Gerry menjemputku di kantor, ini hari Jumat dan gerimis. Macet menjadi harga mati dari kombinasi dua hal itu.
Aku menutup payung dan meletakkan di kursi belakang. Gerry mengeluh macet yang tak kunjung terselesaikan di Jakarta sejak dahulu kala.
Kulirik ponsel, ada harapan kecil dalam hati tentang Bima yang belum terdengar kabarnya untuk menghubungiku. Sudah 2 hari, aku tidak juga mendapatkan notifikasi ponsel atas namanya. Gelisah, menjadi temanku sejak kemarin lusa.
Ini salah, tidak seharusnya aku memikirkan dia. Tapi tetap saja benakku melayang membayangkan wajahnya. Dimana dia saat ini? Mungkin masih di Bandung atau sudah kembali ke Jakarta. Aku tidak tahu. Gerry mengajak ngobrol tentang piknik yang sempat dibahas Bima kemarin.
"Anak-anak ngajak piknik, Al. Gimana, mau ikut?" Gerry membuka percakapan.
"Kemana dulu? Kalau jauh enggak ah, senin aku ada janji meeting sama klien." Sahutku, sambil memasukkan ponsel ke dalam tas.
"Paling Bandung, Al. Enggak jauh, aku juga Senin masuk kerja. Minggu pulang, dua hari aja."
"Lembang? Atau mana?" Tanyaku lagi.
"Boleh tuh Lembang, ke Cikole seru kayaknya. Kamu chat di grup deh dari hape aku tuh." Gerry menunjuk ponselnya di atas dashboard dengan dagu.
Aku ambil ponsel Gerry dan membuka aplikasi favorit, w******p. Benar saja nama grup mereka Pecahan Meteor. Aku tertawa.
"Si Buntel tuh kerjaannya, ngefans berat dia sama si Bima." Gerry menjelaskan.
"Buntel siapa?" Tanyaku
"Rizky, dia kan kayak ikan buntal."
"Hahahah." Aku buka chat grupnya. "Ngefans sama Bima? Kok bisa?" Tanyaku, ada kepo di balik gaya sok tak acuh.
"Hahaha, lihat saja Bima. Semua orang suka, dia nice orangnya. Serba bisa juga, kreatif." Aku ber-ooh ria pura-pura cuek, padahal mikir. Banyak yang menyukainya. Dia memang terlihat menyenangkan sebagai teman dan hangat sebagai pria.
Aku membuka grup chat "Pecahan Meteor"
Pratiwi Ambarisma : Kemana kita jadinya gaesss? Boger donator akbar kan ya Ger?
Ninda Restiana : Green canyon cakep tuh.
Rizky Cebol : Kota tua aja gaes. Deket!
Pratiwi Ambarisma : Eh elo gilingan sih Kibol, elo aja sama keluarga lo yg metal piknik di kotu
Ninda Restiana : Hahahaha itu keluarga si cebol yang metal?
Rizky Cebol : Keluarga kita, Ninda
Nerdy Ito : Tikung Kiiii , mumpung si kepingan asteroid masih hiatus. Wakakakakak.
Galih Sadewo : Wkwkwkwkwk. Bima nongol, dijadiin arca lu, Bol.
Aku baca lagi chat Ito..
" Tikung Kiiii , mumpung si kepingan asteroid masih hiatus. Wakakakakak.."
Beneran Ninda pacaran sama Bima, ada perasaan tidak rela yang kurang ajar menghujam dadaku.
Nerdy Ito : Jadi dimana nih? Bandung aja apa yak?
Me : Lembang gimana? Hehe
Rizky Cebol : Ketawa lu sok imut benget Bogerrrrrrrrr
Me : Ini Allea hehe, Gerry-nya lagi nyetir :D
Ninda Restiana : Hai Allea.. Salam kenal! Kemarin aku datang, kamu nya pulang :(
Galih Sadewo : Oh Allea, pantesan auranya cantik banget
Me : Hehe, salam kenal juga Ninda :) iya mesti pulang. Takut kemaleman. Galih, keliatan darimana emang?
Rizky Cebol : Oh Allea, masa depanku yg tertukar :(
Galih Sadewo : Kelihatan Al, beda orang beda aura ketikannya
Nerdy Ito : Ngegembel aje lu Gal..
Pratiwi Ambarisma : Hai Allea.. Lam kenal :) . Eh cebol, nikung mulu lo bol.. Cepetan cari pacar sanaaaaaa. Ini juga si Galih.. duuhh kalian, gak bisa lihat Gerry kembali ke kodratnya apa yaaa..
Me : Haiii Tiwi , lam kenal jg ya.. Hehehehe
Ninda Restiana : Boleh tuh Lembang, deket. Gimana Gaess?
Rizky Cebol : Deket dari aa bim bim ya Nin?
Galih Sadewo : ecieeeee Ninda...uhuyy
Ninda Restiana : Berisik ya kalian
Cukup mendapatkan informasi mengenai hubungan Bima dan Ninda, aku menutup aplikasi chat itu dan kembali meletakannya di tempat semula.
"Sudah ketemu tempatnya? Mereka mau?" tanya Gerry, kami sudah hampir tiba di Senayan City. Gerry mengajakku nonton.
"Aku sudah usul sih, Ninda kayaknya juga mau." Jawabku.
"Yaa mau aja dia, senang malah. Bima masih di Bandung kan. Tapi lagi gak bisa di-contact tuh anak."
"Kenapa gitu? Lagi ada masalah mungkin dia?" Kepo detected Allea.
"Enggak tahu, tapi dia tahu kok, kita mau piknik." Mobil kami memasuki Senayan City. Aku ingin segera keluar dari topik tentang Bima.
"Mau nonton apa Ger?" Aku segera mengalihkan pembicaraan
"Action, thriller.. Whatever. Aku gak update film, bebas deh. Terserah kamu saja."
"Oke."
Chat teman-teman Gerry di grup tadi masih mengganggu pikiranku. Kalau Bima masih pacaran dengan Ninda, kenapa kemarin sikapnya seperti menggodaku, mengundang. Jelas sekali kata-katanya kemarin.
"...jangan buat aku nekat.."
Masih terngiang-ngiang di telinga suaranya saat berbicara denganku kemarin lusa.
Dan pesan text setelahnya.
"Maaf Al, baru saja aku merindukanmu.."
Gerry membuka pintu mobil, kuusir pikiran tentang Bima. Di sini ada Gerry, yang akan segera melamar dan menikah denganku. Aku tidak mau mengkhianati hubungan baik kami, tidak akan. Gerry menggandeng tanganku memasuki mall, aku sengaja ingin memandangnya sebentar. Gerry tersenyum, dan memiringkan kepalanya melihatku.
"Kenapa sayang? Takjub ya digandeng orang ganteng?" Aku menjulingkan mata, hal yang biasa kulakukan sejak SD jika bertengkar dengannya. "Iih ga berubah kamu, Al!" Serunya sambil mencubit hidungku gemas.
"Teman-teman kamu kok enggak pernah lihat kamu pacaran? Sengaja kamu sembunyikan atau memang enggak pernah pacaran dari dulu?" Aku teringat ingin menanyakan hal ini.
"Sengaja backstreet hehehe, nanti mereka minder kalau aku bawa pacarku waktu kuliah dulu. Bima tahu kok."
Kenapa namanya muncul lagi di topik ini?
Gerry pun bercerita, tentang masa kuliahnya. Dan hubungan dia yang lebih dekat dengan Bima, lebih mempercayakan Bima untuk menjadi tempat ceritanya. Soal pacar saja, hanya Bima yang tahu. Tapi kemarin Bima bicara tentang aku menaklukan Gerry, pasti dia bercanda. Tentulah dia tahu mantan-mantan Gerry seperti apa. Aku tanya saja ke Gerry.
"Mungkin maksud dia, kamu cewek pertama yang bukan model yang pacaran sama aku hehe."
Apakah sebelum ini Gerry hanya mengencani para model?
Gerry memang terjun ke dunia entertaint saat kuliah, aku tahu dari tante Dini kalau ini. Itupun diajak salah satu mantannya, Gerry bilang. Tidak se-profesional model lain, Gerry memilih fokus berkarir di luar entertaint dan meninggalkan dunia modelling. Sedikit banyak teman-temannya memang di kalangan model, wajar saja jika dirinya sempat pacaran dengan beberapa dari mereka.
Kami nonton film horor akhirnya dan perlahan Bima pun memudar dari pikiranku. Kugenggam tangan Gerry, memantapkan diri untuk tetap bertahan pada pilihanku.
***
Gerry menelpon lepas subuh tadi. Mengabarkan bahwa mereka jadi pergi ke Lembang dan mengajakku serta. Dia memintaku bersiap-siap. Kami akan berangkat jam 9. Aku pun segera mandi dan mempersiapkan perlengkapan untuk di sana.
Aku izin pada ayah dan ibu, kujelaskan pada mereka kenapa mendadak. Dan meyakinkan bahwa ada juga teman perempuan yang ikut menginap juga berjanji untuk tetap menjaga diri. Aku rasa, ayah dan ibu tidak sepercaya itu melepas anaknya menginap dengan Gerry. Ibu bilang, karena Gerry sempat lama di Amerika, ibu khawatir pergaulannya terbawa dari sana. Aku menenangkan ibu.
Jam setengah sembilan Gerry sudah datang menjemputku. Aku sudah siap, sambil mengingat-ingat semua barang yang kubawa. Setelah yakin tak ada yang tertinggal, aku pun pamit pada Ayah dan Ibu. Gerry bilang kami akan menjemput Galih dan Tiwi dulu di Selepas Senja, mereka akan ikut dengan kami, sedangkan Ninda dan Ito ikut mobil Rizky.
Mereka sudah berkumpul di Selepas Senja, ada 3 perempuan disana. Karena belum pernah bertemu dengan Tiwi dan Ninda, aku belum tahu yang mana mereka. Aku menyalami mereka semua. Perempuan pertama yang berkenalan denganku, Dhea, pacarnya Galih. Lalu Tiwi memelukku dan bercipika – cipiki. Nah, ini Ninda yang terakhir. Ninda mengenakan blouse sifon berwarna krem, dengan celana jeans skinny. Hidungnya bangir, dengan sepasang mata yang besar dan bulu mata yang lentik lengkap dengan make up. Rambutnya sebahu, dibiarkan tergerai. Parfumnya, kutebak Anna Sui. Ninda berdiri dan bercipika – cipiki juga denganku.
"Ini yang berhasil naklukin Gerry. Cantik Ger! Haiii Allea, aku Ninda." Ninda tersenyum sambil menyambut uluran tanganku.
"Makasi yang lebih cantik." Aku balas tersenyum, dia cantik sekali.
Ini pacarnya Bima? Oke aku mengerti sekarang, Bima hanya menggodaku. Ninda cantik begini yaa Allah, mana mungkin Bima berani melepasnya.
Tiwi menolak ikut mobil Gerry, karena ada Galih dan pacarnya. "Nanti gue jadi obat nyamuk dong, mereka pasangan semua. Huhuhu." Keluhnya.
Jadilah dia ikut dengan Rizky. Mobil kami pun bergerak meninggalkan Jakarta. Aku duduk bersama Dhea di belakang, seru juga ngobrol dengannya. Dhea bekerja di Bank, kami pun bertukar informasi seputar dunia Perbankan dan Periklanan.
Gerry dan Galih membicarakan tentang Bima. Aku bisa menangkap sedikit pembicaraan mereka, walaupun tidak menyebut namanya. Galih mengatakan sesuatu tentang rumah, yang sedang diurus oleh Bima. Perlahan pembicaraan mereka berubah ke jaman kuliah, bola dan politik. Bima tak lagi menggema namanya, aku pun asyik ber haha hihi dengan Dhea.
Kami sampai di Villa, yang menurut informasi dari Galih adalah milik kenalan Ninda. Villa-nya bagus dan ada kolam air hangat juga. Dinginnya Lembang memelukku seketika, aku merapatkan jaket. Para pria menurunkan tas dan barang lainnya. Ninda masuk lebih dulu dan menyalami seorang bapak – bapak yang aku tebak adalah bapak penjaga Villa. Aku membantu Gerry membawa barang yang ringan.
Terdapat 4 kamar tidur, 2 kamar mandi di luar dan 1 kamar mandi di dalam kamar utama, kamar yang paling besar di antara yang lainnya. Aku mendapatkan kamar yang sama dengan Dhea, di kamar kedua. Bersebrangan dengan kamar utama, yang ditempati Ninda dan Tiwi. Di tengah ruangan, ada tv layar datar terpasang. Dan 1 set sofa duduk untuk bersantai.
Rizky dan Ito merebahkan diri di sofa. Gerry mengantar tasku ke kamar. Galih mengikuti di belakang. Kasurnya ukuran no 1, ditutupi seprai berwarna kuning gading. Di ujung kasurnya, terlipat rapi bedcover berwarna putih dengan motif bunga berwarna ungu. Aku merebahkan tubuh di atas kasur, diikuti Dhea yang juga berbaring miring di sampingku.
"Mau buat acara apa aja, Yang, rencananya?" Dhea bertanya pada Galih, aku juga ingin tahu.
"Api unggun, sama bakar ayam, jagung, pohon, rumah, de el el." Jawab Galih sekenanya, Dhea melayangkan tatapan maut yang membuat Galih meralat omongannya. "Cuma api unggun dan barbeque palingan, Yang."
"Bawa gitar enggak, Gal?" Kali ini aku yang bertanya.
Api unggun dan akustik harmonisasi yang ciamik untuk malam dingin di atas Lembang ini.
"Yah kan lupa, kalau ada Bima dia sih yang bawa biasanya." Lagi-lagi namanya yang muncul. "Sudah bisa ditelepon belum sih tu Onta Jerman?" Galih bertanya ke Gerry.
"Belum, yah sepi enggak ada dia." Jawab Gerry.
Mungkin Bima benar-benar jadi pusat semesta dalam lingkup kecil ini. Segala sesuatu mesti berhubungan dengannya.
Aku memandang ke jendela kamar, melihat deretan pinus yang tampak kecil dari sini. Dan memejamkan mata, mengingat kata-kata Bima malam itu.
"Senyummu, kemarin minggu."