Cerita Manis

1232 Words
Satu lagi hal yang membuat Dion terpikat oleh Adel karena bakat terpendam perempuan itu. Jika ditanyakan apa hari yang ia tunggu-tunggu, jawabannya adalah sabtu malam dan minggu sore. Karena pada saat itu ia dapat melihat penampilan memukau cewe itu di salah satu kafe yang sudah menjadi favoritnya sejak pertama kali ia mengetahui bakat cewe itu. Ia bisa mengetahui bakat itu karena waktu itu tanpa sengaja ia melihat Adel memasuki kafe itu. Ketika Dion ikut memasukinya ia tidak menemukan perempuan itu. Justru yang ia temui adalah sesosok perempuan yang menduduki kursi kecil di depan piano. Perempuan itu menggunakan gaun selutut serta penutup wajah. Namun, ia dapat langsung mengenalinya kala ia melihat rambut pendek itu. Bakat itu terpendam, Adel berusaha menutupinya dari siapa pun. Namun, sayangnya tidak pada Dion. Bagai penguntit ia hampir mengetahui segala hal tentang cewe itu. Ketika beberapa minggu ini tidak dapat melihat penampilan cewe itu, Dion memutuskan untuk bertanya kepada sang pemilik kafe yang ia tahu bernama Bu Larosa. Namun, jawaban yang ia dapatkan adalah jawaban ketidaktahuan. Apa karena Ardan, Adel jadi jarang ke sini? Dan hari ini, senyum kembali merekah kala penampilan yang ia melihat cewe bertopeng itu menarikan jemarinya di tuts piano. Di meja paling pojok ini meja yang tak terlihat dari orang di depan sana, tetapi cowo itu dapat dengan leluasa melihatnya, menatapnya dan mengaguminya. *** Setelah ia keluar dari ruang guru tepatnya habis bertemu dengan wali kelasnya, Dion kembali berjalan menuju kelas. Hari ini jam pelajaran Bu Beti, tetapi guru itu justru tidak masuk ke kelas malah memberikan setumpuk tugas. Ketika melewati lapangan upacara ia melihat seorang perempuan sedang berdiri di sana dengan sikap memberi hormat menghadap tiang bendera. Sepertinya ia sedang menjalani hukuman. Cewe itu tampak terganggu dengan sinar terik mentari yang menerpa tepat di wajahnya. Dion berjalan menghampiri cewe itu dan berdiri tepat di mana sinar mentari itu datang. Ia ikut berdiri di sana menjaga cewe itu dari sinar mentari. “Dion?” “Gue lupa ngerjain PR.” Lagi-lagi ia berbohong dan kali ini ia benar-benar berharap cewe itu tidak menyadarinya. *** Setelah selama ini ia berusaha menjaga jarak takut-takut Adel malah menjauhinya jika ia dekati. Perasaan menyesal itu menjadi muncul kala ia merasa semua yang telah ia lakukan terasa sia-sia. Dia yang selama ini hanya mampu menatapnya, mengawasi setiap gerak-geriknya, menjaganya, dan mengaguminya dari jauh. Kini cowo itu hanya memandang kosong ke depan. Hal yang ia takuti kembali menjadi sebuah kenyataan. "Ketika dulu gue takut ibu gue pergi, dia tetep pergi juga. Dan sekarang ketika gue mengharapkan dia. Lagi, dia udah sama yang lain." =Like a Dandelion= Setelah hampir seminggu lebih Ardan tidak masuk sekolah karena luka dalamnya, kini ia sudah bisa kembali beraktifitas di sekolah. Lebam biru itu masih setia menghiasi wajah Ardan. Ia berjalan dengan santainya tanpa menghiraukan pandangan aneh orang padanya. "Gilak! Kirain gue nakalnya udah ilang." "Sebulan nggak bonyok kayaknya belum afdol tuh orang." "Orang mah nambah pahala mau UN juga." Bisikan-bisikan itu mendengung di telinga Ardan, tetapi hebatnya cowo itu tidak mau menghiraukannya sama sekali. Masih dengan mode santainya ia bersiul cukup nyaring, dengan kedua tangan ia masukan ke dalam saku celana. Teringat kembali percakapannya dengan Bu Wati tadi di ruang BK. "Denger Ardan ini peringatan terakhir buat kamu, dua bulan lagi kita akan UN, kalo sampe kamu terlibat tawuran, kamu tidak boleh mengikuti UN." "Ya ampun, Bu. Saya nggak tawuran saya--" "Dikeroyok. Iya, Ibu tau, tapi 'kan bisa aja anak buah kamu itu pada membalaskan dendam. Emangnya Ibu nggak tau karena apa biasanya antarsekolah terlibat tawuran." "Enggak kok, Bu, saya juga nggak cerita apa-apa ke temen-temen saya yang lain, cuma ke enam sahabat saya aja. Jadi, Ibu nggak usah khawatir, saya nggak bakal nyuruh mereka nyerang balik." "Bagus kalo begitu." "Saya udah tobat, Bu, jangan sinis gitu kenapa sih." Bu Wati menyipitkan matanya mendengar hal itu. "Siapa pewaris tahtanya?" Ardan hanya menaikan satu alisnya melihat wajah waspada guru di depannya ini. Dia harus melakukan perundingan ini kepada teman-teman gengnya yang lain. *** Semua anggota geng absurd nan madesu ini sebagian besar sudah berada di warung kopi dekat sekolah yang biasa jadi basecamp anggotanya. "Jadi, maksud gue ngumpulin kalian di sini. Berhubung gue juga udah kelas 12 dan sebentar lagi mau UN, jadi gue putuskan mulai hari ini gue ngundurin diri jadi pemimpin kalian." Dan mulai saat itu juga, mungkin dia akan menjalani hidup flatnya, tak masalah jika si kacamata besar bisa membuat hidup flatnya jadi merasa berwarna. *** Adel mencari Ardan--yang katanya--di warung kopi dekat sekolah tempat tongkrongan geng sepertawurannya. Dari jarak tiga meter Adel sudah dapat melihat begitu ramainya warung kopi itu dengan anak-anak berseragam SMA serta kepulan asap di mana-mana. Ia dapat melihat mayoritas geng itu adalah kelas 12 IPS 4. Rizal yang sedang mengisap putung rokoknya melihat Adel di kejauhan. "Itu Adel? Kok dia cakep, ya?" omongannya itu terdengar oleh Kevin. Cowo itu langsung menggeplak kepala belakang Rizal sehingga ia meringis. "Nggak usah macem-macem itu cewenya Ardan sekarang." "Hah? Ardan punya cewe?!" teriakan Rizal membuat Ardan yang sedang ketawa receh terdiam. Kini semua mata tertuju padanya. "Kok pada liatin gue?" kata Ardan sambil menaikkan satu alisnya "Cewe lo tuh." Rizal kembali menunjuk Adel yang sedang berdiri gugup di ujung sana. Ardan mengulum senyumnya kala melihat Adel yang melambaikan tangan. "Eh, eh, mau ke mana lo? Jadian nggak bilang-bilang." Semua orang di situ memasang badan menghalangi gerak cowo itu. "Traktirannya dulu baru cabut." "Ck, resek lo pada ya. Ya udah tuh ambil apa aja yang lo mau di warung ini besok gue bayar. Mpok besok saya bayar, saya traktir nih bocah-bocah ini." Semua teman-temannya bersorak girang lalu mulai menepi memberi jalan kepada Ardan. Cowo itu masih setia melemparkan senyumnya kepada Adel seraya menghisap batang rokok di sela-sela jarinya. Ketika jarak mereka sudah dekat Adel mundur beberapa langkah sambil menutup hidungnya. Ardan terkekeh. "Kenapa, sih?" "Jangan ngerokok. Bisa ngerusak kesehatan." "Perhatian banget sih kamu," goda Ardan yang dibalas gelengan kuat dari cewe itu. "Ngerusak kesehatan aku maksudnya." Senyum menggoda yang awalnya ditampilkan Ardan pun lenyap. "Kirain." "Dulu aku sakit emfisema. Jadi aku paling nggak bisa kalo sampe nyium asap rokok." Ardan yang hendak menghisap rokoknya buru-buru membuang benda itu lalu menginjaknya. "Ya udah kita pulang yuk." Adel mengangguk lalu berjalan duluan Ardan menyusul dan mensejajarkan langkahnya. "Gue baru tau lo dulu pernah sakit pernafasan." "Kan baru dikasih tau. Sebelumnya juga Ardan nggak pernah ngorokok di depan aku." Ardan menengok ke arah Adel lalu merangkulnya. "Mulai sekarang apa-apa tentang kamu harus kamu kasih tau ke aku." Adel mengangguk sambil berusaha menahan tawanya. "Ada apa?" tanya Ardan menyadari hal itu. "Ardan aneh kalo ngomongnya aku-kamu." Sungguh Adel memang juaranya membuat mood Ardan jatuh. Dengan kesal Ardan melepas rangkulan itu lalu berjalan cepat meninggalkan Adel. Cewe itu pura-pura terkejut dengan sikap Ardan. "Loh? Ngambek?" Ardan terus berjalan sambil mendumel, meninggalkan Adel di belakang yang kini tengah sibuk menertawainya. Menyadari jarak mereka cukup jauh, Adel berlari menghampiri cowo itu. "Ardan tunggu!" Ketika ia sudah berhasil menyamakan langkahnya Adel mengambil tangan Ardan lalu kembali mengalungkannya di leher. Ardan melirik melihat tingkah cewe di sampingnya. Tangannya yang dikalungkan ke leher cewe itu ia himpit ke badannya lalu tangannya satu ia gunakan untuk mengacak-acak rambut pendek Adel. "Dasar cewe resek!" Saat itu teriakan ampun Adel bersahutan dengan gelak tawa Ardan yang sedang memitingnya. Suara kebahagiaan mereka bersatu dengan indahnya suasana sore itu. Mungkin terlambat untuk merasakannya, tetapi mereka beruntung di waktu penghujung masa SMA ini ada cerita yang dapat mereka bagi kelak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD