PART 9

1158 Words
Elle menundukkan kepalanya dalam. Ia masih memikirkan apa yang dikatakan Nency di sekolah tadi. Ia tak menyangka ingatan yang sudah ia sembunyikan selama ini masih mempengaruhinya sedalam itu. Ia tak menyangka hanya melihat Selena, dapat membuka luka masa lalu yang masih menganga di hatinya. Dengan perasaan yang kacau, ia memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya. Menatap sekilas tempat itu yang terasa gelap dan dingin. Seperti hatinya sekarang. Elle menghela napasnya dalam ketika ia ingat bahwa ia masuk ke dalam rumahnya dan ikut dalam drama yang Sonia lakukan nantinya. Laki-laki tak dikenalnya itu - cowok yang disukai Sonia, sekaligus guru lesnya yang baru itu - mungkin sedang menunggunya di dalam. Di saat perasaan Elle sedang tidak baik. Di saat Elle ingin sendiri, meratapi nasib dan perasaannya di suatu tempat yang gelap dan dingin, mungkin di kamar mandinya atau tetap di sini, di garasi ini. Ia hanya ingin sebuah ketenangan. Dengan langkah lelah, Elle membuka pintu mobilnya. Menemukan sebuah motor besar bewarna hitam yang terparkir di sebelah garasi rumahnya. Perempuan itu berjalan ke dalam rumahnya, berharap pertemuan ini segera berakhir. Sekarang, ia sedikit merasa putus asa untuk memperjuangkan keinginannya lagi, ia putus asa untuk memperjuangkan perasaannya kepada Revan lagi. "Kak Elle!" Elle mendengar teriakan Sonia dari dapur, lalu menemukan adiknya itu berdiri dengan senyuman manis persis seperti yang dilihatnya saat sekolah tadi. Ia kembali memikirkan perkataan Nency. Apakah Sonia adalah keluarganya? Apakah Sonia menganggapnya kakak? Apakah keluarga ini benar-benar menyayanginya? Apakah benar ini rumahnya? Karena Elle saat ini sedang ragu dengan dirinya sendiri. Perempuan itu melangkah mendekati adiknya dengan pelan. Pikirannya masih bercabang tak menentu. Sulit untuk menemukan jawaban di dirinya yang sedang kacau ini. Bahkan ia tidak sanggup menjawab dan hanya diam memandang adiknya itu. Takut bahwa apa yang ia rasakan itu palsu dan orang-orang yang ada di rumah itu menghilang meninggalkannya sendiri, seperti yang dilakukan Selena padanya, dengan kejam, tanpa penjelasan. Lalu, seorang laki-laki berjalan di belakang Sonia, membuat Elle menghentikan langkahnya. Menatap laki-laki berjaket hitam yang berdiri di belakang adiknya dengan dalam dan mulut terkatup rapat, persis seperti yang ia ingat di pertemuan pertamanya dengannya. Elle menatap laki-laki itu tak percaya. Mengapa dunia begitu kecil untuk dirinya yang berantakan ini? Laki-laki itu, orang yang ditemui Elle beberapa hari yang lalu, laki-laki yang ia tahu bernama Rei, tetapi tak disangkanya bahwa Rei itu adalah sama dengan Rei-nya Sonia. Elle melihat Sonia memutar badannya dan melihat Rei dengan pandangan memuja dan senyum yang tak pernah meninggalkan bibirnya. Elle tak mengalihkan pandangannya, begitupun laki-laki itu. Mata mereka bertemu dengan berani, seolah saling mengatakan bahwa mengatakan bahwa sudah saling menunggu sejak lama. Mengambil jarak satu meter di antara mereka sebagai penghubung sinyal aneh yang bahkan Elle rasakan di tengah kekalutan hatinya. Merasa bahagia karena dapat bertemu dengan laki-laki itu lagi, tetapi juga merasa takut karena tatapan laki-laki itu yang memerangkap jiwanya, seperti meminta perhatiannya. "Kak El, ini Rei. Dan Rei, ini Kak El, yang akan kamu ajari fisika nanti," ucap Sonia menyadarkan Elle dari lamunannya. Elle tersenyum singkat, menunjukkan barisan gigi putihnya ketika Sonia menarik tangan Elle dan membawanya ke hadapan laki-laki itu. "Kalian belum saling kenal, bukan?" Tangan Elle terulur di depan Rei dengan senyuman setengah hati yang tiba-tiba bertengger di wajahnya, menggantikan kegugupannya di depan laki-laki itu. Sedangkan Rei, laki-laki itu tetap pada pendiriannya untuk diam dengan wajah dinginnya. Hingga sentakan itu terjadi, ketika tangan Sonia menarik tangan Rei untuk menjabat tangan Elle yang masih mengapung di udara itu. Rei menarik tangannya dari sentuhan Sonia, membuat adik Elle itu menatap tak percaya pada laki-laki di depannya itu. Laki-laki yang ia kagumi, laki-laki yang ia harap akan menjadi kekasihnya nanti. Rasanya begitu sakit, ketika laki-laki itu menyentak kasar tangannya dengan wajah yang masih kaku itu. "Jangan menyentuhku sembarangan!" kata Rei tajam. Elle hanya membelalakkan matanya melihat penolakan terang-terangan di depannya ini, mengalihkan padangannya pada adiknya yang sedang menahan tangis dengan wajah pucat. Elle melihat adiknya itu pergi dengan lesu. Meskipun hanya sentakan tangan, tetapi Sonia yang tidak biasa diperlakukan oleh siapapun sekasar tadi pasti kaget dan Elle yakin adiknya itu sedang terluka. Ia tidak menyangka Rei bisa memperlakukan Sonia sekasar itu di depannya. "Minta maaf kepada Sonia!" perintah Elle setelah Sonia pergi ke dapur dengan menahan kecewa hatinya. Rei memasukkan tangannya ke dalam saku jaket, mata laki-laki itu masih menatap Elle dengan intim, tidak peduli dengan kekasarannya pada perempuan yang bernama Sonia tadi. "Aku hanya tidak mau memberikan harapan palsu pada adikmu itu." "Apa?" "Aku tahu dari pertama bertemu dengannya siang tadi karena mata perempuan bisa dengan mudah aku tebak. Perempuan selalu menggunakan perasaannya dan selalu menunjukkannya pada dunia melalui matanya. Mata adikmu yang bercahaya itu, terlihat jelas di hadapanku, kekaguman yang terlihat jelas," Kata Rei. Elle melihat Rei dengan tidak percaya, tak menyangka bahwa laki-laki itu ternyata mempunyai kepercayaan yang sangat tinggi. "Mata adikmu itu sangat terbuka dengan segala kepercayaan dirinya untuk mendapatkan sesuatu yang ia mau, tetapi kenapa aku tidak menemukan apa-apa dalam pandanganmu sekarang, Elektra? Kenapa aku tidak bisa menebakmu seperti perempuan lain?" "Apa maksudmu?" "Kenapa mata indahmu itu begitu gelap dan tak terbaca?" Elle melepaskan tas punggungnya yang tiba terasa berat dan membiarkannya terjatuh di lantai. Ia mengerutkan keningnya dalam diam. Memangnya apa yang dapat dilihat dari sebuah mata? Banyak mata yang membuatnya kagum, mata-mata keluarganya, mata Revan, mata Nency, juga mata Selena. Ia bahkan tak bisa mengartikan tatapan mata Revan dan Selena selama ini. Apakah ada cinta di hati Revan untuknya? Apakah sedalam itu rasa benci Selena kepadanya? Elle tidak tahu, karena ia rasa semua mata menatapnya seperti sebuah cahaya matahari yang mengintipnya dari kejauhan, sebuah cahaya matahari yang bisa meneranginya dan menjauhkannya dari kegelapan, tetapi tak benar-benar menghangatkan dirinya yang kedinginan. Cahaya itu tak benar-benar menyentuhnya selama ini. Hati Elle tersentak, apa itu yang dinamakan batas? Apakah batas itu memang ada selama ini? Apakah hatinya memang sudah sebeku itu selama ini? "Hentikan omong kosongmu. Kenapa kau bersikap kasar kepada Sonia?" "Aku sudah mengatakan tadi, aku tidak ingin memberikan harapan palsu padanya. Aku tahu adikmu itu menyukaiku. Karena itulah dia menawariku menjadi guru lesmu sekarang, bukan? Agar ia bisa bertemu denganku setiap minggu? Apa kau benar-benar butuh guru les, El? Karena kalau tidak, aku memilih untuk tidak melanjutkan semua ini." Elle mematung, berpikir dengan keras apa jawaban yang harus ia berikan. Elektra memang membutuhkan guru les sekarang, ia harus berhasil masuk ke jurusan dan universitas yang sama dengan Revan. Dia ingin kembali bersama dengan laki-laki itu. Tapi ia tidak yakin akan melakukan itu dengan bantuan laki-laki di depannya. Apalagi melihat sikap kasarnya pada Sonia, Elle takut Sonia akan kecewa dengan sikap Rei. "Aku membutuhkanmu. Tapi aku harap kamu lebih bersikap baik pada Sonia. Kalaupun kau tidak menyukainya, kau tidak berhak bersikap kasar dengannya." Rei mengangguk pelan, "Baiklah. Aku melakukan ini hanya karena uang. Aku akan memperbaiki sikapku, tapi aku tetap tidak ingin terlibat apapun dengan kalian berdua."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD