Bagian 5

1012 Words
Jeslyn Fredicia Sumarsono. Seorang talent baru yang belum lama ini menginjakkan karirnya di dunia entertainment merupakan putri kesayangan dari seorang rektor universitas ternama. Gadis yang akrab dipanggil Jeslyn ini, digadang-gadang akan menjadi menantu di keluarga Lesmana. Meski belum ada pertemuan resmi antar dua keluarga tersebut, namun Jeslyn sudah berbangga diri dengan menyandang gelar sebagai 'Tunangan Harry'. Terlebih saat Harry kini berada di posisi sebagai seorang CEO. "Sekretaris kurang ajar! Dia pasti hanya berpura-pura menerima telepon dari Harry!" gerutu Jeslyn ketika ia masuk ke dalam lift. Ting Pintu lift terbuka di lantai lima. Masuklah seorang wanita dengan menenteng berkas di tangannya, wanita itu menekan tombol lantai paling bawah, lantai yang sama dengan tujuan Jeslyn. "Kamu siapa?" tanya Jeslyn sinis. Wanita itu menoleh lalu menelisik penampilan Jeslyn dari atas ke bawah. "Saya ... Sinta. Sekretaris Direktur Personalia," jawab Sinta. Tentu saja ia mau menjawab dengan sopan karena melihat barang-barang branded menempel di tubuh Jeslyn. "Apa semua sekretaris di sini tidak punya sopan santun?" bentak Jeslyn pada Sinta. "Maaf, Bu? Maksudnya apa ya?" Sinta tak mengerti maksud dari bentakkan Jeslyn. "Kamu nggak tau, apa? Ini, kan, lift khusus untuk CEO. Kenapa cuma jadi sekretaris aja sombong, mau pakai lift khusus?" bentak Jeslyn lagi. Karena ia merasa jika ia menggunakan lift khusus yang seharusnya ia tak perlu berbagi dengan orang lain. "Lift CEO?" Sinta merenung dan melihat ke sekelilingnya. "Maaf, Bu! Lift CEO ada di sebelah lift ini, desain interior untuk lift CEO juga berbeda. Ini lift umum, Bu," jawab Sinta mencoba agak sopan. Kemudian Jeslyn yang kini merenung, ia melihat interior dalam lift yang biasa saja. Dan ia pun baru ingat jika dirinya lah yang salah masuk lift karena menggunakan lift bekas yang digunakan oleh satpam tadi. "Fyuuuh!" Jeslyn enggan mengakui kesalahan. "Semua sekretaris di sini memang menyebalkan!" Sinta hanya mendengar saja meski sebenarnya dia ingin menyela. "Bisa-bisanya, wanita seperti dia menjadi sekretaris CEO! Menyebalkan sekali!" gerutu Jeslyn lagi. "Sepertinya aku akan membuat dia dipecat dari pekerjaannya, biar dia tau diri!" Di belakang Jeslyn, Sinta memasang daun telinga untuk menampung semua ocehan Jeslyn. "Sekretaris CEO?" gumam Sinta dalam hati. "Aku harus mencari tau semua informasi tentang wanita itu!" ujar Jeslyn. Ia pun melirik pada Sinta yang berdiri di sampingnya namun agak ke belakang. "Kamu nguping, ya?" "Iya, Bu! Eh ... Eh, tidak! Maksud saya," jawab Sinta gugup. "Hadeeh! Jangan panggil aku ibu! Aku belum ibu-ibu tau!" Jeslyn mendelik sambil memutar bola matanya. Sinta kembali menelisik wanita di hadapannya. Sepertinya ia kenal dengan wanita tersebut. "Panggil aku Nona! Nona Jeslyn!" ungkap Jeslyn. "Oh, anda Jeslyn Fredicia? Yang sering muncul di iklan?" tanya Sinta spontan. "Nggak usah terkejut! Norak!" Ting Jeslyn langsung keluar mendahului Sinta. Namun karena tak ingin kehilangan kesempatan untuk panjat sosial, Sinta mengejar wanita itu. "Nona! Nona Jeslyn!" panggil Sinta sambil mempercepat langkahnya. "Nona Jeslyn! Saya mohon maaf! Tapi saya tadi memang mendengar ucapan-ucapan Nona saat berada dalam lift." Jeslyn melotot ke arah Sinta yang tiba-tiba berdiri di depannya dan menghalangi jalannya. "Saya tau siapa sekretaris CEO itu, Nona." Sinta terlihat meyakinkan. "Jika anda punya masalah dengannya, saya siap membantu." Jeslyn mengerutkan alisnya. "Kamu tidak sedang menjilat, kan?" Sinta kebingungan. "Ah, eh ... Anu ... Tidak. Maksud saya, kebetulan dia juga punya banyak masalah dengan karyawan lain. Jadi jika Nona punya masalah dengannya, maka Nona akan dengan mudah mencari dukungan untuk menjatuhkannya." "Apa aku bisa percaya denganmu?" tanya Jeslyn. "Tentu saja, Nona!" "Hari ini, jam berapa kau ada waktu?" "Saya akan pulang setelah menemani bu Laras meeting, sekitar pukul enam." "Ok! Pukul delapan! Nanti malam!" Jeslyn mengeluarkan secarik kertas yang merupakan kartu namanya. "Hubungi manajerku, kita bicara lagi nanti!" Jeslyn pun pergi meninggalkan Sinta yang sedang memegang kartu namanya. "Jeslyn Fredicia Sumarsono," gumam Sinta saat membaca kartu nama itu. "Dia kan perempuan tunangannya pak Harry!" senyum miring Sinta terbentuk di ujung bibirnya. "Tunggu kehancuranmu, Ratu!" * "Aku sudah mempelajari semua laporan sebelum aku bekerja hari ini! Tapi kenapa tugasku hari ini hanya itu-itu saja, Ratu!" gerutu Harry pada Ratu yang sedang berdiri di depan meja kerjanya. "Ini perintah dari pak Bagus, Pak," jawab Ratu. "Hmmm ...!" gumam Harry. "Coba sebutkan jadwal untuk besok!" Ratu dengan sigap membuka tabletnya, lalu membaca jadwal sang bos untuk esok hari. "Besok pagi ada breakfast dengan investor yang berasal dari Jepang, lalu kemudian anda juga harus memimpin rapat dengan para direktur untuk membahas perencanaan selama satu tahun ke depan. Siang hari anda kosong, dan lagi ... ada jadwal pertemuan keluarga di sore hari." Ratu mengakhiri pembicaraannya. "Pertemuan keluarga? Urusan perusahaan?" tanya Harry. "Saya kurang tau, Pak! Tapi ... pak Bagus yang menjadwalkan pertemuan keluarga ini," jelas Ratu. "Memangnya dengan keluarga siapa?" "Tidak ada keterangan sama sekali, Pak! Sekretaris pak Bagus yang memberitahu pada saya jadwal pertemuan ini." "Kenapa kau menyetujuinya?" "Karena ... karena ini pak Bagus yang meminta." Wajah Ratu pias, ia tak menyangka jika Harry tidak senang. Harry menghela napas. "Lain kali jangan setujui jadwal pertemuan keluarga tanpa sepengetahuanku!" Dari suaranya Harry, ia terlihat sangat tidak suka. "Baik, Pak!" Ratu mengangguk. Sepanjang hari ini, ia baru pertama kali melihat ekspresi Harry yang seperti ini. "Memangnya, pertemuan dengan keluarga siapa?" batin Ratu. "Pulanglah! Sudah waktunya untuk pulang!" perintah Harry tiba-tiba. Ratu melihat jam pada tablet yang ada di tangannya. Masih ada beberapa menit waktu untuk pulang. "Sudah tidak ada yang bapak perlukan lagi?" tanya Ratu heran. Karena biasanya ia akan menemani Sonya sampai semua urusan benar-benar selesai meski di luar jam kantor. Misalnya seperti mengendarai mobilnya ke rumah, memesan makan malam untuk Sonya dan terkadang Sonya juga ingin dipanggilkan pemijat langganannya saat ia ingin melakukan spa di rumahnya sendiri. "Jika aku katakan aku perlu kamu semalaman apa kau akan tetap tinggal?" ucap Harry pada Ratu. "Maksud, Bapak?" "Aku tidak bergurau saat mengajakmu berkencan tadi!" Ratu terdiam, namun tak ia pungkiri jika tiba-tiba jantungnya kembali berdebar. Perasaan aneh itu kembali menjalari pikirannya. "Sudahlah! Pulang saja sana! Aku ingin sendiri." Harry memasang wajah sedih yang cenderung seperti orang putus asa. "Baik, Pak! Terima kasih untuk hari ini." Ratu pun beranjak dari ruangan Harry. "Aku harap kau akan tetap di sisiku, Ratu ...," ujar Harry lirih saat melihat kepergian Ratu. * Bersambung~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD