Hari itu kulalui dengan perasaan yang bercampur aduk tanpa ada percakapan apa pun dengan Hellen sejak itu. Bahkan aku tidak menoleh sedikit pun kepadanya. Meski begitu, aku tetap bisa mendengar suara gerak-gerik Hellen dari telinga tajamku. Aku hanya berpura-pura tidak memerhatikan gadis itu walau aku tahu Hellen sedari tadi sering kali curi-curi pandang ke arahku.
Aku tahu Hellen ingin menyapa dan berbicara denganku. Tapi aku tidak ingin mendengarnya sama sekali karena aku tahu bahwa Hellen pasti akan membahas masalah hubungannya dengan Jason. Hingga akhirnya jam pelajaran terakhir pun berakhir. Aku bisa mendengar suara kelegaan di tiap sudut kelas ini.
Aku pun juga begitu. Merasa lega bukan main dengan berakhirnya pelajaran hari ini. Karena sedari tadi aku berharap untuk waktu berlalu secepat mungkin. Semua tidak berjalan seperti yang kuharapkan dan justru menjadi lebih menyebalkan dari yang kukira.
Aku berharap hari pertamaku sekolah akan menjadi hari yang luar biasa. Dan semua itu ternyata berjalan terlampau luar biasa hingga membuatku merasa muak setengah mati. Aku hanya ingin secepatnya pulang ke rumah dan beristirahat di sana dengan tenang. Segera aku merapikan semua barang-barangku ke dalam tas.
“Danny.” Gerakanku terhenti ketika aku mendengar suara Hellen yang sudah ada di sampingku. “Ayo pu—“
“Sayang, ayo pulang sekarang!” Seketika aku menghela napas dengan berat. Aku bisa melihat Jason yang datang dan langsung merangkul pundak Hellen sesuka hati.
“Tapi aku—“ Aku tahu Hellen pasti merasa tidak enak kepadaku untuk memilih pulang bersama Jason. Karena aku selalu bersama dengannya, terlebih kami juga berangkat bersama pagi ini. Karena itu, aku segera bangkit berdiri dan menarik tasku.
“Aku pulang dulu,” ucapku dengan masa bodoh. Tanpa melihat ke arah Hellen, aku segera beranjak dari tempat itu. Lebih baik seperti ini bukan. Aku tidak perduli jika mereka menganggapku kekanakan atau apa karena telah menjauhi Hellen, hanya karena dia telah berkencan dengan musuh bebuyutanku di sekolah. Aku hanya tidak ingin lebih terluka.
Aku melangkah lurus menuju halaman sekolah. Lama-lama langkahku menjadi memelan. Sejujurnya pikiranku masih tidak bisa lepas dari Hellen. Aku telah berjanji untuk selalu menemaninya pergi. Tapi apa yang bisa kulakukan jika Hellen sudah memiliki kuda hitamnya sendiri sekarang?
“Hei, ayolah jangan murung seperti itu Sweety. Kau membuat hatiku sakit melihatnya.”
Kedua mataku membola ketika aku mendengar suara Jason yang terdengar tidak jauh dari tempatku berdiri. Segera aku menoleh ke sana dan kemari untuk mencari tempat bersembunyi. Aku dengan cepat menuruni tangga dan bersembunyi di balik dinding. Entah kenapa aku melakukan hal itu.
Aku ingin menghindari mereka berdua. Setelah itu aku bisa melihat Jason yang masih merangkul dengan mesra tubuh Hellen. Mereka jalan beriringan menuruni tangga. Kulihat Hellen masih menundukkan kepala dengan wajah murung.
“Tapi, Danny terlihat menjauhiku Jason.”
“Lalu apa masalahnya? Kau punya aku. Teman-temanku juga bisa menerimamu dengan tangan terbuka. Kau tidak sendiri Hellen. Karena itu, jangan membebani hatimu dengan pria pecundang itu. Sudah cukup kau memikirkan dia. Oke?”
“Jangan mengatakan hal itu tentang Danny, Jason.”
“Hahh baiklah. Kalau begitu kau juga jangan bersedih seperti ini. Aku yakin dia hanya merasa terkejut dengan hubungan kita. Lupakan saja. Ayo kita pergi. Kau mau es krim?”
“Pfft.” Hellen tertawa geli dan menatap Jason dengan pandangan aneh. “Apa itu? Kau pikir aku anak kecil?”
“Apa kau tidak suka es krim?” Jason melempar senyuman jahilnya dan tahu bahwa bujukannya memakai es krim adalah keputusan yang tepat untuk Hellen.
“Tentu saja aku suka.” Hellen tersenyum cerah mengiyakan ajak Jason. Begitu juga dengan pria itu.
“Bagus. Kalau begitu ayo kita pergi sekarang khekhe.” Setelahnya mereka berdua pergi melanjutkan perjalanan bersama. Dan aku hanya tetap diam di tempat memerhatikan langka mereka berdua hingga menghilang dari pandangan mata.
“Hahhh.” Aku mendesah dengan lelah. Aku bisa melihat Hellen nampak senang bersama dengan Jason. Hal itu membuatku semakin merasa lesu dan patah hati. Tidak adal lagi kesempatan untukku mendekati Hellen dengan cara yang kuinginkan. Aku kembali melanjutkan langkah menuju jalan pulang sendirian.
Malam hari, aku baru saja keluar dari toko elektronik dengan membawa bungkusan di tanganku. Aku berdiri tidak jauh dari tempat itu untuk kembali membuka bungkusan di dalamnya. Sebuah ponsel baru yang kudapat dari tabunganku sendiri. Kulihat benda pipih itu bolak balik. Spesifiknya lumayan. Aku meraih ponsel lamaku yang telah rusak dan mengambil kartunya.
Kumasukkan kartu itu ke dalam ponsel baruku dan mengaturnya kemudian. Tidak membutuhkan waktu lama untukku mengatur ponsel itu hingga membuatnya bisa beroperasi dengan lancar. Kulihat beberapa kontak nomor yang telah tercantum di sana. Dan nama Hellen tertera paling atas di antaranya. Melihat nama itu membuatku tersenyum miris. Pasti gadis itu tengah bersenang-senang dengan Jason malam ini.
Aku menghela napas dengan panjang. Mataku beralih memerhatikan ke sekitar. Udaranya cukup segar malam ini. Aku merapatkan jaket hitam yang kukenakan dan kembali melanjutkan langkah dengan santai.
Sepanjang perjalanan aku dengan santai mengotak atik ponsel baruku dengan kedua telinga yang telah kusumbat dengan headphone. Volume suara kubuat sekecil mungkin agar tidak membuat telingaku sakit karena suara yang keluar. Aku hanya ingin mengalihkan suara berisik kota malam ini dengan suara yang lebih tenang.
Memiliki pendengaran yang tajam sepertiku ternyata tidak selamanya menguntungkan. Aku bahkan berpikir untuk membuat ruangan kamarku menjadi kedap suara agar aku bisa menjauh dari suara bising di luar. Dengan begitu aku bisa tidur lebih tenang.
Ketika tengah asik memerhatikan jalan malam ini, samar-samar justru aku mendengar suara teriakan antara beberapa orang. Mataku langsung menoleh ke arah area lorong sempit yang berada di antara dua bangunan besar. Lorong yang cukup gelap dan pastinya membuat orang harus berpikir dua kali untuk melaluinya.
Melihat lorong tersebut membuatku mengingat kembali lorong yang telah kulewati bersama Hellen dulu. Secara perlahan aku membuka headphone yang kugunakan dan mengalungkannya di leher, sementara kedua mataku menatap lurus ke arah lorong tersebut. Haruskah aku pergi ke sana?
Pikiranku mencoba menimbang-nimbang langkahku selanjutnya. Aku mengalihkan pandang ke sekitar kembali. Nampaknya tidak ada orang yang menyadari adanya teriakan samar tersebut. Tentu saja. Suara itu tidak akan terdengar oleh telinga orang biasa saking lirihnya. Akhirnya aku memutuskan untuk memasuki lorong itu.
Selain merasa penasaran, aku juga merasa percaya diri bahwa saat ini, jika terjadi sesuatu yang buruk seperti saat malam itu, aku yakin aku bisa mengatasinya. Berkat cairan dalam tubuhku yang membuatku memiliki tenaga super, sekarang aku merasa lebih berani dalam menghadapi dunia.
Aku dengan mantap memasuki lorong tersebut dan mencari asal suara yang kudengar di dalamnya. Perlu beberapa belokan gang untukku lewati hingga akhirnya aku menemukan sumber suara tersebut. Seorang wanita cantik mencoba melawan beberapa pria bertubuh besar yang mengelilingi dirinya.
Sepertinya kedatanganku di tempat itu berhasil mengalihkan perhatian mereka semua, terutama pada ketiga pria yang tengah mengelilingi wanita itu, sedangkan tiga sisanya hanya santai memerhatikan mereka semua. Mata mereka yang menatapku dengan tajam seketika membuatku merasa canggung. Aku menelan ludah dengan susah payah.
Beberapa di antaranya hanya memandangku dengan tatapan remeh dan senyuman miring. Apa aku bisa melawan mereka semua? Aku tidak punya keahlian bela diri selama ini. Aku hanya mengandalkan otak dan kepercayaan diri dari kemampuan super yang kudapat saat ini. Apa aku bodoh? Sepertinya aku terlalu percaya diri untuk masuk ke dalam lubang serigala milik mereka.
Aku bergerak mundur selangkah ketika dua orang dengan wajah menyeramkan mulai mendekati dan menatapku dengan tajam. Aku mencoba untuk menjauhi kontak mata di antara kita.
“Uh, maaf. Sepertinya aku telah salah mengambil jalan,” ujarku dengan gugup. Aku merasa aku harus pergi dari tempat itu demi keselamatanku sendiri. Kedua orang itu berhenti di tempat setelah mendengar ucapanku. Meski begitu mereka masih mengawasiku dengan lekat. Tanpa menunggu lagi, aku akhirnya membalikkan diri hendak melangkah pergi.
Sayangnya, di detik aku hendak memalingkan muka, pandangan mataku tanpa sengaja bertemu dengan mata penuh ketakutan dari wanita itu. Untuk sesaat aku bisa melihat bagaimana wanita itu memohon tanpa kata kepadaku untuk diselamatkan dari mereka semua.
Aku merasa membeku di tempat melihatnya. Aku merasa, aku tidak bisa meninggalkannya sendirian. Dan pandangan mata kami akhirnya terputus karena tubuh besar dari salah satu pria di sana sengaja menghalangi pandangan mataku. Aku tersentak kaget melihat wajah pria itu yang seolah menantangku. Aku kembali menjadi gugup.
Aku melanjutkan langkahku untuk pergi dari tempat itu dengan perasaan yang begitu berat. Aku bisa mendengar di belakangku mereka kembali mempermainkan wanita itu. Aku bisa mendengar suara teriakan wanita itu yang menyuruh mereka semua untuk pergi.
Teriakan itu mau tidak mau membuatku kembali menghentikan langkah pada akhirnya. Tidak. Aku tidak bisa pergi begitu saja dengan meninggalkan seseorang yang jelas butuh pertolongan bukan?