Bab 14. Kemunculan Yang Tiba-tiba

1115 Words
Sejak saat itu baik Maura atau pun Dewa tidak pernah lagi bertemu. Empat bulan berlalu, kondisi Maura kini sudah semakin membaik. Sejam kehadiran Albert-putra tunggalnya, Maura kini berubah menjadi sosok yang sangat dewasa. Bahkan dengan telaten dan sabar ia merawat bayi tampan itu seorang diri. Hingga suatu pagi, Damar dan Linda menemui sang putri di halaman depan rumah mereka. “Maura, apa kamu nggak mau melanjutkan kembali kuliah mu yang sempat tertunda.” Damar dan Linda kini sudah duduk di hadapan Maura. “Iya, Nak. Siapa tahu dengan begitu kamu bisa mengejar kembali cita-citamu dan melupakan masalahmu selama ini.” Linda memegang tangan Maura dengan erat. Sebagai seorang Ibu hatinya terasa begitu sakit melihat nasib putri semata wayangnya saat ini. Dimana seharusnya Maura yang baru saja melahirkan ditemani seorang suami. Kini justru harus berjuang seorang diri dalam merawat bayinya. “Sebenarnya aku juga ingin melanjutkan lagi pendidikanku, tapi —” Maura langsung memandang Albert yang sedang tidur di kereta dorongnya. Ia langsung menghentikan ucapannya. Maura seolah teringat pesan terakhir Dewa yang memintanya untuk menjadi Ibu yang baik bagi Albert. “Kamu nggak perlu khawatir tentang Albert, biar Mama dan Papa yang menjaganya. Kami juga akan menyiapkan semua keperluan mu untuk mendaftarkan di Universitas yang ada di luar negeri.” “Papamu benar, kami bisa menjaga Albert selama kamu ada di luar. Negeri,” tambah Linda yang begitu sangat berharap Maura menerima tawarannya. “Apa boleh aku berpikir sebentar tentang masalah ini.” “Tentu, kamu boleh memikirkan terlebih dahulu. Papa harap kamu bisa memutuskan yang terbaik untukmu.” Damar tersenyum ke arah Maura. Setelah beberapa saat berbincang-bincang dengan orang tuanya. Maura segera membawa Albert masuk ke dalam kamar. Sementara itu Damar dan Linda yang masih duduk di kursinya terus memperhatikan Maura dari kejauhan. “Pa. Sepertinya Maura masih mencintai Dewa, aku rasa dia berat untuk meninggalkan Indonesia.” Tebak Linda sambil terus memperhatikan sang putri yang sudah masuk ke dalam rumah. “Kamu benar. Ma, tapi biarkan saja dulu dia berpikir. Kita tunggu saja apa yang akan menjadi keputusannya nanti.” Beberapa saat kemudian Maura sudah berada di dalam kamarnya. Dengan perlahan ia langsung menggendong Albert yang masih terlelap dalam tidurnya. Rasanya berat jika ia harus meninggalkan Albert di usia sekarang, terlebih ia masih sangat membutuhkan asi. “Apa mungkin aku bisa meninggalkan Albert di sini untuk waktu yang lama.” Ia terus memandang wajah tampan Albert yang sudah berada di dalam gendongannya. “Seandainya saja aku nggak terburu-buru dalam mengambil keputusan, pasti saat ini aku dan Mas Dewa masih bersama.” Maura menyadari penyesalannya saat ini sangat tidak berarti. Seharusnya dari dulu ia mengungkapkan isi hatinya pada Dewa. Bukan malah meminta pria itu meninggalkannya. Tidak ada yang tahu tentang kabar Dewa saat ini. Entah kini ia sudah menjalin hubungan dengan wanita lain, atau masih sendiri dan mencoba untuk kembali padanya. “Apa mungkin aku harus menemui Mas Dewa dan minta maaf padanya.” “Enggak! Aku nggak mau, iya kalau Mas Dewa masih sendiri. Bagaimana jika dia sudah memiliki kekasih, tapi … aku ‘kan masih istri sahnya, jadi aku masih berhak atas Mas Dewa.” Maura benar-benar dibuat bingung dengan pikirannya sendiri. *** Satu bulan berlalu sejak tawaran Damar dan Linda saat itu. Dan selama itu pula Maura belum juga memberikan keputusan pada kedua orang tuanya. “Maura. Sampai kapan kamu mau berpikir terus?” tanya Damar saat mereka sudah berkumpul di meja makan. Sambil mengambil nasi yang ada di hadapannya. “Aku juga nggak tahu, Pa.” “Maura, apa kamu mencintai Dewa? Apa itu yang membuatmu belum memberikan jawaban pada kami.” Tebak Linda sambil memandang wajah Maura. Wajah Maura seketika berubah, ia hanya menunduk sambil menikmati makanan yang ada di piringnya. Maura seolah tidak peduli dengan apapun pemikiran orang tuanya saat ini. Yang pasti, baginya saat ini adalah tetap diam dan tenang. “Maura, kamu dengar pertanyaan Mama ‘kan.” “Iya, aku dengar,” jawabnya singkat sambil mengunyah makanan yang sudah ada di dalam mulutnya. “Lalu kenapa kamu nggak menjawab pertanyaan Mama? Apa itu berarti kamu memang mencintai Dewa.” Linda kembali menebak pikiran sang putri. Maura yang merasa risih dengan pertanyaan Linda, segera meletakkan sendok yang ada di tangannya. Ia juga langsung berdiri dari tempat duduknya. “Apa yang harus aku jawab sekarang, Ma. Apa aku harus bilang kalau aku mencintainya, apa dengan begitu dia akan kembali padaku? Enggak ‘kan, Ma. Apapun jawabanku itu enggak akan pernah membuat Dewa kembali padaku.” “Mama tahu, tapi paling enggak kamu bisa —” Linda langsung menghentikan ucapannya saat tangan Damar menyentuhnya. “Maura, sebaiknya cepat habiskan makananmu. Setelah itu kamu bisa segera kembali ke kamar,” perintah Damar kepada Maura yang masih berdiri di hadapannya. “Enggak perlu! Aku udah kenyang.” Ia segera meninggalkan meja makan, dan langsung menuju ke kamarnya. “Papa lihat, gimana sikapnya pada kita sekarang. Ini karena Papa selalu bersikap sabar padanya,” omel Linda sesaat setelah Maura meninggalkan meja makan. Wanita itu begitu kecewa dengan perubahan sikap Maura. “Ma. Papa bukannya selalu bersikap sabar padanya, hanya saja saat ini kita harus bisa lebih mengerti perasaannya. Kamu tahu sendiri ‘kan apa yang baru saja dia hadapi.” Damar mencoba memberi pengertian pada istrinya. “Tapi nggak gitu juga, Pa. Kita itu terlalu sabar menghadapinya, Mama khawatir itu akan membuat Maura semakin kurang ajar.” “Sudahlah, Ma. Kamu tenang saja, itu enggak akan terjadi. Sekarang Papa tahu apa yang akan aku lakukan setelah ini.” Damar tersenyum ke arah Linda yang masih terlihat kesal. “Terserah kamu saja, aku udah capek menghadapi sifat Maura sekarang.” *** Suatu malam, Linda dan Damar sedang menikmati sebuah acara televisi di ruang keluarga. Hingga tiba-tiba sebuah suara ketukan pintu terdengar. “Siapa itu, tumben malam-malam begini ada tamu.” Linda terlihat penasaran dengan tamu yang datang ke rumahnya. “Permisi, Bu. Ada Tuan Dewa di luar,” ucap Surti sambil membungkukkan badannya. “Dewa. Mau apa dia datang ke sini malam-malam.” Linda langsung menoleh ke arah Damar yang duduk di sampingnya. “Ya udah kita temui saja dia di depan, siapa tahu dia butuh bantuan kita.” Pria itu langsung menggandeng tangan sang istri. Dewa yang tidak sabar menunggu kedatangan Damar dan Linda langsung masuk ke dalam rumah. Dan segera berjalan ke arah kamar Maura. “Dewa, ada apa kamu ke sini malam-malam?” tanya Linda yang sudah berpapasan dengan Dewa. Namun, pria itu seolah tidak memperdulikan perkataan Linda. Ia terus berjalan menuju kamar Maura dengan terburu-buru. “Dewa! Kamu nggak bisa –” “Sudah, Ma. Biarkan saja, mereka masih suami istri yang sah. Jadi biarkan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri.” Damar langsung menarik tangan Linda yang akan menghampiri Dewa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD