar dosen Izrail, ngasih tugas seenak jidat aja, dikira cuma dia aja yang sibuk, ya Allah, malah nanti mau ke tempat Niswah lagi, ini tugas kapan keluarnya." Hampir saja ia menangis dengan keras, rasanya ia sangat menyesal memasuki kelas tadi, tau gitu lebih baik ia tidak masuk sekalian. Hingga Niswah sampai di kantin fakultas ekonomi, ia melihat banyak segerombolan laki-laki yang sedang bermain gitar tepat di depan pintu masuk kantin, kalau sudah begini lebih baik ia putar arah saja, dari pada harus melewati pintu dengan para buaya yang menjaganya, habis ia disantap nanti. Lagi pula salahnya, sudah jelas makan di kantin fakultas pendidikan, sebagian laki-lakinya sibuk mini riset ke sekolah-sekolah, buat media belajar, ada yang magang dan masih banyak lagi tugas yang biasanya dikumpul mendekati ujian akhir semester seperti ini. Nabila memilih kursi pojok yang menghadap langsung ke lapangan futsal, tampak disana beberapa orang sedang bermain futsal, padahal matahari lagi terik-teriknya, namun tak lama pandangan Niswah terganggu akibat sosok laki-laki yang sedang melambaikan tangan sambil berteriak memanggil namanya. "NENG NABILA UNYIL, WOY!!!" Teriakan suara itu membuat Nabila buru-buru keluar dari area kantin dan sembunyi menghindari laki-laki gila tersebut yang ia ketahui namanya adalah RIAN ATMAJA. flashback off. Dan disinilah dia sekarang, terdampar di tengah panas nya cuaca sambil mencari tongkrongan WiFi, nasib anak kuliahan yang harus banting tulang yah begini, kuota saja harus benar-benar diirit. Nabila dengan cepat membuka laptopnya mengerjakan tugas yang diberikan oleh pakZril namun, baru saja ia ketika beberapa huruf, gangguan itu datang lagi, kali ini sampai membuat ia susah bernafas dengan normal. Dihadapannya berdiri pria paruh baya yang sedang menatapnya dengan aura kebencian dan kemarahan yang jelas, bahkan tanpa sadar bulu kuduk Nabila meradang. "A-abi?" Ucapnya dengan penuh tanda tanya. Orang yang di panggil Abi masih menatap ia dengan datar, tak ada sama sekali raut kasih sayang yang tampak dari wajah beliau. "Ikut saya, kalau masih mau saya anggap kamu ada di dunia. " Jleb! Kata-kata itu tepat mengenai ulu hati Nabila, ia merasakan sesak luar biasa akibat perkataan sang Abi, apa tidak se-berharga itu ia di mata pria yang sudah mulai melangkah keluar dari kafe. Nabila dengan gemuruh di d**a nya mengikuti langkah kaki tersebut sampai ia ke mobil yang sudah ia ketahui siapa pemiliknya, tampak juga sang Abi yang sudah berdiri disebelah mobil tersebut. Dengan langkah takut ia mendekati dan mencoba berani. "Kamu tau apa kesalahan kamu?" ucapan pelan itu nyatanya mampu membuat Nabila sedikit tersentak kaget. Alarm waspada seketika langsung meresak masuk kedalam kinerja otaknya. "Jawab Nabila, kamu tau apa kesalahan kamu?" Nabila hanya menggeleng pelan menanggapi pertanyaan tersebut, karna faktanya ia juga tidak tau kesalahan apa yang sudah ia perbuat sampai menyebabkan pria yang ia sebut Abi ini harus repot-repot datang. Dengan dari telunjuknya, Abi Nabila mendorong kening sang putri dengan kejam. Untung saja parkiran ini sepi dari orang-orang berlalu lalang, jadi tidak ada yang melihat hal ini selain Nabila dan juga Abinya. "Dasar anak tidak tau diri, selalu merepotkan, apa kamu tidak bisa membayar uang kuliah kamu sendiri hah? Sampai harus uang saya yang kamu pakai!" Tubuh Niswah langsung membeku, ia baru ingat, ia sudah menerima 2 kali panggilan untuk menghadap WD III terkait uang BPP nya semester ini, dan berarti yang ketiga kali ia sudah panggilan wali mahasiswa. Ya Allah ini bakal jadi masalah besar bagi Nabila. "Maaf Abi, Nabila sama sekali tidak ingin merepotkan Abi, makanya Nabila tidak beritahu, tapi sumpah Abi, Nabila memang tidak punya uang untuk bayar uang itu." Nabila hanya bisa terisak kecil, ya tuhan, disaat mahasiswa lain hanya memikirkan perkuliahan nya, ia sendiri harus banting tulang mencari uang untuk membayar semester nya kali ini, padahal jika melihat gaya sang Abi maka sangat tidak mungkin Nabila akan kesusahan membayar uang kuliah seperti ini. "Tidak merepotkan kamu bilang? Masih syukur saya masih mau menampung kamu di rumah, anak tidak berguna seperti kamu harusnya beruntung memiliki ayah seperti saya, walaupun kamu sudah membunuh istri saya, saya tidak pernah ikut membunuh kamu. Paham kamu!" Nabila hanya bisa menunduk sembari meremas dadanya guna mengurangi rasa sesak meski pada faktany itu sama sekali tidak membantu Nabila. Sebenarnya terbuat dari apa hati Abinya ini? Kenapa begitu tega, kemana rasa kasih sayang ia sebagai orang tua, padahal jika boleh memilih, lebih baik Nabila saja yang mati jangan Ummi-nya. "Abi hiks, jika Nabila boleh memilih, lebih baik Nabila saja yang pergi jangan Ummi, karena Nabila hidup juga tidak ada yang mengharapkan kehadiran Nabila, termasuk Abi kan? Biar Nabila pergi, ini terakhir kali Nabila merepotkan Abi, setelah ini tidak akan terjadi lagi. Nabila janji hiks," ucapan Nabila yang mencoba tegar, nyatanya tak mampu membuat hati pria itu luluh. Mendengar itu, ia hanya terdiam lalu masuk kedalam mobil, meninggalkan Nabila yang sudah terisak pilu menatap sang Abi yang sudah berlalu. "Kamu ngapain nangis di tengah parkiran begini? Mau ngamen? Atau karna saya kasih tugas tadi?" Mendengar itu, spontan Nabila langsung membalikkan badan, dan tubuhnya langsung menegang, sejak kapan dosen gilanya berada disini? Apa dia mendengar obrolan ia bersama Abi tadi? Tidak, jangan sampai ada yang tau bahwa kondisi ia dan Abi tidak sebaik yang tampak, ia tidak ingin membuat nama Abinya tercoreng nantinya. "Ba-bapak, sudah lama disini?" Tanya nya lirih. Dito yang mendengar itu, hanya menggeleng pelan, ia terpaksa bohong terhadap wanita mungil dihadapannya ini, karna sejujurnya ia sudah berada di sana sejak laki-laki paruh baya yang ia duga ayah dari Nabila itu melontarkan kalimat kasarnya terhadap wanita di hadapannya. Ia mendengar semua dengan jelas, bagaiman kalimat demi kalimat yang membuat ia mendidih dan berkeinginan menghajar pria tersebut, ia yang mendengar saja merasakan sakit luar biasa, bagaimana dengan notabennya Nabila yang berada di posisi sebagi orang yang dituju oleh kata-kata tersebut. Nabila yang mendengar perkataan dosennya, tersenyum lega, setidaknya masalah ini masih ia yang tau. Sedangkan Dito yang melihat senyuman lega itu hanya bisa tersenyum miris, bagaimana Nabila mencoba menjadi kuat dihadapan orang lain, padahal ia tau tadi Nabila terisak dengan hebat sampai ia sendiri yang mendengarnya hampir menitihkan air mata. "Gadis yang kuat, dan aku suka." Batin Dito dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD