Bab 18

1011 Words
“Apa-apaan ini?” gumamku yang masih tidak percaya ketika melihat wajahku sendiri dalam pantulan cermin. Bibirku juga masih melongo tidak percaya memerhatikan pantulan cermin tersebut. Aku sampai tidak mengenali diriku sendiri ketika melihat wajah itu. Apa benar itu adalah aku?   Aku beralih menyentuh wajahku sendiri dan merabanya. Pucat dan bahkan kedua matanya sedikit cekung layaknya orang yang tengah sakit. Padahal aku merasa bahwa aku tidak sesakit itu. Aku hanya merasa sedikit lemas, tapi aku yakin aku masih baik-baik saja. Apa mimpi yang baru saja kualami itu bisa berdampak dengan kondisi tubuhku sendiri?   Maksudku, aku tahu aku memang merasa takut dengan mimpi itu. Tapi aku tidak menyangka efeknya bisa sampai membuat wajahku sepucat ini. Jika orang melihat pasti mereka akan berpikir aku tengah mengidap penyakit serius. Aku segera beralih mencuci wajahku dengan air dan membersihkannya. Mungkin saja dengan begitu wajahku akan terlihat lebih segar seperti biasanya. Kulihat pantulan cermin di depanku lagi. Hasilnya tetap sama pucatnya.   “Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan dengan wajah ini?” gumamku dengan raut wajah bingung sekaligus heran sendiri. Pandangan mataku masih menatap pantulan kaca yang menunjukkan wajah pucatku itu.   “Hahh sudahlah. Aku harus cepat-cepat bersiap ke sekolah sekarang sebelum Hellen datang,” putusku kemudian. Aku segera melanjutkan aktifitasku kembali. Aku berpikir akan meminta bantuan Hellen untuk melakukan sesuatu pada wajahku agar tidak terlihat terlalu mengerikan seeprti ini nanti.   Aku menggosok hidungku yang terasa gatal sedari tadi. Entah kenapa suara Mom yang tengah menyiapkan sarapan pagi ini terdengar lebih keras dari biasanya. Dalam hati aku bertanya-tanya, apa suasana hati Mom sedang tidak baik-baik saja? Apa terjadi sesuatu sehingga membuat Mom menjadi kesal di pagi hari ini?   Meski pikiranku sibuk bertanya-tanya mengenai kondisi Mom di bawah sana, namun gerakan tubuhku masih tetap fokus menyiapkan keperluan sekolahku hari ini. Aku sudah selesai berpakaian. Tinggal memasukkan buku-buku yang hendak kubawa. Satu buku terakhir baru kumasukkan ke dalam tas ranselku sebelum aku menutupnya dengan rapat.   Aku menatap tas itu dengan puas. Setelahnya aku kembali menggerakkan lengan kananku dengan gerakan berputar secara perlahan. Mencoba merasakan rasa sakit pada luka tersebut. Aku rasa sakitnya tidak sepanas yang kurasa semalam. Linu yang kadang terasa juga sudah berkurang. Aku menghela napas lega kemudian. Aku langsung meraih tas ranselku dan membawanya pergi keluar kamar.   Dengan santai aku turun menapaki anakan tangga menuju ke bawah. Kulihat Mom terlihat seperti biasa-biasa saja. Tidak ada yang aneh dengan tingkahnya pagi ini. Yang aneh hanya aku yang merasa bahwa suara yang dihasilkan Mom terdengar lebih kencang dibanding biasanya.   Atau mungkin itu cuma perasaanku saja ya? Aku tanpa sadar hanya berdiri diam di tempat sambil memerhatikan Mom yang masih menyiapkan sarapan kami. Dari sana aku bahkan bisa mendengar langkah kaki tegas milik Dad yang berada di dalam kamar. Aku menoleh ke arah kamar Dad yang pintunya masih tertutup rapat.   “Danny?” Suara Mom memanggilku yang langsung membuatku tersentak kaget. Aku segera menoleh ke arah Mom yang ternyata tengah memerhatikanku dari tempatnya berdiri. Mom memandang aneh ke arahku. “Ada apa kau berdiri diam di sana?” tanyanya.   “Ah, tidak.” Aku menjadi kikuk untuk beberapa saat. Segera aku melanjutkan langkah menuju meja makan di mana Mom berada. Kulihat ada beberapa potong roti dan makanan lainnya yang sudah disiapkan Mom di atas meja. Aku mengambil tempat di salah satu kursi. Mom menyerahkan roti yang sudah diolesi selai kacang kepadaku.   “Makanlah. Dad akan menyusul nanti,” ucap Mom ketika melihatku yang masih duduk manis di tempat tanpa menyentuh roti itu. Aku menoleh ke arah Mom yang kembali sibuk dengan olesan selainya, dan melempar senyum kecil.   “Aku menunggu Hellen masuk Mom,” jawabku dengan singkat.   “Hellen?” beo Mom dengan wajah bingung. Tidak lama kemudian pintu rumah terbuka menampakkan sosok Hellen yang tanpa sungkan memasuki rumah kami.   “Bibi Laura, selamat pagi!” seru gadis itu dengan wajah riangnya. Mom langsung menoleh ke arahnya dengan senyuman lembut. Aku sendiri sudah menduga kedatangan Hellen sejak aku mendengar suara langkah kakinya di depan halaman rumah kami sedari tadi.   “Oh Hellen, selamat pagi Sayang. Makanlah bersama kami. Danny sudah menunggumu,” sapa balik Mom. Hellen langsung mengambil tempat di sebelahku. Gadis itu tanpa sungkan meraih sepotong roti di atas meja dan langsung melahapnya dengan santai. Baru kemudian gadis itu menoleh ke arahku. Pandangan mata kami langsung bertemu, seketika Hellen terpaku di tempat dengan tatapan mata horor.   “Uhuk uhukk!”   “Oh Hellen hati-hati Sayang,” ucap Mom yang langsung mengkhawatirkan gadis itu.   “Ya, aku baik-baik saja Bibi.” Hellen meraih gelas berisi air putihku dan langsung meminumnya sampai merasa lega. Aku dan Mom sama-sama memerhatikan Hellen melegakan tenggorokannya. “Dan apa-apaan wajahmu itu Danny?! Kau menakutiku tadi!” balas Hellen kemudian yang dilanjut dengan protes kepadaku.   “Huh?” Mom juga ikut menoleh ke arahku. Nampaknya sedari tadi Mom tidak memberikan atensi penuh pada penampilanku sehingga membuatnya ikut terkejut saat ini.   “Astaga Danny, kenapa dengan wajahmu ini? Kau pucat sekali! Apa kau sakit?” Seketika meja makan menjadi ramai akan seruan kedua wanita di depanku ini. Mom langsung memeriksa suhu tubuhku, terlebih dengan wajahku. Diraihnya wajah ini dan ditatapnya dengan lekat. Aku merasa tidak nyaman.   “Mom aku tidak apa-apa. Aku tidak sakit sama sekali,” jawabku dengan memberikan cengiran kecil untuk mencairkan suasana di antara kita. Tapi sepertinya Mom masih tidak yakin akan jawabanku ini. Tentu saja dia akan begitu jika melihat wajah pucat seperti milikku ini.   “Danny tapi wajahmu begitu pucat. Lebih baik kau absen sekolah dulu, oke? Kita akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisimu ini,” usul Mom dengan wajah cemasnya. Seketika aku melebarkan kedua mata dengan perasaan panik sembari menoleh ke arah Hellen yang terliat juga tengah mengkhawatirkanku saat ini. Terlihat jelas di wajah manis itu.   “Apa?! Tidak Mom. Jangan berlebihan. Aku tidak sakit sama sekali. Ini ...” Aku berusaha mencari alasan yang tepat untuk menghindari usulan Mom. “Ini karena aku kurang tidur semalam. Aku bergadang mengerjakan tugasku. Aku lupa menyiapkannya semalam,” jelasku asal.   “Benarkah? Tapi kau terlihat pucat sekali Danny. Kau yakin tidak apa-apa?” Mom masih tidak yakin dengan penjelasanku itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD