Catherine duduk di meja belajarnya, ia sedang mengetik sesuatu di laptopnya. Air matanya mengalir setetes demi setetes jatuh ke pipinya yang putih mulus. Catherine mulai menggerakan jari-jarinya , menekan tuts keyboard berwarna pink di laptopnya..
Dear Diary…
Aku tidak tahu bagaimana perasaanku hari ini, apakah aku harus sedih atau senang? Apakah aku harus menangis atau tertawa? Sedih karena hari ini aku kehilangan mama. Mama yang sangat aku sayangi. Mamaku yang lemah dan tak berdaya, tak punya teman dan siapa-siapa dalam hidupnya. Mama yang selalu tidak dihargai, tidak dipercaya dan selalu kelihatan ketakutan. Mama yang begitu menderita dan lemah tak berdaya. Hanya aku yang tahu bagaimana menderitanya mama ku tersayang, mamaku yang tidak ada teman, saudara atau tempat lain untuk menceritakan masalahnya selain kepada diriku .
Mama itu bagai boneka barbienya Papa. Tidak bisa punya keinginan sendiri, tidak bisa memutusakan apa-apa tanpa persetujuan papa. Bahkan untuk gaya rambut dan gaya berpakaian semua harus di atur oleh papa. Mama pernah berkata padaku bahwa ia sangat ingin memakai celana jeans dan kaus tapi papa melarangnya. Papa bilang pakaian itu tidak cocok untuk dipakai istri seorang pengusaha terkemuka seperti papa. Mama lebih cocok memakai blazer atau sejenisnya. Jadinya mama selalu kelihatan kaku dan tidak bergaya. Mama, tidak seperti mama teman-temanku yang lain. Yang bisa pake baju kembar dengan anak gadisnya. Padahal mama tubuhnya masih bagus dan langsing, seharusnya mama pantas memakai baju yang lebih santai tidak seperti baju yang papa pilihkan kepada mama yang memang semua dari merek terkenal seperti : Channel, Dior , Gucci dan harganya tentu sangat mahal, tapi aku rasa lebih cocok dipakai ibu mentri daripada di pakai mama yang kegiatannya hanya di rumah atau pergi ke supermarket setiap awal bulan untuk belanja bulanan. Bayangin aja deh, kalau hari minggu kita jalan sekeluarga, mama juga akan pakai baju-baju kaku itu seperti mau rapat anggota dewan. Tidak sekalipun mama bisa memakai baju yang santai. Sampai-sampai pernah teman sekolahku yang kebetulan bertemu mama di mall bertanya “ Mamamu habis rapat di mana?” Benar-benar memalukan. Tapi saat aku ngomong ke papa. Papa malah menjawab “ Teman mu itu yang tidak berkelas, tidak tau barang bermerek, suruh ngaca dulu sendiri baru boleh ngatain orang. Kalau dia sudah tau merek Channel, Lous Vuitton , Christion Dior, baru dia boleh ngomongin orang”.
Mama segera memegang tanganku sebagai tanda agar aku tidak meneruskan perdebatan itu. Mama sudah tahu dan pasrah pada sifat papa yang kaku . Menurut aku, papa itu lebih diktator dari pada Hitler. Kadang aku heran, kenapa mama sanggup hidup bersama papa yang semuanya serba dilarang. Pernah aku berpikir mungkin papa sengaja menidakkan apapun kesukaan mama. Tujuannya agar mama tidak bahagia. Mama suka makan bakso dilarang, kata papa makanan kaki lima tidak cocok dan tidak sehat untuk seorang nyonya Lutfi. Mama suka berteman, papa bilang tidak boleh. Teman-teman hanya akan memanfaati mama. Papa selalu bilang, itu semua ia lakukan kalau ia terlalu cinta sama mama. Tapi kalau menurut aku, itu karena papa egois dan gila. Papa hanya ingin menguasai mama seutuhnya . Tidak membagi mama dengan siapapun bahkan tidak membagi mama dengan aku. Bayangin aja, kalau papa sudah pulang dari kantor , mama tidak boleh lagi ngobrol dengan aku. Mama harus kembali jadi mama yang takjim, sopan dan sempurna. Pokoknya yang siap sedia melayani papa. Mama seakan berubah seratus delapan puluh derajat kalau papa sudah pulang dari kantor.
Sebelum papa pulang dari kantor, biasanya aku dan mama ngobrol di tempat tidur ku . Kami bisa ngobrolin apa saja. Mama tiduran dengan santai. Kalau ada yang lucu mama tertawa ngakak. Tawanya mama lepas dan bahagia sekali. Tapi kalau papa sudah pulang, tertawanya mama langsung berubah seperti tawa miss Indonesia. Sopan, pake tangan menutup mulut segala. Aku yakin, itu pasti ajaran papa.
Tapi aku salut dengan kesabaran Mama. Mama tetap bertahan meskipun ia tertekan. Mama bilang, ia sayang padaku, ia tidak mungkin meninggalkan aku. Karena kalau mama minta cerai ia, akan kehilangan hak atas diriku. Mama bercerita sebenarnya dulu sekali waktu aku masih SD, mama sudah memutuskan untuk bercerai dari papa dan balik ke rumah Oma. Tapi Opa tiba-tiba sakit, dan demi kesembuhan Opa, mama harus bertahan. dan berkorban. Lama kelamaan mama jadi kebal dan mati rasa dengan semua perlakuan dan perkataan papa yang begitu menghinanya, begitu merendahkannya. Mengatai mama wanita bodoh, tak punya pengetahuan atau kata-kata kasar lain nya yang selalu papa ucapkan kalau ada kelakuan mama yang tidak sesuai dengan kemauan dan keinginan papa.
Mama pernah bilang padaku untuk tidak menyalahkan papa, itu mungkin cara papa mencintai mama. Setiap orang punya cara sendiri untuk menunjukkan cintanya. Tapi aku tetap tidak bisa mengerti cara mencintai seperti yang papa lakukan. Aku tahu mama hanya tidak mau aku membenci papa, makanya mama mengatakan hal tersebut. Mama sebenarnya sangat menderita. Mama sering menangis diam-diam di taman belakang sambil memandangi pohon mangga yang teduh, yang seakan-akan melindungi mama dari terik panas matahari. Ketika aku samperin, mama cepat-cepat menghapus air matanya. Mama bagai ratu yang dipenjara raja jahat. Mama bukan hanya kehilangan kebebasan tapi juga kehilangan harga diri dan jati diri. Bagaimana mama bisa hidup selama lima belas tahun tanpa ada teman untuk berbagi tawa, canda dan cerita. Mama selalu bilang, mama kan ada aku yang bisa jadi temannya. Tapi menurut aku, tidak mungkin mama tidak bergaul sama sekali. Ia perlu masukan dan sosialisasi dari teman-teman yang seumuran dengannya. Aku pernah membuat account f*******: untuk mama agar ia bisa mencari teman-teman kuliahnya, tapi sayang keburu ketahuan papa. Papa marah besar pada mama dan mengancam akan membuang laptopku kalau aku berani lagi mengaktifkan account tersebut. Mama cepat-cepat berjanji tidak akan menyentuh laptop ku lagi. Mama bilang, ia boleh kehilangan kebebasannya tapi jangan aku yang kehilangan kebebasan dan kegembiraan masa remajaku. Untung papa tidak terlalu posessif padaku, Sifat posessif papa hanya ditujukan untuk mama. Kalau papa juga melarangku ini itu seperti yang dilakukannya pada mama, mungkin dari dulu aku sudah mengajak mama kabur bareng. Tapi mama selalu takut untuk kabur. Katanya ia tidak punya tempat berlindung, tidak punya teman, tidak punya penghasilan, Bagaimana ia bisa bertahan hidup ? Sendirian aja susah bila tidak punya apa-apa , apalagi berdua dengan aku.. Mama tidak mau aku ikut menderita.
Kemarin waktu mendengar mama menangis tertahan di kamar mandi, rasanya aku ingin mengetuk pintu kamar mandinya dan memeluk mama. Aku ingin sekali menghibur mama. Aku tahu pasti sesuatu yang buruk sudah terjadi pada mama. Papa pasti sudah memukul mama dan entah melakukan apa lagi sampai mama menangis begitu perih. Tidak pernah aku mendengar mama menangis sampai suaranya hilang seperti tercekik . Mama pasti sangat sangat menderita saat itu. Ingin menjerit tapi tak ada tenaga dan kekuatan, ingin pergi tapi tak ada daya dan tak ada modal. Mama pasti sangat menderita karena tidak tahu harus berbuat apa.
Tapi hari ini, ketika papa mengatakan bahwa mama telah pergi menghilang. Hatiku bersorak gembira. Saatnya sudah tiba setelah lima belas tahun lamanya . Mamaku telah berani mengambil keputusan untuk pergi. Pergi dari kehidupan dan kediktatoran papa. Pergi meninggalkan segalanya. Pokoknya mama telah berhasil pergi untuk bebas dari raja jahat yang membuatnya kehilangan kebebasan dan kebahagiaannya.
HORREEEEEEEEE. Selamat Ma! Selamat telah melepas kan beban dan belenggu hidupmu. Mama pantas mendapatkannya. Ma .. Jadilah dirimu lagi.Jadilah mama yang tertawa ngakak, Jadilah mama yang ceria dan jadilah mama yang menikmati hidup ini, beli jeans dan baju kaos , Ma. Potong pendek dan cat rambutmu Ma. Jangan pernah takut lagi . Pergi yang jauh Ma, jauh sekali dan jangan pernah kembali lagi.
Jangan mengkhawatirkan diriku. Aku pasti bisa menjaga diriku sendiri. Aku bukan anak kecil lagi. Aku pasti akan ingat semua nasehatmu untuk mandiri dan jangan salah memilih cinta ketika aku dewasa nanti. Aku berjanji akan baik-baik saja di sini menjaga diriku sendiri dan tetap hidup bahagia. Aku ingin mama juga menemukan kebahagiaan mama. Suatu saat nanti kalau aku sudah dewasa dan tidak lagi bergantung pada papa. Aku pasti akan menemukan mu, Mama. Pasti akan aku temukan mamaku dimanapun engkau berada.
Selamat tinggal Ma..Carilah kebahagianmu, cari jati dirimu, cari cintamu . Aku tidak akan menyalahkanmu dan aku pasti akan selalu mencintaimu selama-lamanya….
Catherine menekan tombol save pada laptopnya. Menghapus air matanya dan tersenyum memandang foto keluarga yang ada di meja belajarnya. Ia lalu memadam kan lampu dan beranjak ke tempat tidur. Catherine membaringkan badannya dan bersiap-siap untuk tidur. Ada senyum di bibirnya yang tipis.
" Tuhan tolong lindungi Mamaku, berikan dia kekuatan untuk tetap hidup, tunjukkan jalan yang baik agar mama bisa menemukan kebahagiannya.dimanapun mama berada. Amin”.
Tiada harapan yang lebih indah
Dari harapan dan doa seorang anak
Untuk kebahagiaan orang tuanya
Yang telah lama memendam penderitaan dalam jiwanya