Kamu

2656 Words
POV ROMI Aku menatapnya dari dalam rumah, ia tampak sedang berdiri di luar bersama pria yang aku ketahui adalah kekasihnya. Bukan aku tidak tahu jika pria itu mantan kekasihnya. Pria yang membuat Kinan memilih untuk pergi ke luar negeri demi melupakan rasa patah hatinya. Namun pria itu malah datang dan membuat Kinan ragu dengan keputusannya. Aku bisa menatap mata nakal pria itu setiap menatap Kinan. Aku tahu, mereka mungkin sedang dalam fase saling mencintai. Tapi itu membuatku kesal, entahlah, mengapa aku kesal melihat Kinan saat bersamanya. Pria itu selalu menatapku dengan tatapan mengejek. Apa aku sebuah lelucon baginya. Tapi itu tidak pernah membuatku terganggu. Tujuanku disini hanya menjaga Kinan, atas perintah tuan Juna. Aku bisa melihat mereka berdua berdiri di halaman rumah. Dia memegang tangan Kinan dan mengecupnya. Ahh, kenapa itu membuatku geram. Apa yang tengah aku rasakan? Bahkan pria itu mencium dahinya. Semua itu membuatku mengepalkan tanganku tidak suka. Kinan masih berdiri menatap kepergian pria itu. Gadis itu menatap ke arah rumahku. Aku mencoba sembunyi agar tidak terlihat. Saat aku mengintipnya lagi, ia sudah berjalan mendekati rumahku. Apa yang ingin dia lakukan, mengapa ia menuju kesini. Beberapa detik kemudian aku mendengar suara bel rumah. Tentu saja itu dia, entah mengapa aku merasa senang ia datang kesini. Aku mendekati pintu dan membukanya, wajah cantiknya menyambut tatapanku. Ia tersenyum lebar, menunjukkan gigi putihnya. Gadis itu membuatku semangkin gemas, bagaimana ini. "Apa aku boleh masuk, di luar sangat dingin!" dengan mengusap lengannya ia menggunakan baju berbahan rajut. Dan aku rasa itu cukup untuk menghangatkannya. Apa dia sedang mencari cela untuk masuk? Dengan tatapan mata memohon padaku. Aku akhirnya menggeser dan memberi jalan untuk dirinya masuk ke dalam. Aku melihat tatapannya takjub melihat isi rumah yang aku tempati. Ia menatap sekeliling ruangan itu lalu berbalik menatapku. Gadis itu, selalu saja menggunakan celana pendek, mengapa aku selalu kesal melihatnya. Ia menatapku, dan tersenyum, rambutnya sudah tak terikat utuh, beberapa mulai keluar dari ikatannya, dan itu semangkin menambah kesan manis dan cantik. Aku menatapnya datar, sungguh mengapa gadis ini seperti tengah menarikku dan menggodaku. "Apa aku bisa minta teh hangat? Aku haus?" ia mengerjabkan matanya lucu, membasahi bibirnya. Semua yang ia lakukan tak luput dari tatapanku. Aku tidak menjawab, aku meninggalkannya begitu saja dan menuju dapur untuk membuat teh hangat. Aku meliriknya dari kejauhan, ia tampak melihat- lihat barang- barang yang berada di rumahku. Saat aku berjalan keluar dapur, aku tidak melihatnya. Dimana dia? Aku meletakkan teh hangat itu lalu mencarinya. Aku bisa melihat pintu kamarku terbuka dan melihat dia yang tengah kesana kemari melihat barang- barang di kamarku. Aku ingin tertawa, namun itu tidak mungkin kulakukan. Mengapa gadis itu terlihat lucu dan menggemaskan. Lihatlah, dia menatap barang- barangku sambil mengangguk- anggukkan kepalanya seolah ia mengerti apa yang aku inginkan dengan semua interior kamar ini. "Apa seorang tamu juga masuk ke dalam kamar?" saat aku mengucapkan hal itu ia tersentak kaget, dan aku menahan tawaku saat ia berbalik menatapku dengan senyum malu- malu. "Ahh, aku hanya melihat- lihat saja. Dimana teh ku?" aku tahu dia sedang mengalihkan pembicaraan. Ia mencoba melangkah keluar tapi aku malah menghalanginya. Kinan berhenti dan mendongakkan kepalanya menatapku. Aku bisa melihat tatapannya gugup karena matanya tak berhenti bergerak terlebih dirinya berkata dengan nada. "A-aku mau keluar!" matanya yang bergerak cepat seakan menghipnotis ku untuk tetap menatapnya. Aku menggeser tubuhku dan memberinya cela untuk keluar. Ia duduk di sofa, menatap aku yang juga duduk di hadapannya. Ia meraih gelas yang ada di hadapannya lalu meminumnya. AUTHOR POV "Ada apa Nona datang kesini?" Kinan meletakkan tehnya dan memusatkan pandangannya pada Romi. "Tidak ada, aku sudah lama disini, tapi aku belum mengunjungi kamu Romi. Jadi apa salahnya aku melihat dan berkunjung!" jawab Kinan tanpa nada gugup. "Tiba- tiba sekali?" "Ya, memangnya kenapa? Kamu tidak suka?" Romi mengangguk- anggukkan kepalanya mengerti. "Bukan begitu, bagaimana mungkin saya tidak suka, Nona adalah bos saya. Ini adalah suatu kehormatan bagi saya!" Kinan mendengus mendengar jawaban Romi. Pria itu seperti sedang meledeknya. "Aku mau melihat- lihat dapur, boleh?" tanya Kinan membuat Romi mengangkat pundaknya terserah. "Ayo." Kinan bangkit dan menuju dapur, ia melihat alat- alat masak ya cukup lengkap. Kinan menoleh menatap Romi yang hanya bersandar di pintu. "Kamu bisa memasak?" Romi mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan Kinan. "Bisa, tidak terlalu banyak, hanya makanan siap saji saja!" ucap Romi sambil berjalan mendekati Kinan. Kinan mengangguk- anggukkan kepalanya lalu membuka lemari es milik Romi. Isinya membuat Kinan cukup terkejut, karena lemari es Romi lebih lengkap dari miliknya. Pria itu sepertinya membual jika hanya bisa memasak makanan siap saji saja. "Kamu sudah makan malam?" Kinan menatap isi lemari es itu dan menjadi gatal ingin memasak. "Belum!" jawab Romi singkat. Kinan menoleh menatap Romi, pria itu selalu menatap ke arahnya. Kinan cukup kikuk jika geraknya selalu di perhatikan seperti itu. "Baiklah, aku juga sedang lapar. Aku akan masak untukmu!" ucap Kinan mulai mengeluarkan bahan- bahan makanan dari dalam lemari es tanpa persetujuan Romi terlebih dulu. Gadis itu menatap semua bahan- bahan dan tampaknya sudah lengkap. "Apa tidak masalah, jika seorang bos masak untuk bawahannya?" Kinan menghentikan gerakan tangannya lalu menatap ke arah Romi. Pria itu sudah berdiri di belakangnya sambil bersandar di meja kompor. Kinan cukup terkejut karena Romi sudah pindah tepat di belakangnya tanpa ia ketahui. "Tidak masalah, aku sudah katakan jika aku juga lapar, jadi akan aku masakan untukmu!" Kinan mencari alat masak yang ia butuhkan. Ia melihat teflon yang ingin ia gunakan tapi cukup tinggi. Mungkin karena Romi pria tinggi dan tidak sulit untuknya meletakkan di atas rak dapur. Kinan cukup kesusahan mengambil teflon yang ia inginkan. Romi sedari tadi menatapnya lalu mendekati Kinan yang tengah kesusahan. Pria itu mendekati Kinan. Bahkan terlalu dekat hingga keduanya saling bersentuhan. Romi mengambil teflon itu sementara Kinan terkejut melirik Romi menoleh kebelakang. Tatapan Kinan jatuh pada leher dan jakun Romi yang bergerak naik turun. Kinan berhenti bernafas, ia tidak bisa bergerak, terlebih wangi maskulin dari tubuh Romi membuatnya ingin terus menghirup lebih dalam lagi. Kinan merasa ingin mengusap jakun pria yang tengah mengambil teflon untuknya. Romi menatap Kinan dan menyodorkan teflon itu. Tatapan mereka bertemu, Kinan tidak bisa merasakan apapun selain jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya. Mengapa Romi terlihat sexy di hadapannya jika di lihat lebih dekat seperti ini. "Nona!" Kinan mengerjabkan matanya menatap teflon yang masih di tangan Romi. Gadis itu meraihnya lalu menunduk cepat. Romi menjauhi Kinan, ia tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Yang pasti Romi merasakan dirinya seperti tidak biasanya. Ia merasa ingin selalu mendekati Kinan, dan menatapnya, serta menyentuhnya. Perasaan apa ini, mengapa ia tidak bisa profesional dalam bekerja. Kinan melanjutkan masaknya, ia tidak melirik Romi lagi, ia merasa malu dan canggung jika bertatap muka dengan pria itu. Entahlah, Kinan merasa ia tidak seperti dirinya jika berada dekat dengan Romi. Kinan mempercepat masaknya dan akan segera pergi dari rumah itu, ia tidak ingin suasana absurd ini membuatnya terlihat bodoh. *** Siang hari Kinan sudah stay di depan kampus menunggu Satya menjemputnya. Ia akan pergi bersama Satya kali ini, pria itu ingin membawanya entah kemana. Yang pasti Kinan merasa senang dan antusias ingin menjelajahi kota Itali bersama Satya. Mobil sport berwarna merah mendekati Kinan membuat gadis itu tersenyum. Itu adalah Satya, ia berhenti tepat di hadapan Kinan. Satya keluar dari mobilnya dan mendekati Kinan. Gadis itu tersenyum lebar mengikuti Satya yang membuka pintu mobilnya untuk Kinan. Satya memutari mobilnya lalu masuk ke dalam mobil tersebut. "Kita mau kemana Chef?" Satya menatap Kinan yang bertanya padanya. Pria itu mengambil tangan Kinan lalu mengecupnya singkat. "Ketempat indah, dimana aku dan kamu hanya kita berdua saja!" Kinan tersenyum senang. Ia mengangguk lalu menatap jalanan. Pikirannya teringat pada Romi, ia belum bicara pada pria itu jika ia pulang dengan Satya. Kinan merogoh tasnya lalu mengetik pesan singkat untuk Romi. "Ada apa?" Satya menatap Kinan dan ponsel gadis itu bergantian. "Aku harus memberitahu Romi jika aku pergi bersama Chef!" Satya tersenyum tipis lalu mengangguk. "Aku sudah pulang dengan Satya, jangan menungguku." tulis Kinan lalu mengirim pesan itu pada Romi. Kinan mematikan ponselnya, agar Romi tidak mengganggu waktunya bersama Satya. Kinan memasukkan ponselnya lalu menatap jalanan dengan senyum bahagia. Akhirnya ia bisa menikmati hidup di negara orang dengan pria yang ia cintai. *** Romi berdiri menatap jalanan di depan kampus Kinan. Pesan singkat yang Kinan tuliskan membuat Romi mengeratkan pegangannya di ponsel miliknya. Ia menatap jalanan memikirkan kemana pria itu membawa Kinan pergi. Romi mengusap wajahnya bingung apa yang harus ia lakukan. Ia menghubungi Juna untuk memberitahu jika Kinan tidak bersamanya. Panggilan itu tersambung dan langsung di jawab oleh Juna, ayah Kinan. "Hallo Pak." "Ya, ada apa Romi?" suara Juna bertanya ramah pada asisten pribadinya itu. "Kinan pergi bersama anak rekan kerja Bapak, apa aku harus mengawasinya juga?" Juna tampak diam cukup lama. "Tidak perlu, dia sudah ijin padaku untuk menjaga Kinan. Apa yang kamu maksud itu adalah Satya, putra Hery?" Romi mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan Juna. "Ya, Satya!" jawab Romi tegas. "Ya, biarkan saja, Hery juga mengatakan padaku jika putranya sangat mencintai Kinan!" Romi merasa hatinya terusik dengan ucapan itu. "Baiklah, apa saya bisa meminta kontak Satya Pak, untuk berjaga- jaga jika Kinan belum kembali?" "Tentu saja!" "Baiklah, saya tutup!" Romi menutup panggilan itu dan menatap sederet nomor yang Juna kirimkan padanya. Ia masuk ke dalam mobil menghidupkan mobilnya membelah kota Itali. *** Kinan dan Satya tiba di tempat yang Kinan lihat memang terlihat indah. Mereka tiba di sebuah danau yang terdapat gunung dan tebing batu yang tinggi. Tempat itu terlihat indah, Kinan menghirup udaranya yang segar karena disana cukup dingin dan banyak tanaman hijau. Kinan tersenyum menatap Satya yang berjalan di belakangnya. "Kamu suka?" Satya memeluk Kinan dari arah belakang membuat Kinan cukup terkejut dan membeku karena sentuhan mendadak Satya. Kinan mengangguk cepat merasa senang. "Ya, ini indah Chef? Apa nama tempat ini?" Satya melepas pelukannya lalu berdiri di samping Kinan. Merangkulnya mesra. "Gunung batu, dan ini Danau Lago. Kamu mau menikmati danaunya?" Kinan menatap Satya menatapnya bingung. "Aku sudah menikmatinya Chef!" Satya menggelengkan kepalanya menolak ucapan Kinan. Ia melambaikan tangannya membuat seorang pria mendekati Kinan dan Satya dari arah danau. Pria itu memberikan perahu untuk mereka berdua. "Kita naik ini?" tanya Kinan tak percaya. "Ya, kita naik ini, kamu tidak mau?" Kinan menatap perahu kecil yang ada di tepi danau. Ia menatap Satya lalu perahu itu bergantian. "Aku takut Chef!" ucap Kinan dengan wajah takut. "Jangan takut, ada aku disini, ayo, aku akan pegang kamu. Kamu cukup duduk dan aku yang akan dayung perahunya!" Kinan menatap ragu ke arah perahu itu. Tapi Satya meyakinkannya menuntunnya untuk naik ke atas perahu. Kinan duduk saling berhadapan dengan Satya. Satya sendiri mendayuh untuk mereka berdua. Semangkin ketengah Kinan menatap pemandangan indah di hadapannya. Ia tersenyum bahagia, andaikan disini ada Naya dan Mira. Kebahagiaan dirinya pasti sangat lengkap saat ini. Karena Satya berada disisinya. Kinan tersenyum menatap Satya di hadapannya. Satya mulai memotret Kinan, menghentikan perahu kecil itu. Mereka berdua menghabiskan waktu cukup lama disana. Kinan cukup puas menikmati waktu bersama Satya, merasa tenang dan tidak ada seseorang yang terus mengawasinya seperti Romi. Ya, Romi, bagaimana pria itu. Apa dia mencari Kinan saat ini? Kinan dan Satya sudah menjauhi danau tersebut. Karena hari mulai gelap membuat Kinan dan Satya pergi dari danau. Mereka mencari tempat makan untuk mengisi perut mereka. Satya menghentikan mobilnya di sebuah restauran. Kinan mengikuti Satya masuk kedalam restauran itu. Mereka memilih tempat duduk yang hanya memiliki dua kursi. Kinan dan Satya memesan beberapa makanan khas Itali dan steak sebagai makanan utama. "Satya!" seseorang memanggil Satya membuat Kinan dan Satya menoleh ke arah suara tersebut. Pria mengenakan setelan jas rapi mendekati Satya dan Kinan. Satya menatap pria tersebut lalu tersenyum berdiri menyambut uluran tangan pria itu. "Sam, apa kabar? Kamu disini sekarang? Tidak di Jerman lagi?" pria bernama Samuel itu menggeleng sambil menepuk lengan Satya. "Tidak, aku mulai bekerja disini, aku berpikir sudah saatnya melanjutkan hidup, tidak ada habisnya untuk berpoya- poya tanpa bekerja!" Satya mengangguk- anggukkan kepalanya mengerti. "Pekerjaan apa yang sedang kamu lakukan?" teman Satya itu tersenyum mendengar pertanyaan Satya. "Bisnis keluarga, bersama pamanku!" jawab pria itu, ia menatap Kinan yang duduk di hadapan Satya. "Oh, kenalkan, dia Kinan. Kekasihku!" ucap Satya mengerti tatapan temannya. Pria itu menautkan alisnya menatap Kinan di hadapannya. "Apa kita pernah bertemu?" tanya pria tersebut membuat Kinan menatap wajah pria itu, Satya menatap temannya dan Kinan bergantian. "Tidak mungkin Sam, dia dari Indonesia. Bagaimana mungkin kamu pernah melihatnya!" pria itu mengusap dagunya berpikir. "Mungkin aku salah!" ucap pria itu tersenyum pada Kinan. "Perkenalkan, aku Samuel." Kinan menatap uluran tangan pria bernama Samuel itu. Kinan juga merasa pernah melihat pria ini, tapi dimana? "Kinan." Samuel menggenggam tangan Kinan lalu mencium tangannya dengan lembut. Kinan menatap Satya, merasa risih dengan sikap pria itu. "Apa yang membawamu kemari?" Satya mencoba mengajak bicara Samuel. "Aku sedang ada pertemuan, tapi sudah selesai!" Satya menganggukkan kepalanya. "Apa aku boleh bergabung bersama kalian?" Kinan menatap Satya, ia tidak ingin pria itu ada disana, Satya membalas tatapan Kinan. Ia mengerti gadis itu tidak ingin ada orang lain. "Ahh, aku sedang mencoba membujuknya untuk menikah denganku, bisakah kamu memberiku privasi?" bisik Satya pada Samuel. Pria Itali itu tampak terkekeh lalu menatap Kinan. "Lain kali kita harus makan malam di meja yang sama!" Kinan tersenyum kaku, mengangguk menjawab ucapan pria itu. "Apa yang sedang kamu lakukan, Sam?" suara seseorang membuat mereka menatap siapa yang berbicara. Pria menggunakan setelan jas berwarna hitam itu berdiri tak jauh dari mereka dengan segerombolan orang- orang yang berjalan di belakangnya. Pria bernama Samuel itu berdiri menatap pria yang bertanya padanya. "Paman, aku bertemu dengan temanku, kami sudah lama tidak bertemu, sebentar saja." ucap Samuel masih terdengar di telinga Kinan. Pria yang sejak tadi berbahasa Itali itu sepertinya mendekati mereka karena ketukan sepatu terdengar mendekat. Kinan yang membelakangi pria itu tidak berniat menoleh kebelakang. "Siapa?" tanya pria itu lagi dengan bahasa Itali. Satya tersenyum pada pria itu lalu berjabat tangan dengannya. Kinan sendiri tidak mengerti mereka sedang mengatakan apa. Kinan menoleh mendongak melihat pria yang berdiri di sampingnya. Kinan cukup terkejut, pria ini adalah pria yang ia tabrak saat di klub malam waktu itu. Tatapan elang pria tinggi itu membuat Kinan membeku. "Dan ini, siapa?" suara Darko terdengar ramah menatap Kinan di hadapannya. Kinan menatap Satya, ia merasa tidak nyaman dengan para pria ini. "Dia kekasih temanku Paman, jangan mengganggunya, kamu bisa dapatkan wanita yang lebih dari wanita ini!" Samuel bicara dengan bahasa Itali, Kinan tak mengerti namun Satya tak pernah berhenti tersenyum. Mungkinkah mereka sedang memujinya. Tatapan Darko yang tidak pernah lepas dari Kinan membuat Kinan merasa risih dan tak nyaman. Pria itu berjalan meninggalkan Kinan dan Satya setelah bicara pada Satya dengan bahasanya. Kinan menoleh menatap pria menakutkan itu, ia menghela nafasnya menatap Satya. "Pria itu teman Chef?" tanya Kinan "Ya, yang bernama Samuel, aku tidak menyangka dia menerima tawaran pamannya!" ucap Satya sambil menatap kepergian mereka. "Tawaran apa?" "Pamannya orang yang cukup berpengaruh di negara ini, banyak bisnis yang ia jalankan, secara legal maupun ilegal. Samuel sendiri yang mengatakannya padaku, jika ia tidak ingin bekerja dengan taruhan nyawa. Tapi akhirnya, lihatlah. Dia bersama pamannya yang tidak lain adalah seorang mafia kelas atas!" Kinan menautkan tangannya mendengar ucapan Satya. Mengapa ia merasa takut mendengar jika pria itu seorang mafia. Tatapan pria itu menakutkan, Kinan tidak menyukainya. "Mafia?" tanya Kinan tak percaya. "Ya, lebih baik jangan berurusan dengan orang seperti mereka, sulit untuk mengakhirinya!" ucap Satya mulai memotong steak di hadapannya. Kinan mengangguk mengerti, ternyata dunia ini tak seindah dan semudah yang Kinan pikirkan. Mengapa disaat seperti ini, Kinan hanya merasa aman bersama Romi, sedang apa dirinya? Kinan menatap steak di hadapannya dan mulai menyantapnya. Darko menghentikan langkahnya di depan mobil miliknya. Alex dan Samuel menatap Darko yang menghentikan langkahnya, pria itu menatap Alex membuat Alex mendekatinya. "Bawa wanita itu padaku, malam ini!" Alex mengangguk patuh. "Siap bos!" Ia melangkah mundur menutup pintu mobil Darko setelah pria itu masuk kedalam mobilnya. Samuel mengikuti Darko masuk ke dalam mobil itu memutari mobil tersebut dan masuk kedalamnya. Mobil itu melaju meninggalkan restauran tersebut. Alex sendiri tidak ikut dengan Darko karena masih memiliki tugas untuk ia lakukan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD