Jadi tontonan

1253 Words
Ketika Alice dan Rendra pergi meninggalkan kampus, rupanya seseorang telah memergoki mereka. Dia adalah Meysa, atau adik tiri Alice. Setelah kepulang Alice kerumah, mambuat Karin menyuruh Meysa untuk mencari tau sesuatu tentang Alice. Kini setelah melihat semuanya, Meysa bisa mengadukannya pada Karin. "Apa dia pacarnya?" Gumam Meysa menatap mobil Rendra yang sudah semakin tak terlihat. *** Di tempat lain, Rendra dan Alice telah tiba di kediaman Armano. Di pertemuan kali ini, Alice tak sempat mengganti pakaiannya. Ia terlalu menikmati perjalanannya bersama Rendra, sehingga lupa untuk ke rumahnya lebih dulu. Namun begitu, Alice terlihat anggun meski hanya menggunakan kemeja bermotif kotak-kotak, serta rok span jeans dengan panjang 7/8. Saat ini ia merasa begitu gugup, ketika berjalan menuju ke ruang keluarga. Untuk mengurangi rasa gugupnya, Wanita itu berkali-kali menarik nafas, lalu perlahan mengeluarkannya pelan. Setibanya di ruang keluarga, tampaknya kedua orang tua Rendra sudah menunggu. "Mah, Pah.. Kenalkan, ini pacar aku namanya Alice" Ujar Rendra, memperkenalkan Wanitanya. Kedua orang tua Rendra pun tersenyum, dan menatap Alice dari ujung kaki. "Selamat sore, Om, Tante" Sapa Alice, membungkukkan sedikit badannya. Keluarganya tampak menyambut Alice dengan baik. "Duduklah, Nak Alice" Tutur Pria parubaya bernama Ferdy Armano, yang juga seorang pengusaha. Keduanya lalu duduk berhadapan dengan orang tua Rendra. "Di lihat dari pakaiannya, sepertinya dia anak orang biasa" Monolog Riska dalam hati. Ia merupakan Ibu kandung Rendra. "Berapa usiamu Al?" Tanya Riska ke topik utama. "Tahun ini 21, Tante" Mendengar angka usianya, Ferdy menatap canggung Putranya. Baginya Alice masih terlalu muda untuk ke jenjang yang lebih serius. "Apa orang tuamu masih ada semua?" Kembali Riska bertanya. Tujuannya kemari memang untuk mengenalnya lebih dekat, atas keinginan Putranya. "Saya punya Ayah, Tante. Ehm, Ibu saya sudah meninggal" Entah mengapa, nada bicaranya terdengar sedih. "Oh, Maaf kami tidak bermaksud" Ucap Ferdi mewakili Istrinya. "Apa? Jadi dia bahkan anak yatim! Aku nggak bisa membayangkan betapa susahnya keluarganya!" Gumam Riska dalam hatinya. Alice hanya tersenyum dan memaklumi semuanya. Pertemuan dengan keluarga Rendra berujung makan malam bersama di rumahnya. Tidak ada masalah sejauh ini, membuat Alice mulai merasa nyaman. Hingga pukul 9 tiba, saatnya Alice berpamit untuk pulang. Demi keinginan Putranya, Riska dan Ferdy pun akhinya memberikan restu pada hubungan mereka. Mereka bahkan mengatakan bahwa dalam waktu dekat Rendra akan datang ke rumahnya untuk melamar Alice. Mengingat usianya yang masih mudah, sehingga Ferdy memberi syarat pada mereka untuk bertunangan lebih dulu. Alice harus menyelesaikan kuliahnya dulu, lalu bisa menikah dengan Rendra setelah lulus. Malam ini, Alice berencana untuk kembali ke kediaman Diego. Rasanya ingin segera menyampaikan berita bahagianya. "Al, ini jalan menuju ke rumah Orang tuamu?" Tanya Rendra tak yakin. Ini pertama kalinya juga, Rendra mengantar Alice pulang. Selama ini mereka hanya bertemu di rumah sewa milik Alice. "Iya, Kak. Aku tinggal jalan saja, sedikit" Sahutnya sebelum turun dari mobil. Setibanya di perumahan, Mereka saling berpamitan seperti biasanya. Lalu Alice terlihat menatap kepergian Rendra yang semakin jauh. Kali ini Alice benar-benar kembali, dan membuat Karin tak nyaman pastinya. Benar saja, setibanya di rumah, Alice segera pergi mencari Diego. Ia menceritakan berita bahagianya pada Ayahnya. Diego pun memberi dukungan padanya, Pria parubaya itu bahkan cukup lega karena hubungan dengan pacarnya akan melaksanakan pertunangan dulu. Diego meminta Alice untuk mempertemukan Calon tunangannya padanya. Seperti yang di lakukan Orang tua Rendra kepada Alice. Semenjak menyampaikan berita itu, Alice mulai tinggal di rumah lagi. Sementara Meysa yang mendengarnya pun merasa sedikit iri. Ia merasa perjalanan asmara Alice sangat mulus. Sudah minggu ke tiga, mereka sarapan bersama setiap pagi. Kali ini, menu sarapannya adalah roti sandwich isi daging. Aroma mayonais dan saos sangat menyengat pada hidung Alice, hingga membuat perutnya merasa mual. Wanita itu hanya meneguk segelas s**u hangat, tanpa menyentuh sandwichnya. Netranya memerhatikan Karin, yang menikmati sarapan berupa salad sayur. 'Uwekkk' Ketika melihat Karin mengaduk saladnya, tiba-tiba Alice merasa mual. Ia lalu segera berlari menuju toilet. Wanita itu terdiam, karena ini bukan pertama kalinya ia merasa mual saat melihat makanan yang tak ia suka. Saat ini Alice enggan berpikir jauh, ia kembali membasuh mulutnya sebelum kembali ke meja makan. "Kamu kenapa? Sakit?" Tanya Diego, mengkhawatirkan Putrinya. "Nggak kok, Pah. Sepertinya aku masuk angin, ini kan sudah pergantian cuaca" Jawab Alice. "Kalau begitu pakai jaket saat keluar. Jangan sampai kedinginan!" Mendengar perhatian Diego di utarakan pada Alice, membuat Karin kesal. "Hamil kali!!!" Celetuk Meysa asal bicara. "Jaga ucapanmu!" Cetusa Wanita itu menatap adik tirinya. "Aku berangkat, Pah!" Daripada meladeni Meysa, ia memilih berangkat lebih dulu. "Ck!" Meysa pun sama , ia merasa kesal karena sudah merebut perhatian Diego. Alih-alih meneruskan sarapannya, Diego hanya terdiam sejak saat Meysa menimpal ucapan Alice. Diego jadi berpikiran demikian, apalagi saat tiba-tiba Alice meminta restu untuk menikah. Namun Diego tak mau ambil kesimpulan sebelum ada bukti. Ia percaya bahwa Putrinya bukan Anak yang seperti itu. *** Sementara itu, di perjalanan menuju kampus pun Alice di hantui oleh ucapan Meysa. "Kalau di pikir-pikir, tanggal haid ku sudah lewat 5 hari. Aduh Gawat!" Tiba-tiba perasaannya menjadi cemas, saat menyadari siklus menstruasinya yang telat. Alice kembali di hantui oleh bayangan malam itu. Malam saat dirinya melakukan One night stan bersama seorang Pria asing. Hingga saat ini tak ada yang datang mencarinya. "Benar! Dia pasti merasa senang karena aku pergi begitu saja. Semoga rasa mualku hanya masuk angin saja, ya Tuhan!" Gumam Wanita itu melanjutkan perjalanannya. Kini tibalah Alice di kelasnya. Ia begitu rajin mempelajari manajemen bisnis yang berlangsung selama 2 jam. Tak terasa sudah pukul 11 siang, Alice kini melangkah menuju ke toilet. Di perjalanan berangkat ke kampus tadi, Alice mampir ke sebuah apotek. Rupanya ia membeli sebuah tespek, untuk memastikan kecemasannya. Meski rasanya sangat takut, namun Alice harus melakukan tes. Wanita itu kini mulai mencelupkan sebatang tespek ke dalam urin yang sudah is siapkan. Tak butuh waktu lama untuk menunjukkan hasil dari tespek tersebut. Di sana, Alice duduk di atas kloset sambil memejamkan matanya. Rasanya benar-benar takut. Alice takut jika hasilnya akan positif. Ia mulai menarik nafasnya lalu pelan-pelan mengrluarkannya, hal itu ia ulang berkali-kali. Hingga kini saatnya Alice melihat hasil tespeknya. Kedua Netranya membulat sempurna, begitu melihat dua garis merah yang terpampang. Deg.... Dadanya seperti di hantam oleh sesuatu yang begitu kuat. Bahkan tenggorokannya sulit untuk menelan. "Aku harus gimana?" Gumamnya menggigit bibirnya. Kedua matanya berkaca-kaca. Perasaannya menjadi kacau balau seketika. Entah bagaimana cara Alice untuk menjalani hari kedepannya. Apa aku harus menggurkannya? "Tapi dia tidak bersalah!" "Aku harus bagaimana?" "Mulai dari mana aku menjelaskannya pada mereka?" Isi kepala Alice seketika di penuhi dengan pikiran-pikiran negativ. Cukup lama Wanita itu berada di dalam toilet. Ia bahkan melupakan jadwal kelas selanjutnya. Hingga waktu hampir gelap, Alice masih terpaku di dalam bilik toilet. Namun seorang Cleaning servis datang untuk bersih-bersih. Mau tidak mau Alice akhirnya keluar dari toilet. Ia berjalan dengan wajah kebingungan. Alice bahkan bingung ingin berkeluh kesah dengan siapa. Nasibnya benar-benar apes. Berkali kali ia merutuki dirinya sendiri yang sangat ceroboh. Alice berjalan tak tentu arah, pikirannya sangat kacau dan tak ada orang di sampingnya. Di sisi lain, ia juga memikirkan bayinya yang yang tak berdosa. Sambil melamun, Alice memegangi perutnya dan mengusapnya. Alice merasa saat ini yang ada di sampingnya hanya janinnya. "Apa yang harus kulakulan????" Teriak Alice di tengah jalan, dan membuatnya jadi tontonan. *** Kemudian, di sebuah perusahaan media tengah ramai orang-orang di lift. Mereka baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Terlihat Sarah sedang berbincang dengam koleganya di dalam lift. Tiba-tiba saja, ponselnya berdering. Melihat nama Alice terlihat, Wanita itu segera menjawabnya. "Haloo Bestie. Ada apa?" Ucap Sarah, namun tak mendapat jawaban. "Halo, Al" Raut wajahnya seketika berubah. Ia berlari lebih cepat meninggalkan temannya, dan pergi menuji ke tempat Alice berada.. Apa yang terjadi? -NEXT-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD