Princess kini mengerti apa yang dimaksud dengan ungkapan; roda pasti berputar. Ya, karena kini Princess tengah merasakannya. Kemarin, Princess selalu ditindas dan tak ada yang peduli akan hal itu. Semua orang hanya menempel padanya jika menginginkan sesuatu. Namun kini? Orang-orang berlomba untuk mengikuti Princess. Tentu saja, semua orang kini sudah tahu identitas asli dari Princess. Terjawab sudah, semua pertanyaan yang selama ini menggantung. Ya, pertanyaan mengapa Princess bisa dikelilingi oleh orang-orang terkenal dan mengapa dirinya bisa bersekolah serta mengenakan pakaian-pakaian mahal? Tentu saja karena dirinya adalah putri bungsu dari keluarga Dawson yang kaya raya serta berkuasa.
Saking berkuasanya nama keluarga Dawson, kakak-kakak kelas Princess yang sebelumnya membully Princess tak pernah muncul lagi. Mereka hilang bak ditelan bumi. Kabar burung mengatakan jika mereka semua pindah sekolah karena merasa takut dengan latar belakang yang Princess miliki. Mereka takut jika Princess akan membalas dendam pada mereka yang selama ini selalu membully dan melukai Princess dengan kata-kata dan juga gesekan fisik.
"Princess, ayo makan siang.” Tano muncul di ambang pintu, menolong Princess yang mulai tak nyaman saat teman-teman sekelasnya berebut untuk mengajaknya makan siang bersama. Padahal sebelumnya, Princess sama sekali tak memiliki teman makan siang, sebelum ia mengenal Arlan.
"Iya, tunggu Princess! Hehe, maaf semua, Princess makan siang sama Tano ya. Tano belom punya temen soalnya." Princess segera membawa tas kecil berisi bekalnya dan berlari menuju Tano yang juga membawa kotak bekal. Ya, Tano memang resmi menjadi siswa baru di sekolah yang sama dengan Princess. Hanya berbeda kelas saja. Kini keduanya melangkah menuju taman belakang, tempat di mana Princess selalu menghabiskan waktu makan siangnya.
"Kenapa di sini? Kenapa gak di kantin aja?" tanya Tano saat duduk di samping Princess. Keduanya duduk beralaskan rumput taman yang lembut.
"Hm, kenapa ya? Hehe soalnya Princess suka di sini!" seru Princess dengan suara ceria sembari mengeluarkan salah satu kotak bekal dari dalam tas kecilnya yang memang selalu ia bawa setiap hari.
Tano hanya memperhatikan Princess dengan saksama, apalagi saat kedua pipi berisi Princess terlihat bersemu cantik. Kini Tano tengah meraba-raba apa yang sebenarnya Princess pikirkan. Namun tak lama, Tano bertanya, "Oh iya, kamu udah buka kado dari Tano?" Tiba-tiba, Tano memang mengingat kado yang telah ia berikan pada Princess. Tano penasaran, apa Princess sudah membukanya? Dan apa pendapat Princess mengenai hadiah yang telah ia berikan tersebut? Apakah hadiah itu sesuai dengan selera Princess?
Princess mengangguk. Tentu saja dirinya sudah membuka kotak kado yang diberikan oleh Tano. Princess juga masih mengingat dengan jelas apa yang telah diberikan oleh sahabat dekatnya itu. "Udah dong. Princess suka. Makasih ya, Lo-lo juga suka. Huh Princess suka deh Tano ngasih Princess kado begitu, soalnya Papa sama Abang ABC gak pernah kasih kado biasa-biasa aja kayak kado Tano."
Tano yang memang tengah meminum air tersedak bukan main. Ia menoleh dan menatap wajah polos Princess. Awalnya, Tano kira Princess tengah memuji dirinya tetapi pada akhirnya, Princess lagi-lagi menistakan Tano tanpa sadar. Tano memutarkan bola matanya jengah. Princess tampaknya benar-benar belum berubah. Ya, selalu menjadikan dirinya sebagai sasaran dari penistaan yang menyakitkan. Namun tak apa, Tano sudah terbiasa dan rela jika yang menistakannya itu adalah Princess.
"Emang Papa sama Bang ABC suka kasih kado apa?" tanya Tano. Karena jujur saja, Tano sama sekali tidak pernah bertanya dan mengetahui kado yang diterima oleh Princess dari keluarganya itu. Sebenarnya, Tano sendiri tahu, jika pasti apa yang diberikan oleh keluarga Dawson adalah barang-barang yang mahal atau di luar nalar lainnya.
"Hm, macem-macem sih. Papa suka kasih sertifikat tanah, properti di berbagai negara. Kalo Kak Ai biasanya suka beliin Princess bintang atas nama Princess. Terus kalo Bang Beben, biasanya suka ngasih koleksi lukisan siapa itu Pa-Pablo apa? Princess lupa. Nah kalo Bang Cencen, biasanya suka beliin Princess pulau, berikut perairannya. Heran deh, kenapa mereka ngasih kado begituan. Kenapa enggak kayak Mama aja? Ngasih makanan kesukaan Princess, nah kan Princess bisa makan sepuasnya deh!" seru Princess.
Tano mengurut pangkal hidungnya. Princess memang aneh, ia lebih memilih mendapat kado makanan yang tak seberapa daripada semua kado pemberian Farrell dan kembar ABC. Berarti jika ditotal, semua kado yang dimiliki oleh Princess pasti sudah mencapai triliunan. Itu artinya, jika pun Princess ingin hidup bermalas-malasan, Princess tidak perlu khawatir. Keluarganya sudah memberikan hadiah yang bisa menjadi tabungan masa depan untuknya.
"Princess emang aneh," gumam Tano yang masih bisa dengan jelas terdengar oleh Princess. Dengan kesal, Princess mengulurkan tangannya dan menjambak rambut Tano.
Tano sendiri sudah biasa menebak perlakuan Princess ini. Dan ia tak perlu mengelak atau meringis karena rasa sakit di kulit kepalanya. Ia malah dengan sant
ai bertanya mengenai kejadian yang tadi ia lihat, "Tadi Princess kenapa? Kok dikerubungin sih? Tano aja liatnya pusing. Berasa liat laler ngerubungin sampah."
Princess mengerucutkan bibirnya. "Ih Tano! Kenapa ngeibaratin Princess kayak sampah? Kok Tano makin hari makin nyebelin sih? Kamu makan keju doang ya pas di Swiss? Mulut kamu beneran jadi ngeselin."
"Sekedar informasi Princess, produksi Swiss yang menjadi komiditi ekspor dan kualitasnya telah diakui dunia itu adalah cokelat bukan keju," ucap Tano berusaha meluruskan apa yang dikatakan oleh Princess tadi.
"Tapi orang bule suka keju. Jadi, pasti di Swiss juga banyak keju. Dan Tano pasti makan keju doang, jadi--"
"Permisi, wah sepertinya aku mengganggu."
Princess dan Tano menoleh saat mendengar suara yang mengalun merdu mengetuk indra pendengaran mereka. Saat itulah pipi Princess seketika memerah, dan ia melepaskan jambakannya pada rambut Tano. Berbeda reaksi dengan Princess, Tano kini tengah menghilangkan jejak-jejak konyol di kedua matanya, dan menatap tajam pada Arlan yang kini berdiri tak jauh dari mereka. Arlan sendiri tampak tidak peduli dengan tatapan tajam yang diberikan oleh sahabat dari Princess tersebut. Arlan masih memasang senyum khas miliknya.
"Hehe enggak kok Kak. Ayo Kak sini, aku kenalin sama temen Princess yang baru balik ke sini," ucap Princess begitu antusias.
Arlan melangkah mendekat, ia duduk di hadapan Princess dan Tano. "Kenalin, ini Tano Kak. Tano, ini Kak Arlan. Kakak kelas kita."
Arlan tersenyum dan mengulurkan tangannya pada Tano. Tano terdiam beberapa detik sebelum menyambut uluran tangan tersebut. Tapi itu hanya beberapa detik karena dirinya segera melepas jabatan tangan tersebut. Tano hanya diam dan menikmati bekal yang ia bawa. Mengamati Princess yang berkali-kali tersipu malu saat masakannya dipuji oleh Arlan. Entah mengapa, Tano tidak bisa menebak apa yang dipikirkan oleh Arlan. Senyum yang selalu ditebar oleh Arlan mengandung banyak arti, dan Tano tak menyukai hal itu. Intinya, Tano tak menyukai Arlan.
***
"Princess pulang!" Princess berteriak dengan riang sembari memeluk sebuah boneka berukuran lebih besar darinya. Boneka beruang putih yang begitu Princess sukai. Riri muncul dan menyambut putrinya yang baru pulang sekolah. Ia sempat terkejut saat melihat Princess datang dengan memeluk sebuah boneka berukuran besar, diikuti oleh para pelayan dan penjaga keamanan yang membawa berpuluh-puluh kotak kado berbagai macam ukuran.
Namun Riri langsung sadar jika itu semua adalah kado ulang tahun Princess. Hanya saja ini sangat aneh, biasanya Princess tak mendapatkan satu pun kado dari teman sekolahnya. Kecuali Tano tentunya, pemuda itu tak pernah absen memberikan kado untuk Princess tiap tahunnya, meskipun saat itu Tano masih berada di Swiss.
"Hehe, Mama!" seru Princess sembari merangsek memeluk ibunya. Dengan manja, Princess bergelayut pada tubuh Riri.
Riri menerima pelukan Princess sembari tersenyum lembut. Tentu saja Riri senang dengan tingkah manja yang ditunjukkan oleh putrinya ini. Tak lama, Princess mendongak dan berkata pada ibunya, "Ma, Princess lapar."
Riri tertawa mendengar ucapan putri bungsunya itu. "Mau makan sekarang? Atau tunggu Papa sama abang ABC pulang?" tanya Riri sembari menyisir rambut panjang Princess dengan jari-jarinya.
"Em, boleh makan duluan enggak? Princess udah lapar banget. Kalo nahan laper lagi, Princess bisa-bisa kurus loh Ma!" seru Princess seakan-akan apa yang dikatakannya adalah sesuatu yang benar kenyataannya. Riri dan para pelayan terkekeh mendengar perkataan Princess. Setelah memberikan instruksi kepada para pelayan, Riri membawa Princess ke ruang makan. Ia harus memberikan putrinya itu makan, sebelum Princess benar-benar mengurus.
Riri gemas bukan main saat Princess dengan hati-hati mendudukkan boneka beruang besar yang ia bawa di kursi. Dan saat Riri menanyakan siapa yang memberikan boneka tersebut, Princess hanya menjawab, "Dari orang spesial." Dengan kedua pipinya yang memerah.
Riri hanya mengulum senyum tanpa bertanya lebih jauh. Ia segera menyendokkan nasi dan lauk pauk untuk Princess. Putrinya itu makan dengan lahap. Berbeda dari beberapa hari yang lalu, di mana Princess seperti kehilangan nafsu makan. "Makasih makanannya Princess kenyang. Princess ke kamar dulu ya Ma? Mau mandi, ngerjain PR juga."
"Iya, sana kerjain PR nya."
Princess beranjak setelah mendapatkan kecupan sayang Riri di keningnya. Tak lupa Princess memboyong boneka beruang yang akan menjadi boneka kesayangannya itu.
***
Kertas kado berserakan di lantai kamar Princess. Ia kini tengah membuka satu persatu kado yang tadi ia terima dari teman serta gurunya. Princess tersenyum senang walaupun kado-kado tersebut tak seberapa harganya dibandingkan dengan barang-barang yang telah Princess miliki. Princess sengaja mengunci kamarnya karena tak mau mendapatkan gangguan dari kembar ABC yang sejak tadi ingin tahu siapa saja yang memberi kado pada Princess.
Princess melirik pada Lo-lo yang terlihat mendengkur dalam tidurnya. Dan memeluk boneka beruang putih milik Princess. Ia mendengus dan berkata, "Lo-lo, sebenernya Princess gak rela bagi-bagi. Tapi Lo-lo jadi pengecualian. Tidur yang ganteng, ya!"
Lalu Princess kembali membuka kotak kado berukuran kecil di tangannya. Masih ada satu tumpukan kado yang belum ia buka. Kening Princess mengerut saat melihat isi kotak tersebut. Ada sebuah botol kecil berisi pil-pil berwarna hijau muda. Princess membuka sebuah surat yang terdapat di bawahnya.
"Princess badan kamu kan seger banget, coba deh obat ini. Pasti kamu kurusan. Aku tau kamu lagi deket sama Kak Arlan, kan? Asal kamu tau, cowok pada suka sama cewek kurus. Good luck, ya. And happy birthday!"
Princess mengerutkan keningnya. Apa benar Arlan hanya menyukai wanita kurus? Lalu apa Princess harus menguruskan diri? Princess menggelengkan kepalanya. Ia meletakkan botol tersebut di atas meja di mana biasanya dia selalu melakukan siaran mukbangnya. Setelah satu jam lebih, akhirnya Princess menyelesaikan membuka semua kadonya. Ia berdiri dan membuka pintu kamar saat itu pula ketiga kakaknya otomatis jatuh karena ketiganya sedang menguping.
"Nah ketauan nguping! Jadi, Princess kasih hukuman buat Abang ABC. Abang Ai bawain buah potong yang kemaren udah Princess masukin kulkas. Bang Beben bawa Lo-lo ke kamarnya. Kalo Bang Cencen beresin itu ya!" Princess menunjuk pada tumpukan sampah kertas kado yang menumpuk. Aio dan Benny tampak prihatin, dan menepuk-nepuk pundak Cendric dengan kuat. Laku segera mengerjakan apa yang diminta Princess, karena jika tidak, Princess pasti tak mau berbicara dengan mereka untuk beberapa hari.
Dengan kesal Cendric membersihkan semua sampah tanpa bantuan pelayan, karena jika Princess tahu, Princess akan menambah pekerjaan dirinya. Ia tak sadar jika Princess kini malah pergi ke kamar kedua orangtua mereka.
Brak!
"Siapa yang kurang ajar--" teriakan marah Farrell tertahan saat melihat Princess masuk dengan riang ke dalam kamarnya. Sepertinya putrinya tak menyadari jika kedua orangtuanya tengah posisi yang intim. Wajar, karena sebenarnya Farrell tengah meminta jatah malamnya. Dan ia lupa, jika ia belum memastikan apa Princess sudah tidur, atau belum.
"Ini Princess Papa! Papa kenapa nindih Mama begitu? Papa gak sadar diri banget sih. Papa itu gendut, gede, jelek, nindih Mama yang kecil, imut, cantik kayak Princess. Nanti kalo Mama kenapa-napa gimana? Papa mau tanggung jawab?" Princess melotot dan bertolak pinggang.
Riri terkekeh dan mendorong Farrell. Ia mengisyaratkan Princess agar mendekat, Princess mendekat dengan wajah ketusnya. Hal itu membuat Farrell gemas, karena tingkah putrinya. Namujn Princess menepis tangan Farrell yang akan memeluknya. "Endak boleh peluk-peluk. Kata Bang Cencen, jadi cewek harus jual mahal. Emang Papa mau bayar berapa?"
Farrell sangat ingin mencubit bibir Princess. Dan ingin menampar bibir Cendric yang berani-beraninya mengajarkan hal ini pada putri polosnya. Namun Farrell segera menetralkan ekspresi wajahnya dan menepis keinginannya itu.
"Princess kenapa belum tidur?" tanya Riri.
"Princess mau liat, Mama udah nyalain obat nyamuk apa belum. Soalnya sekarang lagi zamannya DBD, terus kemarin Princess leher sama pundak Mama merah-merah. Pasti digigit nyamuk. Takutnya hari ini Mama digigit nyamuk lagi."
Riri menangkup wajahnya sendiri, sedangkan Farrell terbatuk-batuk canggung. "Tenang, Papa yang bakalan ngusir nyamuknya. Sekarang Princess tidur aja ya. Biar Papa bisa ngelonin Mama."
"Oh gitu, ya udah. Princess tidur dulu ya Pa. Selamat tidur Papa. Selamat tidur Mama." Princess mencium pipi kedua orangtuanya.
“Mimpi indah, Ma, Pa!” seru Princess.
“Mimpi indah untukmu juga, Sayang,” balas Riri dan Farrell bersamaan. Usai mendapatkan kecupan dan ucapan selamat tidur dari kedua orang tuanya, Princess sama sekali tidak berlama-lama untuk kembali ke kamarnya yang telah bersih. Sebuah nampan besar berisi potongan bermacam-macam buah yang dilapisi cokelat, ditaburi kacang almond cincang lalu dibekukan, telah tersaji di atas meja di mana Princess melakukan siaran mukbang.
"Wih, kayaknya enak deh. Sekarang Abang ABC pergi gih!! Princess mau makan. Oh iya, jangan nonton siaran mukbang Princess ya. Kalo nonton, liat aja, Princess ngambek. Gak mau ngomong sama Abang ABC lagi!" seru Princess tak main-main. Kembar ABC mengerti dengan maksud Princess, tentu saja mengkerut takut dengan ancaman adik cantiknya itu. Mereka hanya mengangguk dan mencium kening Princess bergantian sebelum ke luar dari kamar Princess.
"Ingat jangan terlalu malam melakukan siarannya." Aio memberikan pesan, sebelum melangkah mengikuti kedua adiknya yang telah lebih dahulu ke laur kamar Princess. Kembar ABC memang memiliki pekerjaan yang harus dikerjakan dan tak bisa menemani atau bahkan menonton siaran mukbang Princess.
Setelah kembar ABC ke luar. Princess bersiap-siap untuk memulai siaran mukbang. Siarannya berlangsung lancar. Tak ada lagi komentar-komentar pedas dan bullying yang ia terima. Semua orang tampaknya sudah tidak lagi memiliki keberanian untuk kembali memberikan hujatan atau celaan pada Princess yang memiliki latar belakang yang kuat. Tentu saja mereka tidak mau menyinggung perasaan Princess yang kemungkinan besar akan membuahkan masalah yang memberatkan mereka.
Kini, semua orang berbondong-bondong untuk memberikan pujian pada Princess. Bahkan kini, kolom komentar pada siaran langsung acara mukbang Princess hanya sepenuhnya dipenuhi oleh pujian. Karena ketika melangsungkan siaran langsung tersebut, Princess hanya fokus makan, Princess sama sekali tidak mengetahui komentar-komentar yang dialamatkan pada dirinya. Namun, begitu selesai siaran, Princess membaca komentar-komentar tersebut.
"Wah, ternyata adiknya kembar ABC, ya?"
"Cantik!"
"Hehe, iya cantik, tapi kok badannya subur, ya?"
"Beda sama kembar ABC dan Farrell, semua tinggi dan proporsional. Riri juga imut-imut. Kok kamu seger sendiri?"
"Kamu pacarnya Kak Arlan?!"
"Heran gue, Kak Arlan seleranya begini ya?"
"Hei Princess, Kak Arlan sukanya cewe kurus tau!"
"Princess kurusin dong badannya biar makin cantik."
"Kalo kurus, pasti kamu bisa jadi pacarnya Arlan!"
Entah mengapa saat membaca komentar orang-orang yang membandingkan tubuhnya dengan anggota keluarganya yang lain. Perut Princess terasa bergejolak. Dan Princess segera berlari menuju kamar mandi. Princess memuntahkan semua makanan yang mengisi perutnya. Setelah menyelesaikan hajatnya, Princess kembali duduk di depan komputer dan membaca semua komentar di bawah postingan terakhir Princess. Dan kebanyakan menyarankan Princess untuk menguruskan badan.
Princess melirik beberapa botol obat yang tadi menjadi kado ulang tahunnya. Setelah merenung, Princess mengangguk dan memutuskan sesuatu yang sebenarnya bisa membahayakan untuk dirinya sendiri. Tangan Princess terulur dan membuka salah satu botol dan mengeluarkan beberapa butir obat, dan menelannya langsung.
Princess tampaknya tak sadar jika semua kegiatannya sejak tadi tengah diawasi oleh sosok bermata tajam yang berdiri di sudut ruangan. Ia memgatupkan rahangnya tak senang saat Princess memutuskan sesuatu yang bisa saja membahayakan nyawanya sendiri. Tapi sosok itu tak bisa melakukan sesuatu yang gegabah, karena itu semua bisa mengacaukan masa depan. Sosok itu hanya bisa berharap jika kedepannya Princess bisa berpikir lebih jernih. Dan jangan sampai Princess mendapatkan masalah yang membahayakan nyawanya.