Chapter 31

1148 Words
Suasana hutan yang sunyi seakan membuat suara napas Yooshin menggema. Dengan pedang yang sudah ditarik sepenuhnya keluar dari sarungnya, ia menyeret beda itu hingga menimbulkan bunyi gemersak di atas permukaan rumput serta tanah yang tertutupi dedaunan kering. Yooshin mencoba mengingat-ingat arah ke mana saja ia pernag pergi. Selama kurang lebih dua bulan lelaki itu menahan diri agar tidak menerobos masuk ke dalam hutan dan menuruti ucapan Seungmo dan juga ayahnya, namun malam ini, ia tak bisa diam apalagi setelah mengalami mimpi seperti tadi. Dengan bantuan sinar bulan, ia menyusuri jalan-jalan setapak yang terbentuk di sana. Meskipun ia tak pernah menemukan tempat persembunyian Moa, tapi ia yakin kalau ia bisa menemukannya kali ini. Nara pasti berada di sana, ia yakin akan hal itu. Namun hal yang paling ia waspadai ialah, tingkat kepekaan Moa yang luar biasa. Makhluk itu bahkan bisa menyadari ada yang memasuki hutannya meskipun baru satu langkah melewati perbatasan. Tapi mengingat kalau malam ini sedang purnama dan kekuatan Moa melemah, membuat Yooshin bisa sedikit bergerak lebih cepat. Meskipun kekuatan Moa tidak sepenuhnya hilang, tapi ia yakin kalau Moa pasti memiliki kelemahan. Langkah Yooshin berhenti saat ia mendengar sesuatu. Lelaki itu menatap ke sekitar dan memposisikan pedangnya. Entah itu binatang liar atau Moa, ia tetap harus berhati-hati. Setelah memastikan semua aman, Yooshin kembali meneruskan langkahnya. Ia harus bergerak cepat atau Moa bisa mengejar dan menemukannya. *** "Ada apa?" Nara terbangun saat merasa ada pergerakan dari Moa. Ia terbangun dari tidurnya dan melihat Moa yang sudah menatap ke sekitar dengan was-was. Nara mendudukkan tubuhnya dan ia mengikuti arah pandang Moa, namun tak menemukan apa-apa di sekitar mereka. "Seseorang sedang menuju ke sini," ujar Moa. Ia memakai kembali jubah berwarna hitam miliknya lalu berdiri seraya meraih pedangnya. Nara ikut berdiri dan kembali menatap ke sekitar. "Siapa yang? Apakah dia manusia?" Kening Moa mengerut. "Aku tidak bisa memastikannya dengan pasti, tapi kurasa dia manusia. Aku tidak bisa mengetahui dari arah mana dia datang," ujarnya. Tiba-tiba ia berlari dan meninggalkan Nara, membuat gadis itu terkejut dan segera mengejarnya. "Apa mungkin kakek menyuruh orang lagi untuk datang ke sini?" Nara berlari mencari Moa namun rupanya ia sudah terpisah cukup jauh. "Kekuatanya sedang tidak stabil saat ini, bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?" gumam Nara. Tiba-tiba ia merasa cemas pada Moa, padahal ia seharusnya tidak perlu merasa seperti itu dan seharusnya kesempatan ini ia gunakan untuk melarikan diri dari sana. Namun yang lakukan adalah mengejarnya dan mencarinya. Nara tersandung oleh akar hingga ia terjatuh. Gadis itu mengaduh pelan seraya memegangi lututnya, lalu perlahan kembali berdiri. Ia kembali melanjutkan langkahnya dan dengan setengah berlari, gadis itu masih berusaha mencari Moa di sana. Ia berharap semoga tidak ada sesuatu yang buruk yang terjadi padanya. Namun di saat itulah seseorang menarik tangannya dengan cepat hingga Nara berhenti. Nara terkejut begitu ia menemukan Yooshin di sana. "Yoo-shin." "Nara, kita harus pergi dari sini." Yooshin menarik tangan Nara namun gadis itu menahannya. "A-apa yang kau lakukan di sini?" tanya Nara. "Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku ke sini untuk menyelamatkanmu, Nara. Aku harus membawamu kembali ke desa. Kau tak aman di sini, Nara. Kau harus segera kembali." Yooshin kembali menarik tangan dan membawa gadis itu berlari dari sana. "Justru aku yang mengkhawatirkanmu, Yooshin. Kau yang tak aman di sini," ujar Nara. Gadis itu sesekali menolehkan kepalanya ke belakang, namun Moa tak terlihat di sana. Nara lalu menatap salah satu tangan Yooshin yang berlumuran darah. Apa yang terjadi? Nara kembali tersandung hingga tangannya terlepas. Gadis itu tersungkur ke atas permukaan tanah.Yooshin berhenti dan ia menoleh, lelaki itu membantu Nara berdiri. "Kau tak apa?" Nara mengangguk pelan, lalu ia berdiri. Kepalanya menoleh ke belakang dan melihat siluet seseorang di sana. "Moa... " Yooshin mengikuti arah pandangan Nara dan lelaki itu segera menarik pergi Nara dari sana. "Apa yang terjadi?" Nara menatap punggung Yooshin. Ia lalu kembali menoleh ke belakang dan melihat Moa yang berjalan dengan pincang. Di saat itulah, ia melihat tubuh Moa limbung ke permukaan tanah. Kedua mata Nara membulat. Ia berusaha melepaskan tangannya namun tenaganya tidak sebanding dengan Yooshin. Mereka berdua terus berlari keluar dari hutan. Setelah dirasa jauh dari keberadaan Moa, Yooshin menghentikan langkahnya. Ia lalu berbalik dan mentap Nara. "Nara, maafkan aku," ujarnya pelan Ialu memukul titik sensitif di leher Nara, membuat gadis itu tak sadarkan diri di detik berikutnya. *** Langit berubah terang begitu sang mentari kian meninggi. Kedua mata Nara perlahan terbuka dan ia menatap ke sekelilingnya. Gadis itu mendapati dirinya berada di kamar, di rumahnya. Ia lalu mendudukkan tubuhnya dan menyadari kalau pakaiannya telah berganti. Pintu tiba-tiba digeser dan menampakkan sosok kakeknya di baliknya. "Kakek ... " "Kau sudah merasa baikan? Kau pasti terjatuh di hutan selama berlari dengan Yooshin. Untung saja hanya luka kecil," ujar Seungmo. "Aku benar-benar terkejut saat Tuan Hwang berkata kalau Yooshin pergi dari rumah secara diam-diam saat tengah malam. Dan benar saja, Yooshin kembali begitu menjelang pagi dan ia membawamu ke sini. Dia begitu khawatir padamu, Nara. Kau beruntung mengenalnya." Seungmo hendak mengusap bahu Nara namun cucunya segera menghndar. Seungmo membuang napas pelan. "Aku akan menyuruh seseorang untuk membawakan makanan ke sini, kau pasti lapar." Seungmo pergi dari kamar Nara. Nara kembali menatap ke sekelilingnya dan gadis itu beranjak dari tempatnya. Ia berjalan keluar dan bertemu dengan salah satu pelayan yang ada di sana. "Nona, Anda sudah sadar?" Sang pelayan tampak begitu senang melihatnya di sana. "Apa kau yang mengganti pakaianku?" tanya Nara. "Iya, Nona." Pelayan itu mengangguk. "Tolong jangan buang itu," pinta Nara. "Baik, Nona. Saya hanya mencucinya dan pakaian milik Nona sedang dijemur di belakang." Helaan napas terdengar dari Nara. Gadis itu merasa lega, ia awalnya mengira kalau bajunya akan langsung dibuang. "Baiklah, kalau begitu silakan lanjutkan pekerjaanmu. Aku ingin ke depan sebentar," ujarnya. "Baik, Nona." Pelayan itu membungkukkan badannya dan pergi. Nara melangkahkan kakinya hingga ia tiba di luar. Tidak banyak berubah di sana, masih terlihat sama. Bersamaan dengan itu ia melihat seseorang yang berjalan melewati pagar rumahnya. "Kau sudah sadar?" tanya Yooshin. "Hm." Yooshin tersenyum tipis. Ia lalu membawa ke sebuah bangku yang berada di bawah pohon. "Aku lega karena kau sudah berada di sini. Aku juga bersyukur karena kau masih hidup hingga saat ini, Nara. Aku benar-benar mencemaskanmu," ujarnya. "Justru akulah yang mencemaskanmu, Yooshin. Kau tidak seharusnya pergi ke sana. Hutan itu sangat berbahaya dan kau bisa mengalami sesuatu yang buruk," balas Nara Yooshin tersenyum dan ia mengusap puncak kepala Nara dengan lembut. "Terima kasih karena kau masih mencemaskanku. Aku hanya tidak ingin kau melangkah terlalu jauh sampai tidak bisa kembali ke sini." Nara terdiam. Mungkin kalimat Yooshin benar, namun ada satu hal yang Nara sesalkan. Yakni karena dia memang sudah melangkah terlalu jauh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD