Happy Reading ...
-------------------
Makan malam keluarga Gemma berjalan hening. Gemma memperhatikan Ruby menikmati makan malamnya. Biasanya meja makan mereka selalu hangat dengan obrolan-obrolan kecil. Apa saja bisa mereka bahas. Tapi, beberapa hari ini Ruby lebih banyak diam.
Gemma menyesal sempat mengangkat tangannya untuk mengancam putrinya itu. Gemma mengambil sepotong daging dan meletakkan di piring putrinya.
Ruby melihat Gemma kemudian menunduk ketika tatapan mereka bertemu.
"Papa minta maaf, Ruby." ucap Gemma.
Mendengar Papanya minta maaf sedikit melukai hatinya. Tidak seharusnya kata-kata itu keluar dari mulut Gemma karena suasana tegang di antara mereka berasal darinya.
"Ruby yang salah, Pa." ucap Ruby lirih. "Maafkan aku." sambungnya, dengan kepala tertunduk.
Gemma tersenyum, ia membawa tangannya membelai kepala putrinya. "Makanlah yang banyak." ucapnya dengan penuh perhatian.
Ruby mengangguk, "terima kasih, Papa." lirih Ruby, mengambil daging yang diberikan Gemma kemudian melahapnya.
Kalimaya turut merasakan bahagia, suasana dingin yang sempat tercipta dalam beberapa hari ini di keluarga mereka kini berubah hangat. Ia mengambil daging dan meletakkan di piring suaminya.
"Terima kasih istriku," ucapnya mesra. Kalimaya mengangguk semangat. Ia mengambil sayur pakchoy dengan sumpitnya dan meletakkan di piring putriya.
"Makan yang banyak," ucapnya dengan tatapan sayang.
"Makasih, Mama." Ruby mengangguk, kembali menikmati makan malamnya dengan hati yang gembira.
****
Ruby duduk di meja belajarnya. Mengerjakan tugas kuliahnya dan sesekali menoleh pada ponselnya.
'Apa yang aku harapkan.'Pikirnya, dia sangat berharap Topaz mengirim pesan untuknya.
"Dia benar-benar melupakan aku. Segampang itu?" Ucapnya dalam hati.
Ruby menghentakkan nafas kasar, meletakan pena, ia mengambil ponsel dan melihat waktu disana. Jam setengah sebelas malam.
Ruby membuka aplikasi huruf F, dan melihat Topaz online.
Selama ini sebelum ia berangkat ke alam mimpi ia selalu diantar oleh ciuman hangat Topaz lewat telepon genggam. Dan paginya selalu cerah sekalipun langit mendung karena Topaz menyapanya hangat bak mentari pagi. Ia merindukan itu terjadi lagi.
Ruby membuka percakapannya dengan Topaz dan membacanya satu persatu, ia tersenyum tatkala semua isi pesan itu indah.
"Topaz aku merindukanmu."
Ruby meletakkan ponselnya di meja belajarnya, teringat akan Kristal. Ia mengambil ponselnya dan mencari nama Safir disana. Kemudian mengirim pesan untuk pria itu.
Ting …
Ting …
Safir mengerutkan kening saat melihat pesan dari Ruby. Ia keluar dari galeri ponselnya, beberapa detik lalu ia menghabiskan waktu menikmati senyum mendiang istrinya lewat foto-foto yang tersimpan dalam ponselnya.
Safir membuka pesan dari Ruby.
[Kak, bagaimana keadaan Kristal?] isi pesan Ruby.
Safir melihat waktu di layar ponsel. Setengah sebelas malam. Ia tersenyum kecut. Ruby baru menanyakan kabar putrinya setelah melewati banyak waktu. Bahkan Kristal saat ini sudah tidak demam lagi. Dengan perasaan malas ia membalas pesan Ruby.
Ting ...
Ting ...
Ruby meletakkan pena saat ponselnya berdenting, ia membuka pesan Safir.
[Sehat]
"Syukurlah," ucapnya penuh Syukur.
****
Safir terkekeh melihat gadis di hadapannya. "Dunia memang sempit ya," ucap Berlian.
Safir mengangkat kedua bahunya, "ngapain?" tanyanya.
"Sama kayak kamu, belanja."
Keduanya tertawa bareng, mendorong troli masing-masing.
"Kau tinggal sendiri?" tanya Safir, mengambil wortel dan meletakkan dalam troli.
"Mmm, kadang adikku Sean menginap di apartemenku." Berlian mengambil wortel dan meletakkan di troli.
"Safir,"
"Umm,"
"Aku mau menagih janjimu."ujar Berlian.
Safir menoleh padanya." janji apa?" tanya Safir dengan kedua alis bertautan.
"Ih, kamu. Traktir." Berlian mengingatkan.
"Oh …." Safir terkekeh kemudian menjitak jidatnya sendiri. "baiklah, kapan kau punya waktu?" tanya Safir.
Berlian mendorong troli menuju tempat buah. "hari ini." ucapnya.
"Hari ini?" tanya safir memastikan.
"Ho'oh. Kamu nggak keberatan, kan?"
"Tentu saja, baiklah jam berapa kita bertemu dan dimana?" tanya Safir seraya melihat waktu yang menghiasi pergelangan tangannya.
"Jam tujuh di mall ini dan boleh aku memilih traktirannya?"
"Wah ...kamu banyak maunya ya? Baiklah apa?" tanya Safir.
"Ajak aku nonton, Safir." lirih Berlian.
Safir menundukkan kepala, memikirkan ucapan Berlian, kemudian berujar.
"Baiklah," Safir setuju. Senyum di wajah Berlian terbit.
"Jangan terlambat datang, aku tunggu di kafe tempat kita minum pertama di mall ini." ucap Berlian meninggalkan trolinya.
"Baiklah, kau sudah mau pulang?" tanya Safir, heran.
"Aku bisa belanja besok." Sahut berlian, melambaikan tangan tanpa melihat Safir.
Safir menggelang kecil, "Aneh,"
lirihnya, melanjutkan belanja.
******
Kalimaya menerima paket dari kurir Butik. Ia menerimanya dan membawanya masuk, hatinya tampak bahagia, gaun pernikahan Ruby.
"By, ini gaun pernikahan kamu sudah datang." Kalimaya membawa masuk ke dalam kamar Ruby dan meletakkan kota segiempat berwarna putih dengan pita warna emas di salah satu sisinya.
Ruby menoleh sebentar, kemudian kembali sibuk dengan ponselnya.
"By, mama buka ya, mau lihat." kalimaya bersemangat sementara putrinya terlihat biasa saja.
"Buka aja, Ma." jawab Ruby tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar ponselnya. Dia sedang menonton Bias nya melakukan live di media sosial.
Kalimaya pelan-pelan membuka kotak besar dan mengeluarkan gaun dari dalam. Ia melebarkan di atas ranjang dan menatap kagum.
"By, ini indah loh sayang," ucapnya. "Coba pakai, By." sambungnya.
"Mama aja yang coba,"
"Kan Ruby yang mau nikah. Sini pakai, By." Panggil Kalimaya.
"Nggak, Ma. Nanti aja di hari pernikahan Ruby." tolak Ruby.
Kalimaya berdecak. "kamu ngapain sih, By. Sibuk terus sama ponselmu."keluh kalimaya menyadari putrinya begitu acuh.
"Memangnya Ruby mau ngapain lagi?" tanya Ruby terus menekan love-love untuk Bias nya yang sedang melakukan siaran langsung.
"Belajar, By. Bentar lagi kamu akan menjadi seorang istri. Setidaknya kamu harus menyiapkan sedikit diri kamu. Ayo mama ajari gunakan mesin cuci."
"Nggak mau." tolak Ruby.
"By, nanti setelah menikah kamu tidak tinggal sama Mama loh sayang, tapi sama mertuamu. Kamu mau mertuamu menyepelekan mu."
"Safir banyak duit, kenapa nggak pakai pembantu? Lagipula Ruby nikah bukan untuk jadi pembantunya. Tapi istri," cecar Ruby.
Kalimaya mendengus melihat tingkah putrinya." tugas istri itu mengurus rumah tangga, By. Sekalipun kamu sibuk, setidaknya kau harus tahu apa keperluan keluargamu yang kurang."
"Ah mama, udah ah. Ribut. Ntar aja belajarnya kalau sudah menikah. Lagian siapa yang minta nikah cepat-cepat, jadi jangan salahkan Ruby kalau nggak tau apa-apa." Cecar Ruby
"Itu sebabnya mama memintamu belajar." sahut Kalimaya, ia menyimpan gaun pengantin Ruby dalam lemari.
"Ayo mama ajarin nyuci baju pakai mesin cuci." ajak Kalimaya.
"Nggak mau, Ma. Itu tugas kak Safir,"
"Lah tujuan kamu menikah dengan Safir untuk merawatnya, Ruby."
"Enak banget hidup dia. Yang ada dia yang rawat Ruby." Ketus Ruby.
"Saling menjaga sayang."
Ruby berdecak, ia beranjak dari tempat duduknya, mengambil sweater dan tas dari gantungan kemudian keluar Telinganya mulai panas oleh omongan Ibunya.
"Manja." panggil Kalimaya. "mau kemana?" Kalimaya mengikuti dari belakang.
"Cari angin, mama bawel."
"Jangan ke rumah Jasmin. Awas kalau sampai mama tau kau kesana." Sahut Kalimaya dari koridor lantai atas.
****
Ruby menghubungi Jasmin dan deringan ketiga panggilan itu terjawab.
"Halo, By." sapa Jasmin.
"Kuy main," ajak Ruby. Membuka pagar rumahnya.
"Kemana?"
"Kokas, Nonton."
"Ada film apa?"
"Nggak tau. Cepatlah, gue males di rumah."
"Jemput." ucap Jasmin.
"Oke, gue otw." Ruby mematikan teleponnya, naik ke atas motornya kemudian mengendarainya ke rumah Jasmin.
****
Berlian menunggu Safir di kafe tempat pertama mereka ngopi. Ia melihat dirinya dalam pantulan kaca bedaknya. Ia mengulum bibirnya yang dipoles dengan lipstik merah muda, menyelipkan rambut ke belakang telinga. Dia terlihat cantik dan dewasa. Sangat menarik.
Berlian menyimpan benda itu ke dalam tas selempang nya, melihat ke arah pintu masuk kafe. Ia melihat Safir masuk dan melambaikan tangan padanya.
Jantung Berlian bertalu-talu melihat penampilan Safir. Tampak keren padahal dia hanya mengenakan kaos putih dipadu dengan celana jeans hitam, kakinya dibalut sneaker putih berlogo ceklis.
"Sorry aku terlambat. Maklum punya anak bayi, aku harus memastikan dia aman." ucap Safir.
"Nggak apa-apa, Fir. Lagian aku juga belum lama kok." balas Berlian.
"Jadi kita nonton sekarang atau ngopi dulu nih?"
"Kita langsung aja," Berlian beranjak dari tempat duduknya. Ia menggandeng tangan Safir, mengejutkan pria itu.
"Nggak lama lagi kamu akan milik wanita lain, Fir. Artinya aku akan kehilanganmu untuk kedua kalinya. Aku mohon, ijinkan aku untuk bermanja padamu kali ini. Besok, aku janji jika ketemu, aku akan menyapamu layaknya teman biasa." ujar Berlian, menatap wajah Safir dengan tatapan penuh harap.
Safir mengangguk," Baiklah, ayo." ajak Safir.
Berlian tersenyum bahagia, ia menyamakan langkahnya dengan Safir. Tangan mereka saling terikat.
Ruby dan Jasmin masuk ke dalam lift dan memilih berdiri di bagian belakang. Dua orang masuk bersama mereka dari ruang bawah tanah.
Lift naik ke lantai atas, pintu terbuka dan membawa dua orang masuk. Naik ke lantai atas. Pintu terbuka lagi, dua orang masuk bergandengan dan berbalik menghadap pintu.
Jasmin melihat sosok Safir namun ia tidak bisa memastikan pria itu Safir. Sementara Ruby tenggelam di belakang karena tubuhnya mungil dan tepat di hadapannya pria tinggi besar.
"By, yang di depan kok kayak kakak ipar lo, ya?" Bisik Jasmin.
"Mana?" Ruby berusaha melihatnya dari balik tubuh pria di depannya, namun tidak jelas.
"Gue nggak bisa lihat. Biarin aja, ntar yang ada gua di suruh balik pulang. Dia melebihi Bokap gue." ucap Ruby setengah berbisik, takut benar jika pria yang dimaksud Jasmin bener kakak Iparnya.
Pintu lift terbuka, dua orang keluar membuat tempat itu sedikit lega.
Lift naik ke lantai atas.
Ruby dan Jasmin maju ke depan, giliran mereka yang akan keluar. Jasmin akhirnya melihat jelas Safir dari belakang kemudian melihat tangannya bertautan dengan tangan seorang gadis lain.
Jasmin menarik Ruby supaya melihat apa yang ia lihat.
"Beneran, itu kakak ipar, lo." Bisik Jasmin.
Ruby memastikan lalu melihat gadis di samping Safir. Pandangan Ruby turun ke bawah. Matanya membulat sempurna melihat dua tangan orang dewasa terikat mesra.
Pintu lift terbuka, Safir dan Berlian keluar begitu juga dengan Jasmin dan Ruby. Mereka memberi jarak dan mengikuti dari belakang.
"Calon suami lo selingkuh, By." Jasmin tergelak.
Ruby segera menutup mulut Jasmin dan memutar tubuh Jasmin berbalik badan tepat Safir menolehkan kepala ke belakang ketika mendengar gelak tawa Jasmin.
"Diam bego." Ruby mendesis.
Perlahan Ruby menolehkan kepala, pasangan itu masuk menuju Bioskop.
"Alamahoe ..., Suami lo nonton, By. Masuk ruang remang-remang." Jasmin tergelak, gelak tawanya mengalahkan gelak tawa Soimah.
"Diem, lo."
"Eh, By. Pasangannya oke juga tuh. Tinggi mereka nyaris sama dan ceweknya terlihat elegan. Kasian lo Ruby ..." Goda Jasmin.
"Wah," Ruby tertawa garing, tidak percaya dengan apa yang dilihat oleh kedua netra bulat miliknya.
"Gue masih belum percaya," ujar Jasmin, menggeleng-gelengkan kepala.
"Apalagi gue."
"Eh, tapi lo nggak curiga sama hubungan mereka. Kalau menurut gue ... dari cara mereka bergandengan, santai dan saling tebar senyum saat ketemu tatap. Kayaknya mereka sudah lama pacaran." Jasmin mengompori.
Ruby tampak memikirkan kata-kata Jasmin.
"Jangan-jangan hubungan mereka sudah berlangsung saat kakak lo masih ada." Tambah Jasmin lagi.
"Gue juga mikir gitu,"Ruby menimpali ucapan Jasmin.
"Nah, loh." Sahut Jasmin.
"Awas aja, kalau gue sampai tau dia selingkuh di belakang kakak gue." ucap Ruby dengan pandangan menyala.
"Lo mau apain?"
"Gue kulitin orangnya." Geram Ruby.
"Ayo lo ikuti dan ambil buktinya, lo bisa manfaatin situasi ini untuk menolak menikah dengannya." usul Jasmin.
"Bener juga, lo." Ruby menarik tangan Jasmin berlari kecil mengejar Safir dan Berlian.
Ruby mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menghidupkan aplikasi rekam video. Ruby mengarahkan ponselnya pada dua orang dewasa yang tengah memesan minuman dan popcorn seember untuk dibawa masuk ke dalam bioskop.
"Langsung masuk aja, ya." ujar Safir, membawa dua cup kopi sementara Jasmin memeluk ember popcorn nya.
"Oke," Berlian merangkul Safir di pinggang, menjadikan Safir sedikit canggung. Ia menurunkan tangan Berlian dari pinggangnya kemudian menggandeng tangan gadis dewasa itu. Begitu lebih baik, menurut Safir. Keduanya berjalan menuju ruang nonton. Sebelum mereka masuk ke dalam Bioskop.
Ruby memanggilnya."Kak Safir," Sontak Safir berbalik badan. Ia tersentak melihat Ruby di depannya.
Ruby tersenyum licik, menjatuhkan tatapannya melihat dua tangan yang bergandengan erat.
"Ruby," Safir refleks melepas tangan Berlian. Seperti tertangkap basah oleh istrinya sendiri. Jantungnya ikutan mengejek dengan berdentum hebat di dadanya. "ngapain kamu disini?" tanya Safir.
"Seharusnya aku dong yang nanya ngapain kakak disini?" tanya Ruby menatap sinis Safir kemudian membawa tatapannya pada Berlian. Memindai penampilan gadis semampai itu. Cantik.
Berlian menarik sedikit sudut bibirnya, ia mengulurkan tangan untuk kenalan dengan Ruby.
Ruby mengabaikan tangan Berlian.
"By, aku kesini bareng temen." ujar Safir.
"Teman? Yakin teman? Nggak usah bohong kak, Ruby lihat jelas dari lift sampai kesini kalian nempel kayak perangko."
Jasmin terbahak, "perangko, barang jadul dong, canda jadul." ledek Jasmin di belakang Ruby.
"By, kamu salah paham. Kakak akan jelasin."
"Alah alibi. Nggak perlu! Ruby nggak peduli kak Safir selingkuh dari Ruby. Tapi, kita lihat pendapat Papa kalau tau mendiang putrinya diselingkuhi menantu kesayangannya mereka." Ruby menarik napas kemudian berujar lagi.
"Ruby sudah ambil gambar juga video kalian berdua. Ruby aduin sama Papa, biar kakak tau rasanya dibenci seperti apa." Ketus Ruby menunjukkan ponsel di tangannya, kemudian mengajak Jasmin pergi dari tempat itu.
"Astaga." Safir menghentakkan nafas panjang. "Sorry Erli, aku harus menyusulnya." kata Safir, menyerahkan kopi di tangannya pada Berlian. Kemudian berlari menyusul Ruby.
"Cepetan tutup pintunya." ucap Ruby saat mereka memasuki lift, Jasmin menekan tombol supaya pintu lift itu tertutup. Perlahan pintu lift merapat namun, tangan Safir sempat masuk hingga secara otomatis pintu itu terbuka lagi.
Safir masuk, ia terengah menatap dua gadis di depannya dengan tatapan kesal.
"By, denger. Aku dan Erli nggak ada hubungan apa-apa." ucap safir.
Ding pintu lift terbuka. Safir menarik Jasmin dan mengusirnya keluar.
"Om, jangan usir Jasmin dong." Jasmin menahan pintu lift dengan satu tangan
"Pulang sana. Ruby biar pulang bareng aku."
"Nggak mau!" Sahut Ruby.
"By, gue aja yang bawa motor Lo. Lo balik bareng suami lo."
"Jasmin, ih gak mau." Sahut Ruby, berusaha melepas diri dari cekalan Safir.
"Berikan kunci motornya, By." ujar Safir.
"Gue pinjam motor lo, By."
Ruby menggeram kesal, merogoh dari saku tasnya. Safir mengambil dan menyerahkan pada Jasmin.
"Hati-hati, By." ucap Jasmin, melepas tangan dari pintu lift seraya tergelak puas.
Ruby mendengus, "Lepasin kak!" Ketusnya.
Safir melepas tangan Ruby, ia menatap gadis yang tinggi tubuhnya hanya sebatas dadanya.
"Aku dan Erli nggak ada hubungan apa-apa, Ruby." ucap Safir.
"Nggak ada hubungan apa-apa? Kau bahkan meninggalkan putrimu dan berkeliaran di sini. Dasar pembohong." Tukas Ruby.
Pintu lift terbuka.
Safir jengkel, ia menarik tangan Ruby dan membawanya keluar lift, menarik gadis itu menuju mobilnya.
Safir membuka pintu mobil. "Masuk."
"Nggak mau."
"Ruby."
"Ah ..." Ruby menggeram, kesal. Mau tidak mau ia masuk dan mendudukkan dirinya di kursi penumpang depan.
Safir menyusul masuk. Menarik nafas panjang, kemudian menoleh pada Ruby.
"Sini Handphone kamu." Safir melembutkan suaranya.
"Buat apa?" Ketus.
"Jangan menambah masalah dengan menyebarkan berita bohong."
"Bohong apaan? Mata dan kepala Ruby lihat sendiri." Balas Ruby, berang.
"Dia teman kakak, By."
"Teman? Teman macam apa yang ajak cowok yang baru saja menyandang status duda menonton di bioskop?" Tanya Ruby, melipat lengan di depan dadα.
"Andaipun kakak jelaskan, kamu nggak akan percaya. Kamu tuh sengaja cari kesalahan kakak supaya di benci Ayah dan Ibu, kan? Berikan Handphonemu, By." Safir berujar lembut serta menatap hangat Ruby..
"Nggak akan. Biar sekalian terbongkar kalau kakak selama ini selingkuh dari kak Intan." Sahut Ruby.
"Astaga, By. Jangan buat orang salah paham."
"Ada bukti. Mata Ruby, hasil rekaman video dan ada saksinya juga, Jasmin. Kakak mau apa?" Nyolot Ruby.
Safir memajukan tubuhnya mendekati Ruby, mencoba mengambil ponsel dari dalam tas Ruby. Ia tidak ingin kedua mertuanya salah paham dengan video itu.
"Jangan! Ruby nggak mau." Ruby mempertahankan tasnya.
"By, kakak mohon. Kamu ini kenapa sih ...? Kalau nggak percaya kita bisa temui Erli sekarang. Dia bisa jelasin apa yang terjadi." ucap Safir.
"Nggak mau." Ruby memeluk tasnya, erat.
Safir berdecak, Ruby tidak akan memberikan ponsel jika di minta baik-baik. Ia harus mencoba tindakan kasar.
------
See you tomorrow