Episode 1
“Hei, apa kau mendapatkan surat dari Camelia?” salah seorang murid perempuan di dalam kelas berbicara dengan teman sebangkunya.
“Surat apa? Oh surat pesta sweet 17 ya?” Gadis berambut pendek yang duduk di bangku depan itu pun mengeluarkan tas ranselnya dan mencoba untuk menunjukkan secarik kertas yang ada di sana. “Tentu saja aku mendapatkannya”
“Beruntung sekali kita berdua mendapatkannya ya, karena aku dengar Camelia tidak mengundang semua anak di dalam sekolah untuk ikut ke dalam pestanya. Aku yakin, dia tidak ingin mengundang anak yang tak asyik saat diajak berpesta.” Sahut temannya dengan rambut di cat kuning separuh panjang itu.
Sekarang sebenarnya sudah jam istirahat, namun sosok pemuda bernama Randy Anthony tidak ikut keluar kelas seperti dengan yang lainnya. Dia sedang sibuk mencoba untuk bereksperimen cairan kimia yang baru saja dia curi dari ruangan praktek kimia sekarang ini.
Randy sama sekali tidak tertarik dengan apa yang para gadis itu lakukan, karena dia yakin, dia tidak akan diundang untuk ikut ke dalam pesta milik gadis bernama Camelia itu nantinya.
Namun meskipun diam dan tak melakukan apa-apa, Randy tahu apa yang sedang terjadi di dalam sekolah ini. Dia selalu mengamatinya dari jauh, mencoba untuk tetap terkoneksi dengan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Setidaknya, hal itu masih bisa membuatnya tahu kalau dia adalah anak sekolahan yang benar-benar aktif di dalam tempatnya duduk itu sekarang ini.
Randy melihat ke dalam kaca yang sudah gelap dan menunjukkan waktu sore. Dia bisa melihat dirinya sendiri walaupun sedikit pudar dan remang-remang sekarang ini.
Bertubuh kecil, otot yang lentur hanya berisi gumpalan daging, berkacamata karena minus terlalu banyak membaca buku ke dalam kegelapan. Randy sudah sadar dengan dirinya sendiri sekarang ini. Dan dia berkata, siapa memangnya yang akan melihatnya dengan penampilan seperti ini?
Dikenali oleh teman sekelasnya sendiri saja sudah menjadi karunia tersendiri bagi Randy, apalagi diundang untuk ikut serta masuk ke dalam pesta yang begitu meriah seperti itu. Hanya angan-angan di siang bolong.
“Hey Randy, apa yang akan kau lakukan?” tanya salah satu murid laki-laki teman sekelas Randy. Randy menoleh ke arah bocah itu dengan wajah sumringah. Dia benar-benar senang karena seseorang menyadari kalau sebenarnya dia sedang melakukan sesuatu yang menakjubkan di sini.
“Ahh... aku ingin membuat sebuah pasta gigi yang bisa kau buat dengan bahan-bahan di dalam dapur! Bahkan, pasta gigi yang aku buat ini mungkin akan menjadi lebih hebat daripada pasta gigi yang kau biasa beli di—“ Sebelum Randy menyelesaikan penjelasannya. Bocah itu tiba-tiba mengambil buku catatan milik Randy.
“Maaf Randy. Namun aku belum menyelesaikan PR yang diberikan Bu Risma untuk besok. Bolehkah aku meminjam buku catatanmu untuk mengerjakan punyaku?” tanya bocah itu.
Randy berprasangka terlalu baik. Dia lupa kalau hal semacam ini pasti akan terjadi kepadanya.
Karena Randy adalah murid paling pintar di kelas dan sering dipanggil guru untuk maju ke depan mengerjakan soal-soal, dia juga pasti terkenal karena dimanfaatkan oleh teman-temannya sendiri untuk membantu mengerjakan soal-soal yang sulit dikerjakan oleh teman-teman yang lainnya.
Randy hanya bisa memasang wajah pura-pura senyum bahagia untuk sekarang. Dia tak ingin mencoba untuk memutus tali pertemanan palsu antara dirinya dan bocah itu sekarang.
“Baiklah, kau boleh meminjamnya. Asal jangan menconteknya secara penuh ya!” Ucap Randy meminta bocah itu dengan keras. “Tentu saja. Aku tahu kalau Bu Risma tidak akan menolerir anak yang mencontek!”
Seketika, bocah itu pun langsung saja pergi dari hadapan Randy sekarang ini. Di depan, ternyata dia bersama dengan anak-anak yang lain. Mereka berjalan membelakangi Randy sambil tertawa dengan pelan dan lirih.
“Kau tahu, dia sedang membuat pasta gigi dari daun sirih! Aneh sekali bukan? Hahahaha!” bisiknya kepada anak-anak yang lain
Randy sudah sangat paham kalau mereka sedang menertawakannya. Randy menganggap kalau dia di mata teman-temannya hanyalah seorang yang aneh di sirkus badut. Ditertawakan tanpa ada empati.
***
Setengah jam telah berlalu, Randy masih berada di dalam kelas. Dia menunggu eksperimen buatannya itu akan benar-benar siap untuk digunakan sekarang ini.
Namun sayangnya, usahanya berlangsung secara sia-sia karena dia tidak mendapatkan bahan yang dia inginkan. Alhasil, Randy tentu saja bergegas untuk pulang mencari bahan yang kurang tersebut.
Saat dia melihat ke depan, Randy baru tersadar kalau sudah tidak ada lagi seseorang di dalam kelas. Hanya tinggal dia sendirian di sana. Langit sudah tampak berwarna jingga dan juga suara sapu yang dikebaskan oleh OB sekolah juga mulai terdengar, mengusirnya secara halus.
Tak ingin berlama-lama, Randy langsung saja memasukkan semua barangnya ke dalam tas.
Tapi tiba-tiba, sebuah suara gaduh muncul dari luar kelas. Dia hanya mendengarnya dan tak ingin melihatnya secara langsung. Seperti suara seseorang yang ingin berkelahi atau seseorang yang ingin mengutarakan cintanya. Randy sudah terlalu lelah dan tak peduli atas itu semua.
Ibarat kejatuhan apel emas, Randy tak mengira kalau suara gaduh itu makin lama makin menuju ke arah kelasnya. Karena ternyata, Camelia, gadis yang akan mengadakan pesta meriah itu datang ke kelas Randy bersama dengan anak-anak yang lain penasaran apa yang akan Camelia lakukan.
Dengan sapaan halusnya, gadis itu berkata tepat ke arah Randy sendirian di ruangan itu, “Hey namamu Randy bukan?”
Randy kebingungan, dia menoleh ke kanan, kiri, dan juga belakang. Tidak mungkin Camelia sedang memanggil sosok “Randy” yang lain di dalam kelas ini. Hanya ada dirinya di sana.
Dia pun mulai berpikir, apakah dia sedang berhalusinasi karena efek eksperimen yang sedang dia buat tadi bersamaan dengan pasta gigi yang masih belum habis?
Camelia tersenyum dengan wajah indahnya. Rambutnya yang berwarna jingga mirip seperti langit yang ada di atas sana sekarang ini memang seperti mimpi bagi Randy. Dia tak pernah mengira kalau Camelia sendiri datang dan mencoba untuk bersapa dan berkomunikasi dengannya. “Ya... Aku Randy. Ada apa memangnya Camelia?”
Gadis itu berjalan dengan perlahan, para murid yang penasaran mengintip dari luar pintu dan jendela dengan sangat mengerikan. Hampir-hampir memang tak dikatakan sebagai penguntit handal dalam kasus ini.
Di tangannya, Camelia membawa sebuah secarik kertas berwarna merah muda. Kertas itu sama dengan kertas yang dibawa oleh dua gadis sebelumnya saat membicarakan undangan pesta ulang tahun Camelia. Namun mata Randy tidak bisa berpaling dari kecantikan Camelia, hidung mancungnya beserta dengan pipi tirus benar-benar seperti kesempurnaan tersendiri yang turun dari Tuhan untuk dilihat olehnya.
“Namamu benar Randy Anthony bukan? Aku mengundangmu untuk ikut ke dalam pesta ulang tahunku...” Camelia memberikan secarik kertas berwarna merah muda itu ke arah Randy.
Seluruh murid yang ada di luar ruang kelas benar-benar terkejut dan bersuara dengan lantang. Suara itu sudah tidak mungkin untuk tidak dihiraukan lagi. Sedangkan Randy di sana masih berdiri di sana tak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat dan dia dengar.
“Apa ini? Apakah ini semacam lelucon atau bercandaan? Maaf, tapi aku sudah terlalu lelah. Aku ingin segera pulang sekarang ini...” Ucap Randy sambil mencoba bersiap-siap untuk berjalan dan pergi.
Camelia tiba-tiba memegang tangan Randy sekarang. Memberikan undangan itu secara langsung kepada bocah yang mungkin tidak pernah memegang tangan seorang gadis sekarang ini.
“Kau tidak perlu bersikap tidak sopan seperti itu. Jika kau tidak percaya kalau ini adalah undangan yang serius, maka kau bisa memeriksanya sendiri sekarang ini...”
Randy membuka kertas itu, tertulis nama lengkap Randy menggunakan tulisan tangan Camelia yang sudah sangat Randy kenali semenjak dahulu. Randy benar-benar terkejut. Mungkin ini Cuma sebuah rencana jahil atau buruk yang akan dilakukan Camelia nanti saat masuk ke dalam pestanya, namun tawaran seperti ini sungguh sangat bodoh jika Randy menolaknya begitu saja.
Menggenggam tangan Randy dengan amat sangat lembut, bocah itu benar-benar tak kuasa untuk menahan detakan jantung yang ada di dalam dadanya. Serasa kalau memang semua tujuan hidupnya telah selesai setelah Camelia memberikan surat itu kepadanya. “Randy, kumohon. Datanglah ke pestaku ya. Aku akan sangat sedih jika memang kau tidak datang ke sana...”
Randy tak bisa menjawab apa-apa, seluruh tubuh dan dahinya sudah keringat dingin karena terlalu gugup. Tapi yang jelas, Randy hanya bisa mengangguk mencoba untuk menjawab dengan kalimat dan mulutnya yang terbata-bata tak jelas untuk mengucapkan apa-apa di dalam setiap kalimatnya.
“Baiklah kalau begitu, aku pergi dahulu ya. Jaga surat itu baik-baik dengan nyawamu. Aku tidak ingin kau meninggalkannya atau menghilangkannya dengan mudah. Oke?” Jawab Camelia, seraya melepaskan genggaman tangannya ke arah Randy sambil mengedipkan sebelah matanya.
Seharusnya, hal yang dilakukan oleh Camelia tadi bisa dijelaskan dengan sebuah penjelasan psikologis ataupun mikroekspresi analisis. Namun otak dari Randy dipenuhi endorfin dan juga dopamin tidak bisa memproses itu semua dengan baik sekarang.
Dari dalam ruangan, dia hanya bisa melihat kegeraman murid-murid yang lain iri dan dengki dengan apa yang telah Camelia lakukan padanya. Randy, tak bisa menyembunyikan rasa senang dengan senyumnya.
Gerombolan murid itu pun kabur seraya Camelia keluar dari ruangan. Mereka menganggap kalau diri mereka tidak pernah ada di dalam ruangan kelas itu tadinya.
Randy mencium undangan itu, bau parfum khas yang sering Camelia pakai masuk meresap ke dalam surat itu. Dia tidak mungkin bisa menghilangkannya karena Camelia sendiri yang telah berpesan kepadanya.
Randy memasukkannya ke dalam tas, menyembunyikannya dan melindunginya dari bahan-bahan kimia yang telah ia gunakan sebelumnya. Randy harus bisa melindungi parfum itu segenap hatinya walaupun nyawa taruhannya.
Bocah itu berjalan ke luar dari lorong, melihat kalau para murid-murid sedang melihat sinis ke arahnya dengan perasaan iri dan dengki. Namun Randy tak peduli, dia akan segera pergi ke pesta dari Camelia malam ini...