Jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Aku duduk diam mematung di meja makan. Malam ini aku sudah bertekad sangat kuat akan menunggu Edward pulang kantor dan mengajaknya bicara empat mata. Aku tidak peduli akan menunggu sampai jam berapa dia bakalan pulang, aku bertekad tetap akan menunggu Edward . Aku tidak mau ia kehilanggan anaknya karena kesibukannya. Sudah cukup ia kehilangan istrinya dan sekarang kalau dia tidak mau berubah, ia bakalan kehilangan anaknya juga dan dia sendiri juga akan menderita. Aku tidak peduli kalau Edward akan marah padaku karena mencampuri urusan pribadinya. Aku tidak bisa melihat Nadia menangis seperti tadi lagi. Melihat tangisan Nadia tadi benar-benar membuat hatiku teriris-iris pedih bagai disilet belati . Aku seperti melihat Catherine kecil yang