Mayang sudah bersiap-siap meninggalkan rumah pada pukul 11 siang setalah mendapat laporan kalau salah satu sales yang harusnya datang untuk membantu shift siang ternyata berhalangan hadir sementara karyawan yang diminta Mayang untuk membantu justru diberi tugas lain oleh Yohana.
“Apa aku terlalu baik pada Yohana seperti yang dikatakan Meliana hingga dia sama sekali tidak mengikuti perintahku,” katanya dalam hati setelah mengetahui Yohana lagi-lagi membantah perintahnya.
Ternyata masalah yang dihadapi Mayang bukan saja di tempatnya bekerja, melainkan juga di rumahnya. Meliana yang seharusnya lebih bertanggung jawab ternyata sama sekali tidak bisa diandalkan untuk menjadi seorang kakak yang baik. Usia mereka memang hanya selisih 10 menit dari nya tetapi dengan 10 menit tersebut Meli selalu menuntut Mayang agar ia mematuhi semua perintah yang dia berikan tanpa sekalipun berusaha melakukan kewajibannya.
Setelah menelepon ibunya yang sekarang tinggal di luar kota, Mayang terpaksa memberikan uang sesuai dengan permintaan Meliana. Ingin sekali Mayang menolak permintaan ibunya kalau saja dia bisa melakukannya pada saat suara ibunya terdengar menyakitkan di telinganya.
Bagi ibunya, Mayang adalah sumber masalah yang wajib memberikan kompensasi kepada Meliana. Sumber masalah darimana? Bukankah yang selalu menjadi sumber masalah adalah Meliana, tetapi mengapa dia yang selalu di salahkan?
Mayang sama sekali tidak menduga kalau kemiripan dirinya dengan Meliana dimanfaatkan oleh kakaknya untuk membuat dirinya terlihat buruk di mata ibunya yang memang tidak pernah menyayanginya. Meliana tanpa setahu Mayang telah menimpakan kesalahan menjual beberapa aset milik keluarga pada Mayang yang sama sekali tidak mengetahui tentang aset tersebut.
Ibunya menganggap kalau neneknya bertindak tidak adil karena memberikan rumah pada Mayang sementara Meliana tidak diberikan apa pun. Mayang bersyukur kalau nenek dan juga adik ibunya sangat peduli, mengerti dan juga selalu percaya padanya hingga mereka tahu bahwa semua itu adalah perbuatan Meliana yang telah bertindak curang.
Mayang baru saja mengunci pintu rumah ketika ia teringat ucapan ibunya tentang rumah yang dia tempati sekarang.
“Kenapa aku berpikir ada yang aneh dengan ucapan mama ya.”
Mayang sudah terlalu sering dikecewakan oleh keluarga intinya sendiri sehingga ia terkadang tidak percaya dengan mereka.
“Aku harus berjaga-jaga. Tidak ada salahnya aku mengamankan yang sudah diberikan nenek padaku,” katanya lalu membuka kembali pintu rumahnya.
Mayang bergegas masuk ke dalam kamarnya kemudian membuka lemarinya mencari surat kepemilikan rumah dan juga buku tabuangannya. Ia tidak mau semua hasil kerja keras yang dimilikinya disalah gunakan oleh Meliana.
Setelah membawa beberapa surat berharga dan juga barang yang bisa dijual dengan cepat, Mayang meninggalkan rumahnya. Iat ahu kalau dirinya bertindak keterlaluan tetapi siapa yang mengenal Meliana cukup baik selain dirinya? Tidak ada, ibunya sendiri tidak pernah percaya kalau Meliana selalu menipunya.
***
Langit kota Jakarta menjelang akhir tahun sama sekali tidak ramah. Hujan turun dalam waktu yang tidak terduga dan curah hujan yang membuat sebagian warga Jakarta bersikap waspada.
Di salah satu hall pameran furniture terlihat seorang wanita dari sekian banyak pengunjung berulang kali melihat pergelangan tangan tempat sebuah jam melingkar dengan manis.
"Sudah malem, tapi hujan belum juga berhenti. Bagaimana aku bisa dapat taxi?" Grutunya.
Dia adalah Mayang wanita pintar dan selalu berhasil menarik pembeli melalui caranya memberi keyakinan bahwa produk furniture tempat dia bekerja tidak kalah dengan produk luar yang banyak di import oleh pengusaha local. Mayang masih membutuhkan dukungan financial agar impiannya tercapai hingga ia harus menjadi yang terbaik dalam bekerja.
Namun, hari ini dia memaki dirinya sendiri karena kebodohannya yang tidak sempat membawa payung sementara musim hujan sudah beberapa bulan menghampiri langit Indonesia.
Sekali lagi, Mayang melihat jam tangannya sebelum memutuskan apakah dia akan pulang dengan resiko basah-basahan atau tetap bertahan di Hall pameran.
"Kenapa sulit sekali dapat taxi online kalau hujan begini," katanya jengkel.
"Tidak mungkin aku terus di sini sementara pameran sebentar lagi akan tutup. Tidak ada jalan lain kecuali aku harus berlari ke halte."
Setelah berkali-kali memikirkan, akhirnya Mayang memutuskan untuk pulang naik bus.
"May...Mayang. Kamu mau ke halte? Ayo barang, aku bawa payung."
Mendengar ada yang memanggil namanya, Mayang segera menoleh dan melihat temannya sudah membuka payung.
"Eh, serius? Terima kasih ya," katanya sumringah.
Tanpa menunggu alasan lain lagi, Mayang menghampiri temannya kemudian bersama-sama menuju halte terdekat.
"Kamu tumben ga ada yang antar," tanya temannya yang menjadi sales di salah satu stand pameran yang telah memberi tumpangan payung.
"Seharusnya aku libur Lin kalau saja ga ada janji dengan konsumen," sahut Mayang.
"Eh kok bisa?"
"Ya bisa. Biasa...yang ngatur janji ga konfirmasi ke aku dulu. Oke...aku langsung nyebrang ya, lumayan jauh jalannya."
"Hati-hati Mayang."
"Kamu juga hati-hati ya."
Mayang berjalan dengan cepat melintasi jembatan penyeberangan menuju halte bus yang berada di bagian tengah. Malam ini ia menggunakan jasa bus layanan publik berwarna orange dengan logo burung Rajawali.
Jam 21.30 berada sendirian di halte yang begitu sunyi membuat Mayang bergidik. Tidak biasanya pada jam seperti ini ia masih menunggu bus sendirian tanpa ada yang menemani sementara lalu lintas masih terlihat ramai. Jakarta tidak pernah tidur meskipun rata-rata pegawai perkantoran sudah pulang.
Setelah menunggu beberapa lama, bus yang dia tunggu akhirnya datang juga. Mayang bersiap menunggu pintu halte terbuka bertepatan dengan bus yang berhenti.
Dengan langkah sedikit panjang, Mayang menyebrang melewati pintu halte masuk ke dalam bus lalu mengeluh dalam hati. Ternyata pulang pada waktu malam tidak menjadi jaminan bus akan kosong dan dia bisa mendapatkan tempat duduk.
Mayang mengedarkan pandangannya mencari apakah ada penumpang yang bersiap-siap turun di halte pemberhentian berikutnya, tapi semua penumpang ternyata begitu lelah. Mereka semua duduk bersandar dengan mata terpejam seolah-olah sulit untuk terbuka.
Mayang beruntung ia mengenakan stelan celana panjang yang membuatnya tidak terganggu karena tidak harus menjaga bentuk tubuhnya terlihat menggoda atau tidak. Ia percaya pakaian yang dia kenakan cukup aman hingga tidak membuatnya terganggu.
Ketika tidak berharap untuk mendapatkan tempat duduk, Mayang merasa tanggannya disentuh seseorang dan orang itu adalah wanita yang duduk di depannya.
“Saya turun di halte depan, kalau kakak masih lama, silahkan duduk,” katanya menawarkan Mayang tempat duduknya.
“Terima kasih,” jawab Mayang segera menggantikan wanita yang baru saja bangun dari duduknya.
Mayang tersenyum saat wanita itu memandang ke arahnya sebelum dia keluar meninggalkan bus yang baru berhenti.
“Aku berharap kerjaan besok tidak terlalu banyak. Yohana…andai saja aku bisa membuatmu memakai sedikit saja otakmu yang pintar, aku pasti tidak akan seletih ini,” kata Mayang dalam hati sembari memejamkan matanya.
Namun, Mayang ternyata tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk memejamkan matanya walau sejenak. Tidak berapa jauh dari tempat duduknya, seorang pria yang usianya tidak jauh berbeda dengannya berjalan menuju tempatnya duduk. Dengan wajah tertarik ia memperhatikan wajah Mayang. Seperti mengamati lebih cermat.
Pria itu adalah Erwin Hadinata seorang bisnismen yang cukup sukses dengan bidang usahanya. Erwin sudah memperhatikan Mayang sejak wanita itu melangkah masuk ke dalam bus hingga dia duduk menggantikan penumpang yang turun. Ia tertarik dengan Mayang sejak mereka masih satu sekolah SMP dan masih sangat lugu.