Good Mood

1011 Words
"Terima kasih, Din, buat hari ini." Ardan menginjak rem mobilnya. Tangannya menarik tuas rem mobil. "Semoga bunda gue percaya dan kita berhasil ngeyakinin dia." "Kalau lo batal dijodohin—" Tangan Dinda menggenggam sabuk pengaman. Matanya melirik ke luar jendela. "perjanjian kita udah selesai, ya?" "Iya," jawab Ardan dengan suara ringan. Tidak ada penekanan atas jawabannya sama sekali. Membuat sekali lagi, Dinda tersadar bahwa ini semua seperti mimpi yang sewaktu-waktu akan menghilang saat ia terbangun. "Oke, gue pamit." Dinda membuka sabuk itu. "Nanti kabarin lagi aja perkembangannya." Ardan mengerjap bingung. Sadar akan itu, Dinda kembali menjelaskan, "Maksud gue, apa usaha kita ini berhasil atau enggak. Gue juga butuh tau, kan?" "Oh, oke, nanti gue kabarin." Saat Dinda keluar dan hendak menutup pintu, cewek itu kembali berkata sebelum berbalik dan mengacir masuk ke dalam rumahnya. "Kalau lo nggak keberatan ... chat gue kalau udah sampe rumah." Napas Ardan tercekat. Pompaan jantungnya berirama cepat. Bohong kalau Ardan biasa saja. Selama perjalanannya dengan Dinda seharian ini ia harus menyiksa diri dengan bertingkah biasa saja. Maka dari itu, saat ia yakin kalau Dinda sudah masuk ke dalam rumahnya, reflek Ardan menghela napas. Tangannya ia taruh di dadda. "Lo bisa biasa aja nggak, sih!" mencak Ardan sambil menunjuk letak jantung berada. "Gue cuma jalan biasa anjirrr bukan lari. Kenapa kenceng banget woy. Argh gila!" Kepala cowok itu terjatuh ke kemudi mobil. Lalu suara Dinda yang memintanya mengirim pesan kembali terngiang. Lantas, Ardan kembali menegapkan tubuhnya. Rasa ingin cepat-cepat pulang menyerangnya. Atau lebih tepatnya, ia ingin mengirim pesan kepada perempuan itu. *** Dinda tidak menyangka kalau Ardan memenuhi permintaannya tadi. Notifikasi w******p dari Ardan sukses membuat Dinda meloncat kegirangan. Bahkan ia sampai tak memedulikan nyutnyutan dikakinya karena terantuk meja. Gue udah pulang From: Ardan Lalu? Apa yang harus Dinda ketik? Perempuan itu bolak-balik menekan beberapa huruf dan menghapusnya. Udah makan? Delete Gimana tadi jalan pulang ke rumah kamu? lancar? Delete Dinda bergeleng cepat. Jarak perumahan mereka dekat. Tidak harus menyebrangi lautan melewati lembah. Jangan lupa kunci pintu. Perempuan itu terkekeh sendiri saat membaca kalimat konyol yang ia ketik. Tidak mungkin ia mengirim kalimat seperti ini. "Sial!" Karena jempolnya yang kepeleset, alih-alih mengeklik hapus, ia malah mengeklik kirim. Cewek itu jelas panik. Ia buru menekan lama isi pesannya, hendak menghapus. Namun, lagi-lagi bukannya menekan opsi hapus untuk semua orang, Dinda malah menekan hapus untuk sendiri. Alias pesan itu masih terbaca di pesan milik Ardan. "Mati gue!" *** Cowok itu sempat tidak percaya dengan pesan yang ia terima. Ia sampai menunggu beberapa detik siapa tahu Dinda akan menarik pesan itu karena salah kirim. Nyatanya, tidak. Siap Lo mau foto yang tadi? From: Me Ardan melempar ponselnya ke kasur. Senyumnya mengembang. Tak disangka, pesan random itu cukup membuat Ardan bergeleng sambil menahan tawa. Cowok itu mengambil botol minum di dalam kulkas dan meneguknya. Kemudian, Ardan mengambil handuk yang tersampir di balik pintu. Suara notifikasi terdengar. Entah kenapa suaranya kali ini menarik Ardan untuk cepat membukanya. Mau. Mana? Kirimin semua ya From: Dinda Sebentar From: Ardan Send pict. Kayaknya loading lama nih, sabar ya From: Ardan Kok lama? Nggak ada kuota? Hahaha kasian banget bos From: Dinda Kuota gue banyak ya, enak aja! Bisa buat drakoran seharian ampe streaming mv-nya Lalisa juga bisa From: Ardan Tak sadar, Ardan sudah rebahan di kasurnya. Dilupakannya niat awal ia, mandi. Handuk yang sudah ia pegang berubah fungsi menjadi selimut. Terus kenapa belum kekirim juga? From: Dinda Ardan merubah posisi tidurnya. Sinyal Atau mungkin nggak ridoi ngirim foto ke lo From: Ardan Ditatapnya layar ponsel saat tulisan Dinda sedang mengetik tertera. Makanya pake kartu bapak-bapak biar sinyalnya bagus From: Dinda Hmm From: Ardan Tuh udah kekirim semua From: Ardan Thanks yo From: Dinda Yurwell yo From: Ardan Cowok itu menatap layar ponselnya lama. Tidak ada lagi balasan dari perempuan itu. Satu menit berlalu. Ardan masih setia pada posisinya. Tiga menit berlalu. Cowok itu sudah merubah kembali posisinya. Lima menit berlalu. Ardan bangun dari rebahannya. Sepertinya Dinda tidak akan membalasnya. Cowok itu melempar ponselnya kembali ke atas kasur lalu mengambil handuk dan melanjutkan aktifitasnya yang tadi tertunda. Sial! Ardan merasa kecewa. Cowok itu mengetuk keningnya. "Apus pemikiran itu gila lo ya. Mupon begok!" *** Dinda bangun dari tidurnya dengan posisi kaki menggelantung di pinggiran kasur. Ia mengucek matanya. Posisi tidurnya tidak sesuai dengan tempat tidurnya. Ia juga baru sadar kalau ponselnya sudah ketendang sampai jatuh ke lantai. Cewek itu mengumpat saat melihat retakan di ujung ponselnya. Berpikir kembali apa yang menyebabkan ia tertidur dengan posisi seperti itu. Dinda ingat bahwa saat itu ia tengah membalas pesan Ardan. Senyum Dinda tercetak. Ia keluar dari kamarnya dengan siulan kecil. Baru kali ini ia merasa moodnya sangat bagus. Bahkan ia sampai memasak nasi goreng untuk sarapan. Hal yang tak pernah ia lakukan. Usai makan ia keluar rumah dan menyiram tanamannya. Melihat bunga ia jadi keingat hari sebelumnya. Pipinya memerah saat mengingat setiap momen kemarin. Ardan membelikannya bucket hat couple dan menyuruhnya untuk memakai topi itu. Walaupun tujuannya agar bunda Ardan percaya tentang hubungan mereka. Tetap saja, Dinda merasa itu nyata. Dinda merasakan kesenangan itu. Apalagi tahu alasan mereka harus berpura-pura untuk menghindari perjodohan Ardan. Dinda rela banget! Bahkan Dinda tidak masalah kalau harus berpura-pura berpacaran dengan Ardan selamanya asal cowok itu tidak dijodohkan dengan wanita manapun. "Neng, bubur?" Dinda menggerakkan tangannya. "Besok-besok aja, Mang. Tadi udah sarapan." Tukang bubur langganan Dinda sampai bingung karena cewek itu tak seperti biasanya. Cewek itu sampai mengambil sapu lidi dan menyapu perkarangan rumahnya dan jalanan luar. Tetangga dan tukang sayur yang biasa mangkal di dekat rumah Dinda pun sampai bingung. Tak biasa melihat Dinda melakukan rutinitas itu di pagi hari. "Karena udah keluar dari kerjanya dia," celetuk salah satu ibu berdaster saat memilih sayuran. Yang diangguki oleh ibu-ibu lain. Ibu-ibu itu tidak tahu saja, kalau faktor Dinda mau melakukan itu semua adalah kondisi hati. Selonggar apa pun waktu yang Dinda punya, kalau cewek itu dalam kondisi hati buruk, dia tidak akan mau bersih-bersih atau melakukan pekerjaan lain. Setelah dirasa pekerjaannya sudah selesai, Dinda masuk kembali ke rumahnya. Matanya sukses membelalak sata membaca sederet kalimat yang dikirim Ardan. Bunda mau ketemu kita From: Ardan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD