Bab 1

1119 Words
"Mas, gimana kalau kita pindah rumah? Kalau aku hitung- hitung gaji kamu bisa loh buat sewa, nanti pelan- pelan baru kita nyicil rumah ..." "Nad, kita udah bahas ini kan, berkali-kali Mas bilang, Mas gak masalah kalau kita mau ngontrak rumah, tapi, gimana sama Ayah?" "Ayah, kan ada Mama Elisa, Mas." "Iya, tapi Ayah tuh sakit- sakitan, gimana kalau terjadi sesuatu saat kita gak ada, Elisa itu perempuan, cuma aku laki- laki disini, dan aku merasa bertanggung jawab sama Ayah," ucap Adam dengan lembut, Ayah Nadhira selama hampir satu tahun ini memang kerap bolak-balik ke rumah sakit karena memiliki penyakit diabetes. Nadhira mengerti situasinya dimana sebagai seorang anak yang seharusnya berbakti pada orang tuanya, hanya saja Nadhira kerap merasa tidak nyaman di rumah sejak sang Ayah menikah lagi dengan wanita yang usianya berbeda satu tahun darinya. Entah kenapa, padahal Elisa terlihat baik dan mengurus ayahnya dengan telaten dan penuh perhatian. "Sudah, nanti juga ada saatnya, mending kita tabung uangnya buat beli rumah cash nanti, biar gak pusing juga mikirin cicilan." Nadhira mengangguk pasrah. "Ya, udah, kamu jadi hari ini pergi sama temen-temen kamu?" Nadhira mengangguk "Iya, Mas. Mungkin pulangnya sore." "Ya udah, Mas harus cepetan berangkat." "Aku udah siapin sarapan, Mas." Keduanya keluar kamar dan pergi ke arah ruang makan. *** "Pagi, Dam, Nad." saat tiba di meja makan disana sudah ada Galuh ayah Nadira, Elisa dan Livia, putri Elisa. "Mas Adam." bocah itu langsung naik ke pangkuan Adam membuat Nadhira tersenyum. "Hallo, sayang." Adam mencium pipi gembul Livia, terlihat sekali Adam begitu menyayangi Livia. Adam memang penyuka anak kecil, dan itulah yang menjadi alasan Nadhira dan Adam tak menunda kehamilan, meski di usia dua tahun pernikahan, mereka belum juga di karuniai seorang anak. Sebenarnya Nadhira juga memiliki harapan kalau kali ini dia benar-benar hamil, mengingat dia sudah telat datang bulan, dan hari ini dia berencana akan memeriksakan diri untuk meyakinkan dirinya setelah pulang dari bertemu teman- temannya. "Mas mau makan sama apa?" tanya Nadhira yang bersiap menyiapkan sarapan untuk sang suami. "Aku nasi goreng aja," jawab Adam yang masih asik bermain dengan adik tiri Nadhira itu. "Livia, ayo turun, Mas Adamnya mau makan dulu." Elisa membawa Livia kembali ke kursinya untuk duduk, meski bocah empat tahun itu merengut masam, dia tetap menurut pada mamanya. Nadhira menyimpan piring yang sudah terisi nasi goreng di hadapan Adam, namun dia tertegun saat Elisa menyimpan ayam goreng di piring Adam "Kamu kerja kan, Dam. Harus extra energinya." Adam tersenyum menanggapi. "Makasih, El." "Sama- sama, kamu juga cepetan makan, Nad." Nadhira mengabaikan perasaan kaku di hatinya melihat perhatian Elisa pada Adam, itulah yang membuatnya merasa tidak nyaman berada disana, kadang dia merasa Elisa memberikan perhatian yang tak seharusnya pada Adam. "Ayo makan, Mas," ucap Elisa pada Galuh, sambil meletakkan satu potong ayam ke piringnya. "Makasih, sayang." Namun melihat Elisa juga memperlakukan Ayahnya dengan penuh perhatian Nadhira tak menyimpulkan apapun. Setelah memastikan Adam berangkat bekerja Nadhira segera pergi untuk janji bersama teman-temannya yang sudah lama tak dia temui semenjak dia berhenti bekerja. Ya, dulu Nadhira juga bekerja ditempat dimana Adam bekerja, mereka bahkan bertemu di sana lalu jatuh cinta. Saat memutuskan untuk menikah, Nadhira berhenti bekerja atas permintaan Adam, hingga kini dia hanya menikmati hasil kerja suaminya yang kini menjadi seorang Manager di sebuah perusahaan ternama. Tiba di sebuah kafe Nadhira bisa melihat kedua temannya Amel dan Carla ada di sana dan melambaikan tangan ke arahnya, "Apa kabar, Nad. Gila sih gue mesti ambil cuti gue demi ketemu sama lo." Nadhira memeluk Amel lalu terkekeh. "Sorry, gue kan sekarang bukan cewek perawan yang bebas kesana kemari." dia beralih pada Carla, lalu memeluknya juga. "Apa kabar kalian?" tanya Nadhira dengan mendudukan dirinya. "Baik, gimana, udah isi belum nih?" tanya Amel mengusap perut rata Nadhira. "Maunya sih, tapi gimana dong Tuhan yang berkehendak." "Gue doa'in pulang dari sini lo positif..." Carla mengangkat tangannya, dan langsung di aminkan oleh Nadhira dan Amel. "Lo pesen apa Nad?" tanya Amel. "Jus Alpukat aja." Amel segera memanggil pramusaji untuk membuat pesanan Nadhira. "Eh, gimana di kantor sekarang?" Nadhira sangat antusias saat bertanya tengang pekerjaan, dimana dia juga pernah bekerja disana. "Lo, nanya kerjaan atau laki lo disana?" "Laki gue pulang tiap hari, ngapain nanyain dia." "Ya kali lo curiga laki lo selingkuh." perbincangan terhenti saat seorang pramusaji membawakan pesanan Nadhira. "Tapi, ya, sumpah gue gak pernah liat dia lirik cewek lain di kantor, padahal cewek-cewek kantor banyak yang idolain laki lo, bisa di bilang sekali dia ngedip cewek-cewek pasti ngejar dia." Nadhira tersenyum bangga, bangga karena pujian teman- temannya tentang Adam, selain itu dia juga merasa tenang sebab Adam yang memang setia padanya. "By the way, gimana sama asmara kalian?" tanya Nadhira sambil mulai menyeruput minumannya. "Gue masih sama Juna, tapi lo liat nih." Amel membawa tangan Carla dan menunjukkan jari manisnya "Dia gak pernah tunjukkin pacarnya tau- tau tunangan." Nadhira menutup mulutnya terkejut "Beneran, selamat ya Carl. Kapan nih undangannya di sebar?" Carla bersemu "Doain secepetnya aja." dan lagi- lagi kata "Aamiin” terucap dari ketiganya. *** "Seriusan lo gak mau kita anter Nad?" tanya Amel saat mereka akan pulang, sementara Carla sudah masuk ke dalam mobil Amel, karena rumah mereka satu arah. "Gak usah lagian gue masih ada urusan deket sini." "Ya udah, hati- hati ya, Nad, sampe jumpa lain kali." Nadhira melambaikan tangannya hingga mobil Amel sudah tak terlihat, barulah dia memasuki taksi. "Pak ke klinik Ananda ya," pintanya pada sang supir. Tiba di klinik khusus ibu dan anak itu Nadhira segera mengambil janji dengan dokter kandungan, hingga tiba saat gilirannya, Nadhira mulai merasakan tangannya terasa dingin karena gugup. Nadhira melewati beberapa pemeriksaan salah satunya adalah cek urin, untuk memastikan kondisinya saat ini dokter bahkan meminta Nadhira berbaring untuk melakukan usg. "Selamat ya, Bu Nadhira anda benar-benar hamil." Nadhira memejamkan matanya bersyukur, akhirnya keinginannya dan Adam tercapai, penantian mereka setelah dua tahun lamanya. Terimakasih, Tuhan. Nadhira tak berhenti bersyukur, dia bahkan tak sabar untuk memberitahu Adam tentang berita bahagia ini. Saat perjalanan pulang Nadhira merasakan ponselnya bergetar, melihat panggilan dari Adam, Nadhira tersenyum dan segera menerima panggilan tersebut. "Hallo, Mas?" "Nad, kamu udah pulang?" tanya Adam di seberang sana. Nadhira melipat bibirnya, entah bagaimana reaksi Adam saat dia tahu dirinya tengah mengandung, ini pasti akan menjadi kejutan terindah untuk Adam "Belum Mas." "Mau Mas jemput gak?" "Oh, gak usah Mas, aku bentar lagi pulang kok, kamu tunggu aja di rumah, aku punya kejutan buat kamu." "Oh, ya? Mas gak sabar kalau gitu. Ya udah, kamu hati- hati, ya." "Ya, Mas." Nadhira menutup teleponnya, saat taksi yang dia tumpangi melewati sebuah toko mainan, Nadhira terpikirkan sebuah skenario kejutan untuk Adam, dia menghentikan taksi dan masuk ke dalam toko mainan tersebut untuk membeli sebuah boneka berbentuk bayi. Nadhira sampai merasa tak sabar untuk segera memberi kejutan pada suaminya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD