Bab 2. Aletta Queenza

1455 Words
Setelah pencarian informasi yang sangat panjang. Yoshi akhirnya memberanikan diri merekomendasikan seorang Aletta Queenza kepada Ezar Aleandra Prayoga. Bosnya di kantor Semesta. Tidak ada pilihan lagi, Yoshi hanya berharap rencananya menjadikan Aletta bodyguard disetujui. Sudah cukup mumet kepalanya mencari pengawal yang cocok. “Yosh! Apa kamu sehat? Kamu nyuruh aku buat jadiin Letta istri sekaligus pengawal. Dimana si Letta ini, sosok yang berani habisin nyawa orang. Gimana kalau, dia nanti habisin aku?” “Pak! Saya yakin, tidak akan terjadi sesuatu sama pak Ezar. Saya sudah pegang kartu As gadis itu. Lagipula kita cuma jadikan dia sebagai bodyguard dan istri pura-pura saja. Semua yang terjalin antara pak Ezar dengan dia, murni atas dasar pekerjaan.” Ezar tampak berpikir. Ia merasa kepalanya mendadak cenut-cenut. “Kartu As, berapa banyak?” “Cuma satu!” jawab Yoshi dengan sangat tenang penuh keyakinan dan ia langsung dapat hadiah pelototan tanpa ampun dari Ezar. “Cuma satu dan kamu berani nyuruh jadikan dia istriku. Ya ampun Yoshh!!! Keren sekali!” ucap Ezar dengan nada yang ambigu. Namun, bagi Yoshi, ia berpikir itu adalah sebuah kalimat pujian. “Syukurlah, kalau pak Ezar menerima ide gila saya.” Yoshi tersenyum senang. Sontak Ezar memicingkan mata, manik hitam dari netranya menyudut melirik Yoshi. “Jadi, kamu sadar kalau ide kamu ini gila. Terus kenapa kamu beri ide gila itu sama aku.” “Ah, saya kira Anda suka!” “Boro-boro suka Yosh! Yang ada, malah takut kalau dia jagain aku. Bukannya aku yang aman, malah aku yang lenyap di tangan dia. Kamu gimana sih, cari pengawal model begini.” Yoshi menggaruk ujung hidungnya yang tidak gatal, lalu pindah ke kening. Sampai akhirnya rambutnya pun digaruk dengan kesal. “Apa setiap ada masalah, kamu selalu menggaruk semua bagian wajah dan kepalamu Yosh!” Ezar menatap dengan mata elang yang siap menerjang. “Maaf Pak, ini kebiasaan saya. Tapi Pak!” “Tapi apa lagi?” Dibidik lagi wajah Yoshi. “Saya yakin, kalau Letta akan patuh pada kita. Kartu As ini sangat penting dan berkaitan dengan motif dia melakukan kejahatan." “Aduh Yoshiii.” Ezar mengambil nafas panjang, tampak dadanya bergerak seperti ombak yang sedang bergulung naik turun. Ezar tak sanggup bicara lagi, kalau tidak ingat Yoshi adalah sekertaris yang paling bisa diandalkan selama ini. Sudah pasti diusir laki-laki itu dari ruangannya, bahkan dari seluruh penjuru kantor Semesta. “Jadi bagaimana Pak? Apa Anda bersedia?” Yoshi masih berusaha keras melegalkan idenya. Ezar masih sibuk berpikir, wajahnya semakin serius antara mau lanjut atau tidak. “Pak, hanya Letta yang cocok! Dia masih muda dan berani ambil sikap, kita butuh wanita dengan karakter seperti itu. Pak! Pak Ezar tahu persis gimana gilanya dunia ini sekarang. Terlebih lagi dalam dunia bisnis. Lagipula Aletta itu aslinya sudah kaya. Jadi, kemungkinan besar, dia juga bukan tipe perempuan materialistis. Saya jamin, dia tidak akan tergoda dengan pak Ezar.” ** Karena tidak memiliki banyak pilihan, Ezar mengabulkan ide gila dari Yoshi untuk menjadikan Aletta Queenza sebagai bodyguardnya. Ezar dan Yoshi sekarang, sudah berada di ruang tunggu sebuah rumah tahanan tempat Aletta dikurung. Ezar hanya memasang wajah datar, bahkan tatapan matanya juga tidak dapat diartikan saking datarnya. “Temui dia cepat, tempat ini terlalu suram untuk orang sepertiku!” Ezar mengibas lengannya yang dihinggapi debu. “Baik Pak!” Yoshi segera menemui petugas sipir. Ia memberitahukan maksud dari kedatangannya ke tempat tersebut. “Kalau begitu silahkan tunggu sebentar. Akan saya panggilkan perempuan bernama Letta.” Yoshi tersenyum, ia coba tenang dan berpikir kalau semuanya akan berjalan lancar sesuai harapan. Sementara itu, Letta sedang duduk bersandar. Ia sibuk dengan pikirannya yang sekaan bebas. Meski raganya sedang terpenjara. ‘Aletta Queenza, elo harus yakin sama diri elo sendiri. Kalau semua ini adalah pilihan yang tepat. Nyawa harus dibalas dengan nyawa.’ Aletta berbicara sendiri dengan hatinya. Ia sedang mengingat masa lalu. Ia hanya ingin, masalah hidupnya dibayar impas. Tiba-tiba suara seorang sipir mengejutkan Letta. Membuat lamunan itu hilang bagai kepulan asap yang terbang ke langit. “Letta, ada orang cariin kamu!” Petugas sipir memanggil Letta dan membukakan pintu besi. Letta pura-pura tidak mendengar. Ia mengira orang yang mencari dirinya adalah sahabatnya sendiri, Raka Wijaya. Karena itu, dia malas untuk menemui. Ia lebih memilih melanjutkan kegiatannya. Duduk bersandar di tembok dingin sambil menerawang langit-langit yang kosong dengan sepasang mata datar. Petugas sipir itu menghela nafas kesal. Ia segera melangkah masuk dengan kaki yang terdengar ingin merusak apapun yang diinjaknya. “Gadis nakal, kenapa kamu diam aja. Emang telinga kamu ada di mana , hah!” Aletta mulai mengangkat wajahnya, hanya sedikit untuk menatap petugas sipir yang tidak bosan setiap hari marah-marah padanya. “Telinga gue! Ini!” jawab Letta sambil memegang daun telinganya sendiri. “Masih nempel!” “Kalau begitu dipake dong!! Jangan cuma jadi pajangan doang!” Petugas sipir itu lantas menjewer Letta, menarik telinganya agar Letta mau berdiri. “Ah sakit tau!” Letta memegang pergelangan tangan sipir itu. Lalu mencengkramnya dengan kuat. Ia berusaha melepaskan tangan sipir dari telinganya, sampai-sampai harus mendorong tubuh bongsor petugas sipir sampai menabrak dinding. “Argh … anak kurang ajar. Kamu emang perlu dihajar ya.” Sipir itu naik pitam. Tatapan mata Letta seketika menghunus ke arah petugas sipir. Ia berjalan mendekatinya sambil memasang wajah mengancam. “Jangan hajar gue, atau gue bakal hajar balik elo.” Dalam sepersekian detik, petugas itu menelan salilva. Mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Saat dirinya yang sendirian berhasil dibuat kesakitan karena pukulan Letta. “Baiklah. Aku nggak akan hajar kamu. Tapi kamu harus mau bertemu dengan seseorang sekarang.” Letta bukannya berjalan keluar, ia justru kembali ke tempat asalnya. “Paling si Raka. Bilang aja sama dia. Gue nggak mau ketemu sama dia.” “Bukan dia. Jadi, cepat temui!” “Kalau bukan Raka, terus siapa?” “Mungkin aja itu pengacara yang mau meringankan hukuman penjara kamu.” “Apa!” Aletta sedikit kaget. “Orangnya kelihatan sangat rapi, baju yang dipakai juga mahal. Nggak kayak temen cowok kamu yang bajunya gem …!” “Ejek terus sampai bibir kamu miring. Doyan banget. Kayak baju lo nggak murahan aja!” sela Letta. “Apa!” Sipir itu merasa kehabisan kata-kata untuk membalas Letta. Ia pun membiarkan Letta berjalan keluar dari tahanan. “Untung dia masih dibawah umur, jadi banyak aturan yang lindungin dia. Kalau enggak udah aku rawon tu anak!” gerutu petugas sipir. Letta pun urung kembali ke singgasananya. Dengan malas, sepasang kakinya berjalan ke arah tempat seseorang yang sedang menunggu. Mulai duduk di kursi, Letta menatap celah yang tersedia. Sedikit mengintip untuk mengetahui siapa yang mencarinya, dna ternyata memang bukan Raka. ‘Ternyata emang bukan Raka. Tapi dia siapa dong?’ batin Letta bertanya. Dalam sepersekian detik, Letta menyadari sesuatu. Ia merasa kalau pria berjas di hadapannya mungkin sudah salah orang. Ia pun melihat lagi dengan teliti dan menampakkan wajahnya yang kumal dan tidak terawat. “Woy! Kok bukan Raka. Lo siapa?" tanya Letta. “Maksud Anda?” Yoshi belum terbiasa dengan panggilan ‘lo’. Ia sejenak dibuat bengong. ‘Kayaknya ni orang dari republik lain,’ batin Letta lagi. “Apa Anda yang mencari saya?” “Anda Aletta Queenza ‘kan?” Letta mengangguk. “Itu artinya saya tidak salah orang. Perkenalkan! Saya Yoshi! Saya adalah sekretarisnya pak Ezar Aleandra Prayoga.” Letta mendengar itu dengan alis berkerut. “Okey, terus mau ngapain ketemu gue?” ”Jadi, saya datang ke sini ingin membebaskan Anda dari penjara. Apa Anda bersedia?” “Apa!” Mulut Letta terbuka sesaat. Rasanya ia jadi ingin tertawa terbahak-bahak, menertawakan candaan pria berpakaian rapi di depannya. Lantas sepasang mata Letta yang tajam menatap Yoshi dengan angkuh. “Lo mau bebasin gue, buat apa? Gue enggak mau dibebasin. Biarin aja gue di sini. Lagian gue juga udah nggak punya tujuan apa-apa buat hidup.” Yoshi sudah merekam cara bicara Letta. Ia kemudian berdehem menstabilkan suaranya.”Lo yakin, lo sudah tidak punya tujuan?” “Lucu banget sih ini orang. Gue sih pasti yakin. Soalnya orang yang udah bikin hidup gue menderita, udah gue ekspor ke neraka.” Yoshi sedikit tersenyum. Kocak sekali bahasa Letta saat bicara dengannya. Ia kemudian menatap serius pada Letta. “Guwwe,” sahutnya dengan nada yang kaku. “Guwe rasa tidak begitu. Tunggu sebentar.” Yoshi merogoh saku bajunya dan mengeluarkan selembar foto untuk ditunjukkan pada Letta. “Coba lihat ini!” Letta menerima foto tersebut. Awalnya ragu, ia sesaat melirik malas pada foto yang sudah ada di tangannya. Hingga dalam hitungan detik, raut wajah Letta sudah berubah. “Kenapa ada foto kayak gini?” Letta sontak kaget, bahkan bisa-bisanya dia merasa syok sampai dadanya berdebar hebat. Yoshi tersenyum lagi di salah satu sudut bibirnya. “Jadi, gimana? Apa elo udah yakin kalau semua orang yang kamu benci udah diekspor ke neraka?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD