Aku melangkah masuk ke dalam kamar indah itu masih dengan perasaan takjub, akan apa yang ada di hadapanku.
“Biar kami membantu Nyonya untuk melepaskan pakaian Nyonya.” tawar salah seorang pelayan yang bersamaku.
Aku menggelengkan kepala, untuk menolak tawaran mereka. Aku bukan orang suka dilayani. Tidak suka juga orang lain melihat tubuhku.
“Tidak usah, Terima kasih.” Aku memberikan senyum pada mereka.
“Maaf, Nyonya, ini sudah tugas kami untuk melayani anda, tolong jangan tolak bantuan kami, Tuan Zack bisa memarahi kami, kalau Nyonya menolak kami layani. Kami mohon dengan sangat, Nyonya.” Mohon salah satu pelayan itu. Tatapannya yang memelas meruntuhkan penolakanku.
Akhirnya aku membiarkan kedua pelayan itu melayaniku, karena tak tega mendengar nada, dan tatapan memohon mereka.
Aku merasa seperti seorang Harem yang tengah dipersiapkan untuk melayani Raja. Kedua pelayan itu juga membantuku mandi. Mereka menggosok tubuhku dengan sabun, yang aku tidak tahu apa merknya. Rambutku pun menjadi sangat wangi, dan lembut, layaknya baru dari perawatan di salon kecantikan. Aku juga tidak tahu apa merek shampoonya. Mereka berdua sangat hati-hati dalam melayaniku. Tidak ada suara, apa lagi pembicaraan di antara kami, ataupun di antara mereka berdua.
Setelah selesai mandi. Mereka memakaikan aku baju tidur berwarna pink, yang hanya menggantung dengan dua simpul di atas bahuku, tanpa ada apapun lagi yang melekat di tubuhku selain itu. Tak ada penutup d**a, juga tak ada penutup area sensitif. Aku hanya menurut saja, tanpa bicara, tanpa air mata. Aku sudah tak ingin melawan lagi. Perasaanku mengatakan, Tuan Zack bukanlah orang jahat. Karena pelayannya saja diperintahkan untuk melayani aku seperti ini.
Lagipula, aku tidak ingin ibuku menderita. Tuan Zack lewat pengacaranya berjanji kepadaku, akan memberikan pengobatan terbaik bagi ibuku. Hingga ibuku sembuh seperti sediakala. Itu adalah hal yang paling penting bagiku. Aku bisa berkorban apapun demi kesembuhan ibuku.
Aku berbaring di atas ranjang dalam gelap, hanya ada cahaya remang dari lampu di balkon yang masuk ke dalam kamar, lewat celah yang ada di atas pintu balkon.
Dua pelayan itu mengatakan, kalau aku tidak boleh meyalakan lampu, sampai nanti Tuan Zack ke luar dari kamarku, setelah aku selesai melayaninya, memuaskan semua keinginannya, menuruti apapun maunya. Apakah dia sering tidur dengan banyak wanita?
Kenapa dia tidak ingin aku menyalakan lampu?
Apakah dugaanku kalau dia tidak sempurna adalah benar?
Berbagai pertanyaan kembali menyesaki benakku. Aku tidak bisa membayangkan, seperti apa Tuan Zack itu. Apakah seperti Baron yang tinggi besar, dan berwajah sangar, ataukah seperti p****************g tinggi kurus, seperti yang sering aku lihat.
Suara pintu yang di buka perlahan, cukup mampu mengagetkan aku. Dalam cahaya remang, aku bisa melihat betapa tinggi, dan besarnya dia. Tiba-tiba saja aku merasa cemas, cemas bercampur rasa takut. Menurutku dia lebih besar, dan lebih tinggi dari Baron.
“Buka bajumu.” Suara yang terdengar berat memerintahku, dan aku langsung melepaskan pakaianku tanpa berkata apa-apa, karena aku tahu, menolak pun akan sia-sia. Aku sudah di sini, artinya siap melayaninya.
Dia kembali mengucapkan sebuah perintah, yang aku sangat tahu, kemana arah keinginannya, dari apa yang dia perintahkan. Dengan berat hati kulakukan perintahnya.
Apakah dia seorang pria yang tidak bisa berbasa basi?
Apakah dia seseorang yang bercinta langsung pada menu utamanya? Usiaku memang baru sembilan belas tahun, tapi aku tinggal di komplek pelacuran dari aku dilahirkan.
Ibuku dulunya seorang PSK, yang kemudian naik jabatan jadi bos para PSK. Jadi sedikit banyak, aku tahu bagaimana cara orang bercinta, kadang karena penasaran aku suka mengintip video-video hot juga. Untungnya rasa penasaranku hanya sampai di situ, kerena kesucianku masih terjaga sampai malam ini, dan suamiku yang akan memilikinya, meski tanpa adanya cinta. Ya, tanpa ada setitik cinta di antara kami berdua. Entah apa motif Tuan Zack menikahi aku. Padahal bisa saja ia meniduri aku tanpa harus menikah denganku.
Aku bersuara tertahan saat meraskan Tuan Zack mulai merayu tubuhku dengan sentuhannya yang sangat kuat. Tubuhku menjadi gemetar, karena medapatkan serangan mendadak langsung pada inti tubuhku.
Pekik, dan jeritan yang ke luar dari mulutku, membuat aku malu sendiri. Tapi aku tidak bisa diam, pria yang ku yakini sebagai Tuan Zack itu, begitu lihai mengeksplor daerah sensitifku, sehingga aku merasakan kenikmatan luar biasa yang menjalari sekujur tubuhku.
Aku pernah berpikir, kalau bibirku yang akan menjadi sasaran utama bibir seorang pria, tapi ternyata aku salah, karena bukan itu yang pertama disentuhnya.
Jeritanku semakin nyaring saat Tuan Zack terus menyerangku dengan dahsyat.
Oooohhh ... ini sangat nikmat, pantas saja sekuat apapun usaha untuk menghapuskan prostitusi, prostitusi tetap saja ada.
Untuk masyarakat menengah kebawah yang haus seks, mungkin para PSK itu ibarat pengganjal perut sebelum makan. Para pria itu haus seks tapi tidak punya kemampuan untuk menikah, sedang bagi pria kaya mungkin hanya karena bingung kemana harus menghabiskan uang mereka yang tidak terhitung berapa jumlahnya.
Rayuan Tuan Zack yang semakin kuat, membuat aku tidak bisa menahan suara aneh ke luar dari sela bibirku. Tubuhku terasa mengejang, tanganku semakin kuat mencengkram rambut Tuan Zack.
“Hentikan! Aku mohon tolong hentikan!” Aku tidak bisa menahan gelisah resah yang melanda tubuhku dengan begitu dahsyat. Tuan Zack mengabaikan permintaanku. Dia tetap asik berkutat dengan hal yang disukainya. Hal yang membuat tubuhku terasa terbakar jadinya.
“Tidak salah aku menikahimu, Al,” gumam Tuan Zack diantara kegiatannya. Kegiatan yang mungkin sudah sering dia lakukan, namun untuk pertama kalinya bagiku.
Al, entah kenapa dia menyebutku dengan panggilan itu. Ini untuk pertama kalinya kami bertemu, tapi dia memberi panggilan yang terasa akrab bagiku.
“Tutup matamu!” Tedengar dengan jelas nada memerintah dari suaranya. Aku menutup mataku begitu saja, tanpa protes, tanpa tanya. Tak ada keinginan untuk melakukan hal itu. Aku ingin menurut saja apapun yang dia perintahkan padaku.
“Jangan buka matamu, sampai aku memerintah kamu untuk membuka mata, Al !” perintah Tuan Zack.
Aku merasakan nafasnya begitu dekat dengan wajahku, nafasnya beraroma mint yang terasa menyegarkan, padahal mulutnya baru saja bekerja keras untuk membangkitkan hasrat ku. Meluluh lantakkan pertahananku.
Aku terkesiap saat merasakan bibirku dicium Tuan Zack dengan lembut. Dalam bayanganku sebelumnya, Tuan Zack itu pria yang sangat keras, suka bertindak kasar, tapi perlakuannya padaku malam ini, menghapuskan semua anggapanku tentang dia. Dia memang bersuara dingin, dan tegas. Namun sikapnya tidak kasar. Sentuhannya sangat lembut memabukkan bagiku.
BERSAMBUNG