Bab 7

1583 Words
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Mom sudah pergi ke dalam kamarnya sejak beberapa saat yang lalu, menyisakan aku yang sendirian membersihkan semua kotoran makanan yang telah kami buat bersama sedari tadi. Setelah memastikan semua pintu terkunci dengan rapat dan semua sampah dibersihkan dengan rapi seperti sebelumnya, aku mulai meninggalkan ruang keluarga dan kembali naik ke atas di mana kamar pribadiku berada. Kubuka pintu kamar dan menutupnya kembali. Lampu kamar dalam kondisi mati. Aku menghidupkannya kembali. Kulihat tidak ada siapa pun yang berada di dalam kamar ini.   Aku menoleh ke arah jendela kamar. Tirai di jendela seberang nampak tertutup berikut dengan lampu kamar yang sudah mati. Nampaknya Hellen sudah tidur di dalam kamarnya. Gadis itu jarang sekali menutup jendela kamarnya. Hellen sepertinya tidak perduli jika aku bisa keluar masuk dengan mudah dari kamar pribadinya. Aku tanpa kata hanya bisa menggelengkan kepala menyadari kebiasaan Hellen yang seperti itu.   Hellen terlalu bebas jika itu untuk aku. Padahal bagaimana pun juga aku adalah seorang pria yang sedang mengalami masa puber. Aku sama dengan pria lainnya yang bisa menjadi berbahaya untuk seorang gadis manis seperti Hellen. Memikirkan hal itu membuatku menghela napas lelah. Sepertinya harga diriku sebagai seorang pria benar-benar turun drastis di mata Hellen.   Aku beralih berjalan dengan santai mendekati jendela kamarku dan memilih berdiri di sana untuk sejenak. Mataku memerhatikan suasana lorong di antara dinding rumah kami yang berjarak hanya 1 meter saja. Aku merasa ingin menyegarkan diri untuk sejenak dengan segarnya udara malam. Di ujung jalan sebelah kanan aku bisa melihat jalanan depan sekitar rumah kami yang nampak begitu sepi malam ini.   Cuaca terasa begitu dingin. Beberapa daun kering ikut berterbangan ketika angin malam berhembus di sekitar. Aku menggosok tengkuk leherku beberapa kali ketika rasa dingin mulai menyelimuti tempat itu. Setelah merasa hangat, tangan kiriku bergerak naik menggosok rambut pendekku dengan acak, lalu dilanjut dengan aku merenggangkan tangan untuk melemaskan otot-ototku yang entah kenapa terasa begitu kaku dan berat.   “Hooam!” Bibirku menguap dengan mulut terbuka lebar. Entah kenapa aku mulai merasa kedua mataku semakin memberat. Aku menggosok sebelah mataku untuk memfokuskan diri. Haruskah aku tidur sekarang? Pikirku dalam hati.   Slap! Terlihat suatu bayangan yang terpantul di dinding rumah Hellen dari ujung yang lain. Aku terkejut ketika sempat melihat pantulan bayangan entah apa itu yang berhasil tersorot oleh lampu. Aku langsung menoleh ke arah ujung yang lain di mana bayangan itu muncul. Dia bergerak begitu cepat sekali. Dengan raut wajah penasaran aku menajamkan indera penglihatanku ke ujung lorong itu.   Di belakang rumah kami terdapat beberapa pohon yang cukup rindang dengan beberapa rumah yang sudah berdiri kokoh di sana. Kompleks rumah kami cukup ramai akan rumah warga. Namun dari lorong sempit di antara rumahku dan Hellen ini tetap saja membuatku tidak bisa melihat dengan jelas bayangan apa yang baru saja melintas di ujung sana.   Untuk beberapa saat aku masih memerhatikan ujung lorong itu yang tidak kalah sepinya dengan jalan di depan rumah kami. Tentu saja karena hari sudah begitu malam saat ini. Semua warga pasti akan lebih memilih beristirahat di dalam rumah dibanding harus berkeliaran sendirian di luar rumah dengan cuaca yang berangin dan dingin pada hari ini.   Aku mencoba menunggu bayangan itu kembali muncul. Terlalu fokus pada lorong di tempat itu, aku kembali dikejutkan dengan bayangan lain yang juga tiba-tiba muncul di ujung lorong lainnya. Lorong yang berada di dekat jalan depan rumah kami. Seperti sebelumnya aku tidak bisa menangkap dengan jelas bayangan apa yang baru saja lewat itu, karena bayangan itu bergerak dengan begitu cepat. Aku mulai merasa tidak beres setelah mengalami kejadian itu. Aku tidak tahu apa itu, tapi yang jelas aku merasa itu bukan sesuatu yang bagus.   Entah kenapa aku tiba-tiba mengingat kembali cerita Mom yang tadi menjelaskan kasus yang tengah ditangani oleh Dad saat ini. Pelaku pembunuhan itu masih belum diketahui dengan jelas siapa. Tapi mereka telah menemukan bekas cakaran yang cukup dalam, seperti perbuatan Beruang atau Harimau. Itu sudah menunjukkan bahwa pelaku tersebut memiliki tenaga yang sangat kuat, sekuat binatang buas yang telah mereka prediksi itu.   Di sisi lain mereka juga menemukan sebuah lendir asing yang diduga bukan lendir milik kedua binatang itu. Aku merasa sangat yakin ini bukanlah perbuatan dari makhluk biasa, karena jika memang lendir itu adalah lendir milik pelaku pembunuhan tersebut, seharusnya pihak yang bertugas memeriksa lendir itu akan langsung menemukan lendir milik hewan apa itu.   Tapi nyatanya sampai saat ini mereka belum mengetahui lendir milik hewan apa yang cocok dengan sample lendir tersebut. Bukankah itu sangat aneh? Bukankah itu berarti lendirnya teridentifikasi bukan lendir milik seekor hewan? Lalu makhluk apa yang memiliki tenaga sekuat beruang dan harimau? Makhluk apa yang memiliki cakar tajam seperti seekor makhluk buas? Makhluk apa yang mengeluarkan lendir seperti itu jika bukan hewan? Tidak mungkin seorang manusia bukan? Karena seorang manusia tidak memiliki cakar seperti hewan.   Aku yakin sebenarnya pihak kepolisian telah sadar dengan apa yang sebenarnya mereka hadapi saat ini. Prediksiku mengatakan bahwa mereka tengah berhadapan dengan makhluk asing, yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. Karena itu, pihak kepolisian mencoba untuk menyembunyikan kebenaran kasus ini terlebih dahulu sebelum semua bisa terungkap jelas, agar tidak menimbulkan kepanikan berlebih untuk warga awam seperti kita. Aku sangat yakin itu.   Dan saat ini, aku tengah merasakan bahaya yang mengancam area komplek rumah sini. Mataku masih bekerja melihat ke sana dan kemari untuk memeriksa lebih lanjut keadaan di luar. Tidak ada salahnya untuk bersikap waspada bukan? Tanganku langsung merogoh ponsel di saku celana. Segera aku menyalakan ponsel itu dan menekan tombol di layar. Aku mencari nomor teepon Hellen dan menelponnya.   Terdengar suara panggilan berdering untuk beberapa saat di telingaku. Aku merasa gemas sendiri karena Hellen tidak kunjung mengangkat telpon dariku. Sepertinya gadis itu tengah mati suri saat ini. Aku tidak mudah menyerah. Tetap aku tekan nomor telepon Hellen dan menunggu jawaban dari gadis itu. Membutuhkan waktu yang cukup lama hingga akhirnya terdengar suara jawaban dari Hellen. Aku menghela napas lega seketika.   “Hallo?” Suara Hellen menyapa gendang telingaku dengan suara yang serak. Gadis itu sungguh tertidur.   “Hellen, bangun dan tutup jendelamu sekarang juga!” perintahku dengan tegas. Untuk beberapa saat tidak ada sahutan lagi dari telpon seberang, membuatku mengerutkan kedua alis merasa heran sekaligus bingung sendiri dengan respon gadis itu.   “Hallo? Hellen?! Hellen apa kau tertidur lagi?!” seruku lagi. Aku mencoba memanggil namanya untuk membangunkan Hellen.   “Hellen!”   “Huh?” Akhirnya terdengar jawaban lagi dari gadis itu.   “Hellen buka matamu dan cepat kunci jendelanya!” perintahku lagi.   “Uh ada apa denganmu Danny? Aku mengantuk sekarang. Kita lanjutkan pembicaraan ini besok saja ya,” gumam Hellen dengan suara yang tidak jelas. Aku langsung panik ketika menyadari Hellen akan menutup kembali telponnya.   “Tunggu, tunggu! Hellen, tidak! Jangan tutup telponnya!”   “Danny aku mengerti. Kita bicarakan besok saja oke?”   “Hei Hellen bukan itu! Astaga, bangun kau gendut!” Seketika aku langsung memberikan kata kunci terakhirku untuk Hellen. Aku sudah tidak memiliki pilihan lain karena Hellen tidak bisa diajak bekerja sama saat ini. Aku yakin hellen pasti tidak akan melepaskanku setelah ini. Dan benar saja. Setelah aku mengatainya seperti itu, aku samar-samar mendengar suara berisik dari dalam kamar Hellen. Aku menoleh ke arah jendela kamar Hellen dengan pandangan waspada.   Tidak lama kemudian tirai jendela kamar Hellen langsung disibak dengan kuat, menampakkan sosok Hellen dengan rambut panjang yang nampak berantakan khas orang bangun tidur. Piyama berwarna merah muda nampak menyibak berantakan menunjukkan satu bahu telanjangnya. Gadis itu menampilkan raut wajah marah dan menatap ke arahku dengan garang.   “Danny! Bicara apa kau ha?!” seru Hellen seketika. Gadis itu langsung melempar sendal jepit ke arahku dengan kencang. Aku terkejut melihatnya. Buru-buru aku bergerak menghindar. Tidak sampai di situ, Hellen masih mengambil beberapa barang untuk dilemparkannya kepadaku beberapa kali. Aku menjadi panik sendiri.   “Tunggu, tunggu, Hellen! Hentikan!” seruku yang mencob menghentikan gadis itu, sembari berusaha menghindari serangan dari Hellen.   “Kurang ajar kau Danny! Awas kau! Aku tidak akan memaafkanmu semudah itu! Dasar!” umpat Hellen dengan penuh kesal. Setelah itu Hellen menutup jendela kamarnya dengan rapat. Gadis itu sudah bisa dipastikan tidak akan mau bertemu denganku untuk beberapa saat nanti.   Melihat jendela kamar Hellen yang kini telah tertutup rapat, mau tidak mau membuatku menghela napas lega. Yah setidaknya gadis itu mau melakukan sesuai yang aku perintahkan. Aku kembali mendekati pintu jendela. Mataku kembali mengawasi area sekitar terutama di tiap ujung lorong dinding rumah kami. Meski aku tidak lagi menemukan kejanggalan di balik remang-remangnya bayangan malam, namun aku tetap merasa sesuatu tengah mengawasi tempat ini.   Aku bergerak dengan sigap menutup jendela kamarku sendiri dan menguncinya dengan rapat. Berikut juga dengan tirai jendela. Setelah memastikan semua telah aman, barulah aku bisa menarik napas lega. Aku kembali membalikkan tubuh dan langsung terpaku di tempat. Mataku menatap barang-barang milik Hellen yang telah berserakan di dalam kamarku saat ini. Aku yakin gadis itu akan mencarinya besok.   “Hahhh, dasar cewek,” gerutuku. Dengan malas aku mulai mengumpulkan semua benda-benda itu menjadi satu. Hellen senang sekali menambah pekerjaanku. Untung saja Mom tidak terganggu dengan suara bising yang baru saja kami ciptakan. Mungkin karena Mom sudah jatuh tertidur saat ini.   Hellen selalu merasa kesal dan marah jika aku menyebutnya dengan panggilan itu. Bukan tanpa sebab Hellen merasa seperti itu. Pasalnya sewaktu kami masih kecil Hellen memiliki tubuh yang jauh lebih gemuk dibanding saat ini. Dia bahkan pernah menjadi bahan bullyan teman masa kecil kami, dan itu membuatnya kesal. Akhirnya Hellen mati-matian melakukan diet untuk menjaga bentuk tubuhnya. Hasilnya luar biasa. Hellen berhasil mengurangi banyak kilo lemak dalam tubuhnya. Namun setelah itu Hellen harus pergi opname di rumah sakit karena telah memaksakan diri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD