Lima Belas

1271 Words
%%% Nasya dan Bara kini tengah menikmati makan malam mereka. Nasya tampak masih menyimpan kekesalan pada Bara. Sejak tadi gadis itu malas bahkan hanya untuk sekadar menjawab pertanyaan-pertanyaan Bara. "Ayamnya mau nambah?" tawar Bara sembari menyodorkan piring berisi dua potong ayam yang masih tersisa.  "Nggak," jawab Nasya singkat. Kedua tangannya masih asyik memotong ayam di piringnya. Bara mendengus. Lalu kembali meraih sendoknya sendiri. Namun, lama-lama ia tidak betah sendiri jika Nasya terus mendiamkannya seperti ini. "Sya, marah kenapa sih?" tanya Bara setelah menelan suapan terakhirnya. Nasya enggak menjawab pertanyaan Bara, yang membuat pria itu semakin bertanya-tanya. "Sya, kalau-" 'Ting tong' "Nah itu dia!" pekik Nasya yang membuat ucapan Bara terpotong. Bara menyerit. Kenapa gadis di hadapannya tiba-tiba tampak kegirangan?  "Dia siapa?" selidik Bara. "Bara ganteng," panggil Nasya tanpa menjawab pertanyaan Bara terlebih dahulu. Wajahnya sudah memasang senyum semanis mungkin. 'Perasaanku tidak enak,' batin Bara. "Aku pesan sesuatu tadi, tapi kan kamu tahu aku nggak punya uang. Ucapan kamu tadi masih berlaku, nggak?" tanya Nasya memasang puppy eyes nya. "Ucapan yang mana?" bingung Bara. "Katanya kamu mau nanggung semua kebutuhan aku selama di Jogja, kan? Masih berlaku nggak?" tanya Nasya. Bara mengangguk. Sekarang ia paham apa yang gadis itu inginkan. Lelaki itu pun segera bangkit menuju kamar. Selang beberapa detik, ia kembali dengan sebuah benda berbentuk kotak berwarna gelap dan langsung menyodorkannya pada Nasya. Kini giliran Nasya yang menyerit bingung. "Gunakan sebanyak yang kamu mau!" ujar Bara santai sembari kembali duduk di hadapan Nasya. Nasya melongo tak percaya melihat pria di hadapannya begitu santainya menyodorkan dompet yang tampak mahal itu pada orang sembarangan. "Hehe.. ambilin aja! Nggak enak aku kalau disodorin dompet gini. Kayak perampok, tahu?" pinta Nasya. Bara terkekeh lalu mengambil kembali dompetnya. "Butuh berapa?" tanya Bara. "Cuma tiga ratus ribu, kok," jawab Nasya.  Bara segera mengeluarkan tiga lembar uang seratus ribuan dan memberikannya pada Nasya. "Makasih, Bara ganteng," ujar Nasya setelah menyambar tiga lembar uang bergambar Ir. Soekarno dan Bung Hatta tersebut. Gadis itu pun langsung meluncur menuju ruang tamunya.  Meluncur? Ya. Gerakannya terlalu gesit untuk dikatakan sekadar berlari. Bahkan Bara sempat mendelik melihat pujaan hatinya yang bisa menghilang dalam hitungan detik. Dari pada bingung memikirkan sikap Nasya, Bara memilih merapikan meja makan. Ia memindahkan piring-piring kotor dan makanan sisa ke dapur. Sekalian saja piringnya ia cuci. Karena Bi Surti sudah pulang sejak sore tadi. Dan tidak mungkin juga ia menyuruh Nasya. Yang ada gadis itu ngamuk nanti lagi. Melihatnya diam begitu saja Bara sudah tersiksa.  Dan Bara tidak mau menambah masalah. Lebih baik sekarang dia mengalah dulu, agar tidak terjadi peperangan lagi. Tapi besok lihat saja, kalau Nasya sudah jinak, Bara pastikan gadis itu yang akan mencuci piring bekas makan malam mereka setiap hari. Setelah selesai dengan kegiatannya, Bara segera masuk ke kamar. Ia benar-benar lelah hari ini. Dan bahkan ia masih memiliki beberapa berkas yang harus diperiksa. Baru saja Bara membalikan badan pasca membuka pintu kamarnya,  lelaki itu langsung dibuat diam seribu bahasa oleh tingkah Nasya. "Kok diam di situ? Kenapa? Ganggu ya kalau ini di sini?" tanya Nasya yang melihat keanehan pada Bara. Gadis itu sudah tampak biasa saja, tidak kesal seperti saat di meja makan. Mungkin karena masalah yang berhasil ia pecahkan dengan kekreatifannya yang nyatanya mampu membuat Bara kembali meradang. "Iya," jawab Bara atas pertanyaan yang terlontar dari mulut Nasya. "Oh, oke. Aku pindah ke luar deh kalau gitu," balas Nasya santai sembari membenahi kembali benda yang baru saja ia bongkar. Nasya meraup benda yang tak lain adalah sleeping bag itu kemudian berjalan ke arah pintu. Namun, ketika hendak melewati Bara, tangan gadis mungil itu merasa seseorang menahan tangannya. "Itunya saja yang dipindahkan. Kamu jangan!" pinta Bara. Nasya segera menghempaskan tangan Bara lalu mengeratkan pelukannya pada sleeping bag yang baru saja ia beli secara online itu. "Pokoknya aku mau tidur di sleeping bag. Lebih safety," ujar Nasya. Bara menghela napas kemudian berlalu ke kamar mandi tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Nasya mengartikan sikap Bara sebagai persetujuan atas ide kreatifnya itu. Maka, Nasya pun kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang tengah. Sampainya di ruang tengah, Nasya menggelar kembali sleeping bag itu kemudian masuk ke dalamnya. Ia pun tak langsung tidur. Melainkan masih memainkan handphonenya sembari bersantai. Suara pintu terbuka berhasil mengusik Nasya. Ia melirik ke arah Bara yang kini tengah berjalan ke arahnya. "Di sini nggak boleh juga, ya?" tanya Nasya sembari menatap Bara. Bara berhenti tepat di samping Nasya. Pria itu terdiam sambil terus mengamati wajah memelas Nasya yang begitu menggemaskan. "Lalu bolehnya di mana?" tanya Nasya lagi. Padahal ia memilih ruang tengah karena ada karpet yang cukup luas dan bisa ia jadikan alas agar sleeping bagnya tidak gampang kotor. Tanpa menjawab pertanyaan Nasya, Bara berjongkok lalu mengangkat Nasya yang bentuknya menyerupai kepompong itu ke dalam gendongannya. Nasya terpenjat. Ia menggeliat meminta Bara menurunkannya. Namun, Bara seakan memasang mode tuli dan enggan menanggapi rengekan Nasya. "Turunin! Jangan angkat seenaknya!" kesal Nasya.  "Bar, eh... kok ke sini lagi? Katanya tadi nggak boleh," ujar Nasya ketika Bara membawanya masuk ke dalam kamar. 'Bruukkk' "Awww..." Nasya sedikit meringis saat Bara melemparkannya ke atas tempat tidur. Sebenarnya tidak sakit, karena kasur Bara memang begitu empuk. Hanya saja gadis itu cukup shock dengan apa yang baru saja Bara lakukan. "Kok di sini? Aku nggak mau," ujar Nasya sembari menggeliat-menggeliat seperti ulat.  Bara tak ambil pusing dengan tingkah Nasya. Ia mendorong Nasya hingga gadis itu dengan mudahnya menggelinding ke sisi tempat tidur sebelah kiri, lalu Bara segera membaringkan tubuhnya di bagian yang tadi ditempati Nasya. Nasya bangkit duduk dan menurunkan resleting sleeping bagnya. Ia baru sadar jika sedari tadi benda itulah yang membatasi pergerakannya.  Namun, baru sepersekian detik mencoba meloloskan diri dan kantung hangat itu, tubuh Nasya terhempas ke tempat tidur. Ia kembali berbaring, dan sialnya kini ada sebuah tangan kekar yang semakin memperkecil ruang geraknya. "Bar," panggil Nasya, setengah protes lebih tepatnya. "Hmm," balas Bara santai. Nasya melirik ke kanan, dan sialnya wajah lelaki itu terlalu dekat dengannya. Bahkan ketika Nasya kembali menatap ke langit-langit, napas Bara terasa berhembus di sekitar telinganya. "Bar, aku tidur bawah aja, ya?" pinta Nasya. "Tidak," tolak Bara. Nasya kembali melirik ke arah pria yang kini tengah mengkungkungnya itu. Namun ternyata lelaki itu dengan santainya malah memejamkan mata. Nasya merasakan tubuhnya kembali tertarik lebih dekat ke arah Bara. Kemudian, kepala Bara terangkat dan membawa kepala Nasya ke dalam ceruk lehernya. Tak lupa, lelaki itu mengeratkan pelukannya, yang membuat Nasya tampak semakin mengenaskan. "Tidak usah protes, aku sangat lelah sekarang," ujar Bara. "Ck, makanya lepasin dulu! Janji deh habis kamu lepasin aku nggak akan ganggu," Nasya. "Tidur, Sya!" lirih Bara sebelum benar-benar jatuh ke alam bawah sadarnya. Sepuluh menit kemudian, Nasya merasakan napas Bara mulai teratur. Tampaknya lelaki itu benar-benar sudah tertidur nyenyak sekarang. Nasya pun berusaha melonggarkan pelukan Bara, namun hasilnya nihil.  Nasya menoleh ke samping, lalu sedikit mendongakagar ia bisa melihat wajah pria pemilik hatinya itu. "Enggak melek, enggak merem, tetep aja ngeselin, ya?" gumam Nasya. Selanjutnya, senyum tipis tercetak di bibir gadis bersurai panjang itu. "Tapi sialnya aku tetep suka walaupun kamu ngeselin," lanjutnya. Dan detik selanjutnya, Nasya memejamkan matanya dan ikut terlelap di dalam pelukan pria yang ia cintai itu. 'Cup' Nasya merasakan sesuatu benda kenyal menyentuh keningnya. Namun ia terlalu malas untuk membuka mata karena rasa nyaman yang ia rasakan atas pelukan Bara. %%% Bersambung .... Nasya matrenya natural, hiks.. Satu dua patah kata untuk chapter ini ... Tulis di kolom komentar, ya! Kritik dan saran juga selalu aku tunggu. Walau aku kadang nggak balas, tapi aku baca semua kok. Kadang tuh aku balas, berusaha balas semua karena memang komen ceritaku nggak begitu ramai, tapi kadang pas aku cek balasan komenku nggak ada. Mungkin pas itu jaringanku sedang jelek.. jadi, maaf ya...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD