Kurkon Series : Shana
Part. 2
***
"Nyonya ingin mendekorasi kastil, yang mulia." seorang ketua pelayan, memohon rohmat pada pria itu yang mengerjakan sesuatu di meja kerjanya. Dunia iblis rumit? Sama saja seperti dunia manusia. Perjanjian-perjanjian yang di buat para manusia adalah 'makanan' bagi mereka yang membuat mereka bisa bertahan ratusan tahun. Karena pengorbanan pada setiap permintaan itu memiliki kekuatan besar. Salah satunya nyawa.
"Kenapa kau harus meminta persetujuanku? Istriku adalah nyonyamu mulai saat ini. Lakukan apa yang dia mau selagi itu tidak keluar dari kastil. Perjanjian damai dengan para iblis timur belum selesai, bisa-bisa dia di bunuh." ucap pria itu melirik pria itu.
"Baik, yang mulai." pelayan itu sedikit shock mendengarnya. Sejak dulu, tidak ada yang pernah berubah dari kerajaan itu karena Eiden menyukai gelapan di sana. Kastil itu besar, namun tampak suram.
Eiden mengetuk-ngetuk bibirnya. Pria itu tiba-tiba jadi memikirkan istri mungilnya itu. Eiden hanya terpaksa harus menikahi seseorang wanita. Namun, setiap dunia memiliki aturan. Dia tidak bisa menculik gadis seenaknya. Jadi, saat yang tepat orang tua wanita itu meminta permohonan padanya, itu jelas sebuah kesempatan. Eiden meminta salah satu anak gadis mereka menjadi istrinya.
Eiden harus memiliki keturunan. Namun kenapa harus seorang gadis manusia? Karena iblis membutuhkan manusia untuk menyerap energinya saat mereka bercinta dan sesama iblis tidak bisa memberikannya.
Eiden awalnya hanya ingin menjadikan gadis itu sebagai istri sampai dia mati. Hanya saja, pikirannya sedikit berubah. Gadis itu cukup aneh dari gadis yang dia temui. Membuat Eiden jadi memikirkan gadis itu terus. Atau karena dia satu-satunya gadis manusia yang dia kenal? Entahlah.
Eiden memejamkan matanya, lalu dalam sedetik, sosok Shan sudah duduk di atas pangkuannya. Gadis itu mengerjapkan matanya terkejut. Dia tadi sedang di taman, memeriksa tanaman disana.
"Eiden? Apa yang terjadi?" ucap gadis itu bingung.
Eiden tersenyum miring. "Hanya merindukanmu." ucap pria itu tidak mendekati wajah mereka dan mencium gadis itu lembut.
Shana mengerang pelan ketika tangan Eiden meremas d4danya dari balik pakaiannya. "Nghh, Eiden kita di tempat kerjamu." ucap gadis itu panik ketika Eiden menaikkannya ke atas meja kerja pria itu yang berisi banyak kertas.
"Lalu?" pria itu menaikkan satu alisnya dengan menggoda.
"A-anu kita melakukannya seharian kemarin." ucap gadis itu memerah.
Eiden menarik dagu gadis itu. "Tapi aku menginginkanmu." bisiknya mencium aroma gadis itu.
Shana memejamkan mata ketika tangan pria itu memasuki gaunnya. "E-Eiden berhenti!" ucapnya gugup.
Eiden menyeringai lebar, menikmati ekspresi gadis itu. Seolah dia memiliki mainan yang sangat menarik.
"Yang mulia, saya Zean, izin masuk ingin melaporkan perkembangan kerajaan timur." sebuah suara berat menghentikan mereka.
Eiden menggeram kesal, namun dia menurunkan kembali gaun gadis itu, lalu mendudukkan Shana di pangkuannya. Gadis itu tampak panik.
"Apa sebaiknya aku pergi saja?" ucap gadis itu.
Eiden menggeleng. "Kita belum selesai, sayang." ucapnya tersenyum. "Masuklah." perintahnya.
Shana terdiam di tempatnya ketik seorang pria bermata merah masuk, yang mengejutkannya, pria itu tidak memakai atasan, membuat otot-otot di perut dan lengannya terpampang. Astaga. Dia jadi mengingat kejadian kemarin bersama Eiden. Pria itu memiliki tubuh yang membuat Shana menahan nafas melihatnya.
Wajah Shana memerah memikirkannya. Pria itu mendekati meja kerja Eiden. "Kau baru latihan? Mana pakaianmu!? Kau mau pamer?!" tatapan Eiden beralih pada Shana yang memerah.
Hal itu membuat Eiden sedikit kesal. "Shana. Keluar dari ruanganku." ucap pria itu dengan dingin.
Shana menatap wajah Eiden yang tanpa ekspresi, tidak ingin memperpanjang waktu, Shana segera keluar dari ruangan itu.
Eiden menggertakkan giginya. "Pakai bajumu jika ingin menemuiku!" Eiden memberikan tatapan tajam pada Zein.
"Haruskah? Biasanya juga seperti ini." kali ini Zean lebih santai. "Kakak iparku kecil sekali. Kau tidak kasar padanya 'kan?" Zean adalah adik dari Eiden, sekaligus pria itu berperan sebagai kesatria kerajaannya.
"Diamlah. Intinya pakai bajumu setiap bertemu denganku!" ucap pria itu. "Bagaimana perkembangannya?" tanyanya masuk ke inti pembicaraan.
Zean duduk di kursi berhadapan dengan pria itu. "Kerajaan timur masih belum mengeluarkan surat perdamaiannya, menurutku kita harus tetap hati-hati, mereka sepertinya punya rencana."
Eiden terdiam beberapa saat. "Untuk sementara, lakukan seperti biasa, buat penjagaan, aku juga punya firasat buruk." ucap pria itu dengan mata merahnya yang berkilat.
"Tapi kau tau? Ramalan bersatunya dua kerajaan besar akan terjadi pada tahun ini." ucap Zean membicarakan ramalan yang pernah di ramal ayahnya.
"Aku tidak peduli dengan hal itu. Yang pasti, kira tidak boleh lengah." ucap pria itu.
***
Shana mendekor kastil itu menjadi lebih hidup, walaupun dia sempat berteriak hebat melihat tanaman aneh dari dunia itu, dia mulai terbiasa, gadis itu mulai membuat taman kerajaan lebih Indah, lalu dia mendekorasi kamarnya bersama Eiden agar lebih mirip dengan kamarnya.
Lalu dia juga mengganti dan meletakkan beberapa furniture pada istana, membuatnya tampak hidup.
Shana terlentang di atas ranjang, sambil menghirup aroma Wangi dari pengharum yang dibuat oleh beberapa pelayan yang membantunya.
"Aah!" gadis itu terkejut ketika tau-tau Eiden sudah berada di atasnya, pria itu menatapnya dengan datar.
"Kau suka otot Zean?" tanya pria itu langsung.
"Hah? Apa maksudmu?" tanyanya.
Eiden menarik rahang gadis itu, melumat bibirnya, tangannya meraba tubuh gadis itu dan mulai melucuti gaun Shana.
"Wajahmu memerah melihatnya." ujar Eiden sambil mengigit tanda kepemilikannya di leher wanita itu.
"Nghh... Aku tidak memerah karena itu." ucapnya menahan erangan ketika tangan pria itu menangkup dad4nya, lalu meremasnya pelan.
"Lalu karena apa?"
"A-aku ingat kejadian semalam. Saat k-kita melakukan itu." ucapnya malu.
Eiden kini tersenyum, pria itu memasukkan jarinya ke dalam milik gadis itu melalui celah celananya. Mata Shana membesar. "Ahh... Annghh," dia begerak mengikuti jari pria itu di sana.
Eiden menyeringai, mencubit ujung dad4 gadis itu. "Nakal." ucapnya membuat Shana tersentak.
"Enak?" pria itu menggoda Shana lebih jauh, kedua kaki gadis itu di lebarkan.
Mulut Shana terbuka seperti ikan yang kehabisan air di daratan. Membuat Eiden mengeras.
Pria itu kini menundukkan wajahnya, menghisap ujung dad4 gadis itu, mengigitnya beberapa kali membuat Shana merengek kesakitan.
"E-Eiden," panggilan Shana di sela-sela kenikmatannya.
"Ya? Ada apa? Aku terlalu kuat menghisapnya?" pria itu mendongak. Dengan senyuman jahil.
Wajah Shana merah padam. "B-bukan itu, aku ingin bertanya, apa kau suka kamar ini? Aku mengubahnya, sebenarnya aku takut kau marah, tapi beberapa hari ini aku tidak tenang saat tidur di suasana kamar yang agak suram." ucapnya.
Eiden mengecup bibirnya. "Lakukan apapun, apa yang menjadi milikku adalah milikmu juga."
***
Bersambung...