Bab 9. Tuduhan Bara

1089 Words
Bodohnya Icha, dia sama sekali tidak menaruh curiga. Padahal, seharusnya dia merasa aneh saat Raya datang dengan alasan disuruh bara untuk mengantarkan sarapan. Hubungannya dengan Bara tidak sebaik itu, sehingga suaminya akan memikirkan tentang sarapan untuknya. Wanita hamil itu tanpa memiliki pikiran buruk apapun, memakan sarapan yang diberikan oleh Raya. Baru saja suapan kedua, keanehan pun terjadi. Perut Icha tiba-tiba sangat sakit. “Ah, kenapa sakit sekali?” Icha merintih kesakitan. Merasa bahwa dia mungkin tidak akan kuat menahan sakitnya ini, dia pun menghubungi sang mertua. “Kamu tunggu di sana, Cha. Mama dan Papa akan segera datang,” ucap sang mertua saat Icha menghubunginya. Tanpa membuang waktu, kedua mertua Icha yang begitu menyayanginya menantunya itu datang. Sayangnya, ketika mereka sampai, Icha sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri. “Ya Allah, Icha! Kamu kenapa, Nak?” Sukma tentu terkejut bukan main. “Pah, ayo kita bawa Icha ke rumah sakit!” ajak wanita itu. Panji pun tanpa pikir panjang langsung membopong menantunya ke mobil. Setelah itu, mereka membawa Icha ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit, Sukma berteriak pada perawat agar segera memberikan penanganan pada Icha. Para perawat pun dengan sigap membawa Icha ke IGD menggunakan brankar. Sukma tampak sangat khawatir pada menantunya. Begitu juga dengan Panji. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Icha, mereka pasti akan dihantui rasa bersalah pada almarhum kedua orang tua wanita hamil itu. “Mah, tenang, yah! Semoga saja Icha tidak apa-apa,” ucap Panji, dia berusaha memberikan ketenangan pada istrinya. “Nggak bisa, Pa. Mama takut Icha kenapa-kenapa,” sahut wanita itu. “Papa juga takut, Ma. Tapi, kita percayakan saja semua pada Allah,” balas sang suami. “Iya, Pah. Papa udah hubungi Bara?” tanya Sukma, dia sangat geram pada anaknya yang tidak bisa menjaga Icha dengan baik. “Sudah, Mah. Dia bilang akan segera menyusul,” jawab Panji seadanya. Beberapa saat kemudian, dokter keluar dari IGD. Sepasang suami istri itu bergegas menghampiri sang dokter. “Bagaimana keadaan menantu saya, Dok?” tanya Sukma. Wanita itu benar-benar tampak khawatir. “Alhamdulillah sekarang kondisinya sudah lebih baik,” jawab dokter itu. “Dia kenapa, Dok?” tanya Panji penasaran. “Kamu menduga, pasien keracunan makanan. Apakah ada sesuatu yang dia makan sebelum terjadi hal ini?” “Kami sama sekali tidak tahu, Dok. Tapi, nanti akan segera kami cari tahu,” jawab Sukma. Dokter mengangguk, kemudian pamit untuk kembali mengurus pasien lain. Sukma pergi menemui Icha, sedangkan Panji, dia harus kembali ke rumah Bara untuk mencari tahu sebab sang menantu sampai keracunan. Saat sampai di rumah Bara. Panji langsung menggeledah semua tempat. Tidak terkecuali meja makan. Di sana, dia menemukan kotak makan yang isinya baru termakan sedikit saja. “Jangan-jangan makanan ini yang membuat Icha keracunan.” Panji langsung curiga pada makanan itu. Dia langsung membawa makanan sisa itu ke rumah sakit untuk diuji. Dokter segera melakukan apa yang menjadi tugasnya. Sekarang Icha sudah di pindahkan ke ruang rawat. Dia ditemani oleh kedua mertuanya. “Kamu yakin sudah baik-baik saja, Icha?” tanya Sukma memastikan. “Iya, Mama. Icha gak apa-apa,” jawabnya jujur. Memang setelah mendapat penanganan medis, kondisinya sudah lebih baik. Meski sampai saat ini, Icha belum tahu penyebab dia masuk ke rumah sakit. “Tadi kamu pingsan, Sayang. Makanya Mama khawatir banget,” ucap Sukma tulus. Mendengar itu, Icha terharu. Setidaknya, walau Bara tidak menganggapnya sebagai istri, ada mertua yang begitu baik padanya. Dia tetap saja bersyukur karena memiliki Sukma dan Panji. Pada saat yang bersamaan, seorang dokter masuk ke kamar rawat Icha. Dokter tersebut membawa kabar tentang hasil uji laboratorium makanan tadi. “Bagaimana, Dok?” tanya Panji tegas. “Begini, Pak. Makanan yang Bapak bawa tadi memang mengandung obat penggugur kandungan. Beruntung sekali bayi yang ada di rahim Ibu Icha kuat dan bisa tertahan,” jelas sang dokter. “Baiklah, terima kasih atas informasinya, Dok.” “Sama-sama. Saya permisi dulu,” pamit dokfer itu. “Silakan,” balas kedua mertua Icha. Begitu sang dokter sudah pergi, Sukma langsung menanyakan dari siapa makanan yang menjadi sumber petaka. “Dari siapa, Icha? Apa kamu order makanan itu secara online?” Wanita dengan wajah pucat itu menggelengkan kepalanya. “Makanan itu dari Raya, Mah. Dia bilang itu titipan Bara,” jawabnya jujur. Pas sekali, saat ketiga orang di ruangan itu sedang membahas tentang dari mana asal makanan itu, Bara juga baru saja masuk. Wajahnya tenang, seperti tidak ada apa-apa. Laki-laki itu berjalan pelan masuk ke ruang rawat. Namun, belum juga dia sampai, Panji sudah lebih dulu melangkah ke arahnya. Sangat mengejutkan lagi, Panji menampar sang anak dengan keras. “Ada apa, Pah?” tanya Bara heran. Dia tentu saja bingung. Dia baru saja datang, tapi langsung mendapat tamparan dari sang ayah. “Kamu benar-benar gila, Bara! Kamu mau melenyapkan bayi di kandungan Icha!” bentak panji kesetanan. “Apa, Pah? Melenyapkan? Atas dasar apa Papah menuduhku begitu?” Bara tentu saja protes karena dituduh melakukan kejahatan keji seperti itu. “Apa mata kamu buta, Bara? Lihatlah! Icha hampir saja kehilangan anaknya karena obat penggugur kandungan yang kamu berikan lewat makanan tadi pagi.” “Makanan? Obat penggugur kandungan? Maksud Papa gimana? Bara benar-benar tidak paham.” “Icha, cepat jelaskan apa yang terjadi tadi pagi!” titah Panji pada menantunya. Icha tampak ragu untuk menjelaskan apa yang terjadi pagi tadi. Namun, jika tidak dijelaskan pun itu malah akan memperkeruh keadaan. “Tadi pagi, Raya datang ke rumah. Dia memberikan makanan padaku. Katanya itu titipan dari kamu, Bara,” ungkap Icha pada suaminya. Lelaki itu terdiam setelah mendengar penjelasan Icha. Dia ingat dengan pembicara semalam bersama Raya. Saat itu, sang kekasih memang memberikan ide untuk melenyapkan Icha dan anaknya. Namun, Bara sama sekali tidak menyangka Raya akan benar-benar melakukan hal keji tersebut. “Kenapa kamu diam, Bara? Apa hal itu memang benar? Kamu berniat mencelakai Icha dan bayinya?” Sukma sama sekali tidak menyangka Bara akan melakukan hal tersebut. Bara langsung tersadar. Dia segera membantah tuduhan itu. “Bara sama sekali tidak tahu tentang itu, Mah. Mama percaya sama Bara,” mohonnya agar sang ibu memercayainya. “Jika bukan kamu yang melakukan, siapa lagi?” tanya Panji menuntut. “Ini pasti akal-akalan wanita licik itu, Pah. Kurang ajar! Selain jalang, ternyata dia juga wanita kejam.” Sukma tampak begitu sengit pada kekasih anaknya. “Ini alasan Mama tidak menyetujui hubungan kalian, Bara! Sejak dulu, Mama merasa Raya bukan wanita yang baik,” lanjutnya kemudian. “Cukup, Mah! Jangan fitnah Raya terus-terusan. Dia tidak mungkin melakukan hal itu. Ini pasti Icha sendiri yang bersandiwara,” ucapnya malah balik menuduh sang istri.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD