14. Mulai Curiga

2009 Words
Ranti sudah tiba di rumah. Senyum tak berhenti mengembang di kedua sudut bibirnya. Tidak jarang juga, Ranti tersenyum sendiri seperti orang yang tidak waras. Ranti memang tidak waras karena Beni. Beni sudah membuat Ranti tergila-gila dengan uang serta mobil mewahnya. Tak seperti biasa, malam ini Ranti dan Beni hanya keluar sebentar. Beni juga tak tampak lagi. Hanya Ranti tampak sendiri. “Ran, Beni mana? Kok kamu sendiri?” Tanya Sumi yang melihat Ranti sendiri. “Mas Beni katanya sih mau ada acara lagi, ketemuan sama klien. Jadi dia hanya antar sampai depan kontrakan tadi.” Ranti sedikit menjelaskan. “Ketemu klien kok malam-malam begini? Terus, Beni kan ke sini jemput kamu baik-baik. Harusnya dia antar kamu baik-baik juga, pamitan atau bagaimana. Jangan cuma di luar saja dia antar kamu! Itu namanya tidak sopan!” Sumi sedikit kecewa. “Namanya juga orang penting Bu! Siang atau malam bagi mereka sama saja! Karena menurut mereka waktu adalah uang. Jadi kapanpun mereka butuh, mereka akan lakukan pertemuan.” Ranti mencoba menjelaskan. “Lagian Bu, Ranti juga kan baik-baik saja! Sudah berada di kontrakan kembali dengan selamat tanpa kekurangan sedikitpun. Jadi, Ibu gak usah ngomong begitu! Mas Beni tadi juga antar Ranti sampai depan pintu. Berarti dia laki-laki yang bertanggung jawab!” Ranti kembali menjelaskan. “Tapi Ibu kurang percaya juga sama Beni itu, lama-lama sikapnya makin aneh! Ibu pernah dengar dari cerita pembeli Ibu. Kalau manajer itu kerjanya di kantor. Paling ada rapat mau ketemu apa tadi kamu bilang, nah dia baru ke luar. Gak bisa kerja ke luar masuk seperti Beni!” Sumi tetap curiga. “Klien Bu atau rekan bisnis. Sudahlah Bu, gak usah berpikiran jauh-jauh sama Beni! Mas Beni orang yang baik, dan yang penting dia suka sama Ranti. Ranti juga bisa dibilang mulai suka sama dia!” Ranti membela. “Apa Ran? Kalian saling suka? Baru beberapa hari kenal, kalian sudah bilang saling suka? Kok segampang itu perasaan kalian? Memangnya kamu itu sudah tahu bagaimana Beni sebenarnya? Kamu hanya kenal Beni luarnya saja!” Sumi tampak terlonjak mendengar ucapan Ranti. “Iya Bu! Bahkan tadi, mas Beni sudah menyatakan perasaan cintanya pada Ranti. Ranti sama mas Beni sudah resmi pacaran!” Ranti berbicara jujur pada Sumi. “Kalian sudah pacaran?” Sumi kembali terlonjak. “Iya Bu! Ibu kok kaget begitu?” Ranti melihat perubahan wajah ibunya saat dirinya bilang sudah meresmikan hubungannya dengan Beni menjadi sepasang kekasih. “Ya bagaimana gak kaget Ran? Kamu sama Beni baru kenal beberapa hari. Kok bisa kalian ini sudah pacaran? Ya memang, Beni itu sudah menolong kamu. Tapi tidak seharusnya juga kamu membalas budi dia dengan menjadi kekasihnya!” Sumi kurang setuju. “Ibu takut kamu akan mengalami kejadian kemarin sama seperti ke Anton. Baru kenal sudah suka. Eh, pas tahu aslinya baru sakit hati!” Sumi melanjutkan ucapannya. “Tapi Ranti yakin sama mas Beni! Dia pasti bukan orang seperti itu! Sudah Bu, kita berpikir baik saja! Yang penting aku sama mas Beni sama-sama suka. Sama-sama nyaman. Dan yang paling penting, mas Beni memiliki semua yang aku butuhkan! Uang dan mobil, dia itu orang kaya Bu! Memangnya Ibu gak mau punya menantu orang kaya?” Ranti yakin dengan perasaannya. “Apa jadi kamu suka sama Beni karena uang dan mobilnya? Kamu sadar Ran, semua itu gak akan bikin bahagia sepenuhnya! Harta itu gak abadi, hanya titipan!” Sumi lebih terlonjak. Dia tak percaya dengan pikiran Ranti. “Tapi bagi Ranti, harta itu penting Bu. Karena itu yang bisa menjamin kebahagiaan Ranti nantinya. Sudah Ibu dukung keinginan Ranti saja! Toh yang akan menjalani juga Ranti!” Ranti ketus. “Baiklah Nok! Semua terserah kamu! Karena kamu yang akan menjalani. Ibu cuma bisa pesan, kamu harus tahu batasan hubungan asmara kamu sama Beni! Jangan sampai kamu melakukan hal yang di luar batas! Ibu ndak mau kamu menyesal!” Sumi menasihati. “Nah begitu to Bu! Ibu mendukung keinginan Ranti. Jangan melarang Ranti pacaran! Ranti sudah cukup umur! Ranti tahu mana yang baik buat Ranti. Makasih ya Bu, Ibu sudah percaya sama Ranti.” Ranti memeluk Sumi erat. Kebahagiaan Sumi saat ini adalah melihat Ranti bahagia. Meski belum sepenuhnya mendukung Ranti berhubungan dengan Beni, Sumi tak bisa melarang. Apalagi Beni sudah menyelamatkan hidup Ranti. Harusnya Sumi banyak berterima kasih pada Beni. Bukan menolak hubungan asmara mereka. *** Pagi ini, Ranti tampak ceria. Sejak meresmikan hubungannya dengan Beni semalam, Ranti tak berhenti melebarkan senyumnya. Sumi dan Waluyo hanya bisa berharap. Semoga Ranti akan terus tersenyum seperti ini. Beni benar-benar laki-laki yang seperti Ranti yakini selama ini. Beni tak akan menyakiti Ranti. Ranti memang sedang bahagia. Namun, pagi ini tidak mendukung kebahagiaan Ranti saat ini. Beni yang beberapa hari selalu datang pagi-pagi, pagi ini tampak tidak muncul. Ranti tampak menunggu kedatangan Beni. “Kamu kenapa Nok, gelisah begitu? Tadi Ibu lihat kamu tersenyum terus. Kayaknya lagi bahagia. Tapi sekarang muka kamu kaya masam begitu?” Tanya Sumi yang melihat perubahan wajah Ranti seketika. “Ya Bu! Mas Beni kok tumben ya pagi ini gak ke sini? Biasanya kan selalu ke sini pagi-pagi antar sarapan buat Ranti.” Ranti menyampaikan rasa gelisahnya. “Oh Beni! Mungkin Beni lagi sibuk Ran Kalau gak ada rapat dadakan kali, jadi gak bisa ke sini. Kamu sabar, paling sebentar lagi juga muncul.” Sumi menenangkan. “Iya kali Bu. Mudah-mudahan omongan Ibu benar. Mas Beni lagi sibuk dengan pekerjaannya.” Ranti masuk ke dalam kamar dengan wajah masih di tekuk. “Kamu ke mana Ran? Kita sarapan dulu!” Ajak Sumi pada Ranti. “Ke kamar Bu. Ranti belum lapar.” Ranti tidak punya selera makan pagi ini. “Kenapa belum lapar? Biasanya kamu juga mau sarapan. Apa gara-gara pagi ini Beni gak datang? Ran, begini yang Ibu takutkan! Kalau kamu lagi ada masalah sama Beni, kamu jadi gak mau makan terus muka kamu itu asem! Makanya Ibu gak ingin kamu itu menjalin hubungan dengan laki-laki yang belum kamu kenal sepenuhnya!” Sumi menjelaskan maksudnya melarang Ranti berhubungan dengan laki-laki yang baru dikenal. “Kok Ibu jadi nyambung nya ke mas Beni lagi? Ranti gak suka Ibu ini berpikiran tidak baik sama mas Beni!” Ranti sedikit tersinggung. “Habisnya kamu itu, biasanya juga mau sarapan! Kenapa pagi ini gak mau? Kalau bukan karena Beni gak datang apa coba?” Sumi menaikkan intonasi suaranya. “Wis to Bu, sabar! Pagi-pagi sudah teriak-teriak begitu!” Waluyo menasihati. “Itu loh anak kamu! Baru pacaran sama Beni, sekali gak datang langsung mogok makan! Kalau pikiran Ranti seperti ini, mending Ibu gak izini dia pacaran sekalian! Dari pada bikin pusing saja!” Sumi tampak emosi. “Tenang to Bu? Pelan-pelan bicaranya! Malu kalau kedengaran tetangga, pagi-pagi sudah ribut!” “Sebaiknya kita sarapan pagi saja dulu! Sudah siang Bu, nanti kita kesiangan jualan! Sudah biarkan saja! Nanti kalau Ranti lapar pasti makan juga!” Waluyo terus menasihati. “Gara-gara anak kamu itu! Pagi-pagi sudah bikin emosi orang tua saja!” Sumi masih emosi. “Wis Bu! Makan! Bapak ambilkan ya?” Waluyo menenangkan. Sumi dan Waluyo sudah selesai sarapan pagi. Mereka harus segera berangkat ke tempat jualan. Jangan sampai mereka ketinggalan waktu istirahat karyawan. Karena saat itu, saat yang ditunggu mereka. Pembeli berbondong datang ke warung mereka saat jam istirahat. “Ran, Bapak sama ibu mau berangkat jualan!” Panggil Waluyo cukup keras agar Ranti mendengarnya. “Iya Pak!” Ranti keluar dari kamar untuk mencium tangan kedua orang tuanya. “Ran, kamu sudah lama gak ikut Bapak sama ibu jualan. Sekarang kamu ikut jualan yuk! Biar gak bosan di kontrakan terus.” Ajak Waluyo pada Ranti. “Malas Pak panas! Mending Ranti di kontrakan!” Jawab Ranti menolak. “Ini salah satu pengaruh lagi dia dekat sama Beni! Suruh bantu orang tua saja bilang malas! Padahal sebelum kenal Beni, tiap hari gak masalah ikut jualan.” Sumi ketus. “Ibu sudah! Gak papa, biasanya kita jualan sendiri. Gak usah diperpanjang!” Waluyo tak ingin ada perdebatan lagi. “Ya tapi kan biasanya belum ada Ranti. Sekarang ada Ranti di sini! Ranti juga belum kerja! Apa salahnya bantu-bantu orang tua?” Sumi masih tampak kesal. “Sudah to Bu! Ayuk kita berangkat!” Waluyo tak ingin memperpanjang masalah. “Ran, Bapak sama ibu berangkat! Kamu jangan lupa makan! Pintu rumah dikunci!” Waluyo mengulurkan tangan kanannya. Sumi dan Waluyo meninggalkan kontrakan mereka pagi itu. Mencari rezeki pagi ini di tempat biasa mereka berjualan. Tempat yang menjadi saksi perjalanan pencarian rezeki mereka dari nol hingga bisa ramai seperti sekarang ini. *** Sumi dan Waluyo sudah menyiapkan dagangan mereka. Sebelum istirahat tiba, persiapan harus sudah selesai. Karena saat istirahat tiba, mereka selalu disibukkan dengan banyak pembeli. Mereka tak ingin saat ramai pembeli ada saja yang kurang dalam jualan mereka. Sembari menunggu pembeli. Sumi dan Waluyo biasa hanya duduk santai. “Pak, Ibu ini heran sama Ranti sekarang! Sejak dia kenal Beni keras kepalanya semakin menjadi. Bukan hanya keras kepala, tapi gengsinya juga semakin gak ketulungan!” Sumi memulai pembicaraan pada suaminya. “Ya mungkin Ranti belum siap Bu. Namanya jualan di pinggir jalan begini kan memang panas, kotor, bau asap. Ranti belum biasa. Terus sekarang dia dekat sama laki-laki, pasti ingin memberikan penampilan terbaik pada pacarnya itu.” Waluyo berusaha menjelaskan. “Halah Pak, yang namanya suka itu gak pandang penampilan! Kalau memang laki-laki itu benar suka, dia gak akan peduli penampilan Ranti. Yang penting hatinya!” Sumi beranggapan lain. “Itu kan menurut Ibu! Dulu sama sekarang beda Bu! Anak sekarang Bapak lihat lebih mengutamakan penampilan. Bapak gak masalah sama Ranti. Yang penting dia bisa jaga diri. Ranti juga berpenampilan masih wajar.” Waluyo berusaha memberi pengertian. “Tapi Ibu gak suka Pak, nek Ranti bersikap gengsi seperti itu! Kerja maunya jadi sekretaris. Suruh bantu orang tua jualan alasannya panas. Harusnya Ranti itu sadar diri! Ranti itu bukan anak orang kaya!” Sumi tetap berbeda pendapat. “Pokoknya sejak Ranti dekat sama si Beni itu, dia jadi berubah! Ibu ndak suka dengan sikap Ranti sekarang!” Sumi melanjutkan ucapannya. “Kok jadi Beni yang disalahkan? Justru Beni yang sudah menyelamatkan hidup anak kita! Kita yang hutang budi sama Beni. Ibu ndak boleh ngomong begitu tentang Beni!” Waluyo tidak suka dengan ucapan istrinya yang menjelekkan Beni. “Tapi kok, Ibu punya keyakinan kalau Beni itu aneh!” Sumi tetap yakin. “Aneh piye to Bu? Ibu ini gak usah mengada-ada to Bu!” Waluyo bingung dengan sikap istrinya. “Ya aneh saja! Masa iya seorang manajer kerjanya gak pasti. Istirahat seenaknya sendiri! Mana ada kerja begitu? Kecuali dia bosnya! Terus kalau ditanya, manajer di mana! Apa pernah dia jawab? Gak to? Ibu memang orang kampung, orang gak berpendidikan. Tapi kalau masalah pekerjaan begitu, Ibu sering dengar dari pembeli. Jadi Ibu sedikit tahu.” Sumi masih curiga dengan Beni. “Itu bukan urusan kita Bu! Yang penting Beni itu anak baik!” Waluyo tak ingin memperpanjang. “Ya jelas urusan kita to Pak! Sekarang Beni itu kan pacaran sama Ranti! Kalau Ranti dibohongi bagaimana?” Sumi terus mempertahankan pendapatnya. “Semoga saja kecurigaan Ibu tentang Beni itu salah Bu! Beni benar-benar orang baik! Kita berdoa yang baik saja buat anak kita! Gak usah curiga begitu!” Waluyo berusaha berpikir positif. “Ya semoga saja begitu Pak! Semoga kecurigaan Ibu gak salah!” Sumi berharap apa yang dia pikirkan tentang Beni salah. Sebagai ibu, Sumi tak ingin Ranti tersakiti. Ranti anak gadis satu-satunya. Kejadian Ranti dan Anton telah memberi pelajaran buat Sumi. Sumi tak mau Ranti kembali tersakiti dengan laki-laki yang baru dikenalnya. Dari awal Sumi sudah menjelaskan kalau Anton sudah memiliki kekasih. Ranti tetap berusaha keras dekat dengan Anton. Akibatnya Ranti benar tersakiti usai melihat Anton dengan kekasihnya. Kini Ranti kembali dekat dengan Beni. Laki-laki yang sudah menolong hidupnya dari preman nakal yang hampir mengambil kehormatannya. Beni memang sudah menyelamatkan hidup Ranti. Tapi bagi Sumi, sikap Beni terasa aneh. Ada yang ditutupi dari Beni. Ranti yang sudah jatuh hati pada Beni tak percaya dengan kecurigaan Sumi. Ucapan Sumi tak didengar Ranti. Perbedaan pendapat sering terjadi antara Sumi dan Ranti tentang Beni. Tapi Sumi tetap yakin, kalau Beni menyimpan sesuatu di luar sepengetahuan Ranti juga dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD