16. Bos Besar

1756 Words
Sumi kecewa karena dirinya tak bisa melihat seperti apa Beni sopir bos Angga. Kenapa bisa nama mereka kebetulan sama. Beni kekasih Ranti, juga Beni sopir bos Angga sama-sama kerja di daerah sini. Hanya saja profesi mereka yang jauh berbeda. Sebenarnya Sumi tak masalah, teman Ranti itu berprofesi apa saja. Selagi teman Ranti membawa pengaruh baik buat Ranti. Sumi tak masalah. Sumi tak memandang seseorang dari profesi serta pegangan mereka. Meski Sumi tak memungkiri, bahwa profesi seseorang sangat berpengaruh bagi masa depan mereka. Karena segala sesuatu butuh modal. Butuh biaya banyak. Tapi hati kita tak bisa melawan. Hati kita yang merasakan bahagia tidaknya kita bersama orang itu. Bukan bahagia tidaknya kita dengan profesinya. “Yah, dia keburu pergi! Aku jadi makin penasaran sama sopir bosnya Angga. Tapi ya sudahlah! Mungkin aku belum ditakdirkan ketemu Beni, sopirnya bos Angga.” Sumi berucap sendiri. “Paling Beni itu banyak! Namanya saja sama!” Sumi kembali melawan. “Bapak dari mana to?” Tanya Sumi sedikit kesal. “Bapak kan tadi bilang dari toilet! Ibu ini kenapa to kok sewot begitu! Orang ke toilet juga emosi! Bagaimana kalau Bapak sampai pulang tidur! Bisa-bisa Bapak dicakar-cakar sama Ibu!” Waluyo heran dengan istrinya. Datang-datang kena emosi. Beruntung Waluyo bisa sabar. Waluyo pun menanggapi dengan ledekan pada Sumi. “Gak papa Pak! Ya sudahlah gak usah dibahas lagi! Gak penting juga!” Sumi tak mau membahas soal nama Beni lagi. Sumi membereskan mangkuk-mangkuk bakso bekas Angga CS tadi. Karena mereka pembeli terakhir siang itu. Mereka tak pernah datang sebentar. Selalu ada saja cerita yang dibicarakan Angga CS di warung bu Sumi. *** Pikiran Beni langsung lega seketika. Rasa takutnya hilang usai Angga masuk mobil. Beni langsung menancapkan gas mobil bosnya. Meninggalkan warung bakso Sumi. Menjauhi orang yang hampir saja membuka kedoknya selama ini. “Pelan-pelan Ben! Lo itu kenapa sih tadi gak mau masuk dulu? Klakson-klakson bikin berisik orang!” Angga memulai pembicaraannya dengan Beni di mobil. “Iya Mas Angga, maaf saya lagi senang. Tadi saya buru-buru makanya gak mau keluar! Mana panas banget di jalan tadi!” Beni beralasan. “Lo ini kaya perempuan saja takut panas! Lo itu laki harus tahan banting! Gak cuma tahan panas, tapi harus bisa tahan semua dalam menjalani hidup lo!” Angga menasihati. “Iya Mas Angga! Mas Angga ini sering makan di warung bakso tadi?” Tanya Beni penasaran. “Lumayan! Selain baksonya berbeda dengan bakso-bakso di sini. Penjualnya juga baik. Gua, Anton, sama Dicky sering curhat sama ibu Sumi. Bahkan sekarang bu Sumi meminta kami mencarikan pekerjaan untuk anak perempuannya.” Angga menjelaskan. “Aduh, bahaya kenapa mas Angga malah dekat sama ibunya Ranti! Gua harus hati-hati jangan sampai hampir kecolongan kaya tadi. Kalau sampai ketahuan mati gua!” Beni berucap sendiri. “Padahal warung bakso kan banyak, kenapa harus warung ibunya Ranti?” Beni kembali berucap sendiri. “Lo kenapa Ben, kok diam?” Angga melihat Beni melamun. “Saya gak papa Mas!” Beni tampak gugup. “Yang benar, lo gak papa? Tapi kok lo ini seperti memikirkan sesuatu! Kalau lo ada masalah cerita saja sama gua! Kali aja gua bisa bantu!” Angga menawarkan. “Saya gak ada masalah kok Mas Angga. Saya baik-baik saja!” Beni memastikan kalau dirinya saat ini baik-baik saja. “Bagaimana gua mau minta tolong sama lo mas? Masalah gua saja ada hubungannya sama bu Sumi. Dan bu Sumi kenal sama lo. Yang ada masalah gua bukannya selesai malah semakin hancur. Rahasia gua bisa terbongkar semua!” Beni berucap sendiri. “Ben, ngomong-ngomong kita mau ke mana? Kenapa pak Daniel telepon gua mendadak begini?” Angga ingin tahu. “Saya juga tidak tahu Mas! Tugas saya kan hanya mengantar jemput.” Beni tak tahu apa-apa. Yang Beni tahu hanya arah jalan. Karena sebagai sopir, Beni harus siap dan tahu ke mana saja tujuan bosnya pergi. Tak lama mobil memasuki area parkir sebuah kafe di pinggiran kota. Beni memarkirkan mobilnya. “Di sini Ben?” Tanya Angga pada Beni. “Iya Mas! Tadi pesan pak Daniel, Mas Angga suruh langsung masuk saja!” Beni menyampaikan pesan bosnya. “Kalau begitu, gua masuk dulu!” Angga berlalu meninggalkan Beni. Angga masih penasaran. Sebenarnya untuk apa, bos Daniel meminta Angga ke kafe ini. Kafe yang jauh dari keramaian kota. Namun, terasa nyaman di pikiran. *** Dari luar kafe ini terlihat alami. Semua ornamen terbuat dari alam. Benar-benar kafe yang bisa menenangkan pikiran seseorang saat masalah hidup dan pekerjaan memaksa otaknya untuk berpikir keras. Angga mulai memasuki dalam kafe. Mencari tahu keberadaan bosnya berada. Angga pun tertuju pada satu pandangan. Tak salah lagi, itu adalah bosnya. Tanpa ragu, Angga melangkah menuju meja bosnya. “Selamat siang Pak! Bapak memanggil saya?” Ucap Angga sopan. “Iya, silakan duduk!” Daniel meminta Angga duduk. “Begini! Saya mau minta tolong sama kamu! Saya ada pekerjaan di luar kota. Saya mau sekretaris saya yang temani! Saya minta tolong sama kamu, sementara kamu menjauh dulu dari Jakarta selama saya di luar kota. Saya tidak mau orang kantor curiga, termasuk istri saya.” Daniel memulai perintahnya. “Pokonya terserah kamu mau ke mana! Yang penting selama saya di luar kota kamu tidak berada di tempat! Tenang, saya akan biayai semua!” Daniel tegas. “Baik Pak!” Angga menurut. “Nanti kita pergi bersama dari kantor! Tolong kamu tutup mulut! Jangan sampai istri saya tahu, kalau saya hanya pergi dengan sekretaris saya! Karena yang istri saya tahu, saya pergi bertiga. Saya, kamu, dan juga sekretaris.” Daniel berpesan. “Baik Pak!” Angga kembali menurut. Sebagai bawahan, Angga hanya bisa menuruti perintah bosnya. Meski terkadang, perintah bosnya di luar pekerjaannya. Seperti sekarang ini, bosnya justru meminta Angga untuk jalan-jalan ke luar Jakarta. Bosnya sendiri pergi dengan sekretarisnya. Angga hanya dijadikan alasan bahwa mereka akan pergi bertiga. Padahal Angga tahu, Jesica sangat mencintai Daniel. Jesica juga sangat percaya dengan Daniel. Tapi Daniel justru memanfaatkan semua kebaikan Jesica. Jesica adalah istri Daniel. Menurut cerita yang santer terdengar, pernikahan beda usia ini bukan atas dasar cinta. Tapi karena perjodohan. Daniel yang awalnya hanya karyawan biasa telah menyelamatkan perusahaan orang tua Jesica. Karena Daniel, perusahaan yang tadinya hampir rugi kembali berkembang. Dari situ, orang tua Jesica menjodohkan Daniel dengan Jesica yang usianya jauh lebih tua. Meski rasa cinta tak dimiliki Daniel untuk Jesica. Namun, harta milik orang tua Jesica sudah mengalahkan rasa cinta Daniel. Apalagi Jesica adalah pewaris tunggal. Semua harta serta kekayaan orang tuanya akan diturunkan pada Jesica. Dengan Daniel menikahi Jesica, harta serta kekayaan Jesica otomatis menjadi milik Daniel juga. Daniel tak mau menolak kesempatan emas untuk mendapatkannya. Daniel setuju dinikahkan dengan Jesica. Masalah cinta tidaknya menjadi urusan kedua. Yang penting masa depan Daniel sudah terjamin bahagia. *** Pagi ini, Daniel berpamitan dengan istrinya Jesica. Untuk meyakinkan Jesica, Daniel menunjukkan tiket penerbangan untuk tiga orang. Daniel, Angga, juga sekretarisnya. Sebagai istri, Jesica selalu percaya apa pun yang dibilang suaminya. Karena cintanya pada Daniel yang begitu besar, Jesica tak pernah menaruh curiga dengan Daniel. Bahkan saat Daniel menunjukkan tiket penerbangan. Jesica tak mau memeriksanya. “Mi, Papi besok pagi ada kerjaan di luar kota. Dan Papi juga akan menginap di sana, paling satu malam. Papi pergi sama Angga juga Susi.” Daniel memulai pembicaraan dengan Jesica. “Kok ada Susi segala Pi? Kenapa, gak pergi berdua saja sama Angga?” Jesica merasa keberatan karena ada Susi ikut. “Susi kan sekretaris Papi, semua yang hendel pekerjaan Papi juga Susi. Mami tenang, makanya Papi ajak Angga juga. Angga bisa membantu pekerjaan Papi sekaligus teman Papi agar tidak pergi berdua dengan Susi.” Daniel beralasan. “Iya Pi. Mami percaya sama Papi.” Jesica menurut. “Makasih Mi! Papi pasti akan merindukan Mami.” Daniel mencium puncak kepala Jesica lalu memeluknya erat. Pernikahan Daniel dan Jesica sudah berjalan hampir 6 tahun. Namun, sampai saat ini mereka belum memiliki keturunan juga. Padahal keduanya dinyatakan sehat tanpa masalah. Rasa cinta yang besar dari Jesica untuk Daniel membuat pernikahan mereka bisa langgeng sampai saat ini. Kepercayaan besar Jesica membuatnya selalu percaya dengan apa yang disampaikan Daniel. Pagi itu, sebelum Daniel berangkat. Daniel meminta Beni menjemput Angga. Daniel meminta Angga berangkat bareng Daniel dari rumah bos besarnya itu. Hal ini Daniel lakukan agar Jesica semakin yakin kalau Daniel pergi dengan Angga. “Mas Angga titip suami saya ya?” Pesan Jesica pada Angga. “Baik Bu!” Angga mengiyakan. “Mi, Papi berangkat dulu! Mami baik-baik di rumah!” Daniel berpesan sekaligus memeluk dan mencium puncak kepala istrinya. “Kasihan ibu Jesica. Padahal dia sangat baik dan sayang pada pak Daniel. Tapi kenapa pak Daniel tega membohongi bu Jesica? Ya Tuhan maafkan hamba, karena hamba sudah ikut campur dalam masalah ini. Seharusnya hamba tidak setuju dengan rencana pak Daniel.” Angga berucap sendiri. Bagaimanapun, Angga merasa bersalah. Karena dengan setuju pada rencana Daniel. Berarti Angga setuju juga dengan perbuatan Daniel. Daniel ingin melawan. Namun, apa daya dia hanya bawahan. Angga juga punya hutang budi pada Daniel. Karena Daniel yang sudah memberinya pekerjaan dulu saat dirinya sedang susah. Meski karier Angga sekarang sesuai dengan kemampuan kerjanya. Bukan karena Daniel yang memberinya pekerjaan. Tapi atas usaha Angga sendiri. Sampai sekarang, Angga tak bisa menolak perintah Daniel. Bahkan untuk urusan di luar pekerjaan, Angga selalu menurutinya. *** Mobil tiba di bandara. Angga, Daniel, dan juga Susi turun dari mobil. Daniel meminta Beni langsung meninggalkan mereka. Dan menjemputnya lagi besok. Sesuai perintah bosnya, Beni langsung putar balik. Untuk hari ini Beni libur karena Daniel, bosnya pergi ke luar kota. “Angga, sekarang terserah kamu! Kamu mau pergi ke mana, yang penting untuk sehari ini kamu jangan di Jakarta.” Ucap Daniel pada Angga. “Iya Pak! Terus Bapak sendiri mau ke mana?” Angga bertanya. Karena Angga sendiri bingung, dia harus ke mana. “Itu urusan saya! Yang penting kamu ikuti saja perintah saya!” Daniel tegas. “Baik Pak!” Angga menurut. Dari situ, Angga berpisah dengan Daniel dan juga Susi. Angga sendiri bingung dengan tujuannya. Karena sebelumnya Angga tak punya rencana untuk ke luar kota. “Pak Daniel benar-benar tega sama bu Jesica! Kenapa pak Daniel bisa senekat ini? Padahal rumah tangga mereka sangat bahagia. Ya Tuhan, mudah-mudahan pak Daniel segera sadar dengan kesalahannya!” Angga berucap sendiri. Dari kejadian ini, Angga banyak belajar. Ternyata harta tak menjamin kebahagiaan rumah tangga seseorang. Buktinya dari rumah tangga bosnya Angga sendiri. Jesica memang bos besar, segalanya dia punya. Bahkan hingga tujuh turunan hartanya juga tak akan habis. Namun, untuk rumah tangga Jesica memiliki suami yang tidak benar-benar mencintainya. Daniel hanya mencintai hartanya. Hingga Daniel tega melakukan segala cara di luar pengetahuan istrinya demi kesenangan sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD