Kara memeluk gulingnya erat dan membalikan posisi badannya menjadi berbaring miring menatap jam weker di atas nakas yang sudah menujukan jam sepuluh malam. Hampir satu jam hanya berguling ke kanan dan ke kiri namun tak kunjung menutup mata nya. Itu membuat Kara resah sendiri.
Sebenarnya tadi Kara sudah terjun kedalam mimpinya. Tapi karna derasnya hujan dan bisingnya gemuruh petir, membuat Kara terbangun dan terus terjaga hingga sekarang. Kara merasa suasananya begitu horor untuknya. Terlebih lagi di dalam kamar seluas itu hanya ada dirinya seorang. Setiap sudut kamarnya terasa begitu menyeramkan bagi Kara yang memiliki sikap parnoan.
Dengan rambut yang sedikit berantakan, Kara segera bangun dari posisi tidurnya dan menggaruk pelan leher belakangnya, merinding. Ketakutan yang awalnya di tingkat rendah, kian bertambah. Ketika lampu kamar Kara mendadak mati dan hidup secara bergantian, seperti dalam film horor.
Kara segera menarik selimutnya hingga menutupi seluruh badannya dan memejamkan mata nya erat. Tapi itu semua tak bertahan lama, karna beberapa saat kemudian. Kara langsung meloncat turun dari tempat tidurnya dan berlari keluar kamar dengan memeluk gulingnya.
Kemana lagi Kara akan pergi, jika bukan ke kamar Samuel. "Arga." Panggil Kara di depan pintu kamar Samuel. Kara terus mengetuk pintu kamar Samuel dan beberapa kali memanggil namanya, namun tak ada respon dari dalam. Bahkan pintu kamar Samuel terkunci.
Kara menyandarkan punggungnya ke dinding dan melipat kedua lututnya lalu menenggelamkan kepalanya di sana.
Takut.
Itu yang di rasakan Kara saat ini, berada dalam kegelapan adalah salah satu hal yang sangat dibenci Kara. Terlebih lagi dengan situasi yang seperti ini. Dalam pikiran Kara, pasti semua hantu sedang menertawakannya saat ini. Dengan keadaan lampu yang masih menyala saja, Kara sudah ketakutan. Apalagi jika mati lampu, Kara pasti sudah menangis histeris.
Dulu saat Kara merasa ketakutan pasti akan pergi ke kamar orang tua nya dan memeluk Bunda nya hingga tertidur pulas, berbanding terbalik dengan dirinya saat ini. Kara harus bagaimana?
"Kenapa disini?" Tanya suara berat dan serak milik Samuel ketika menjumpai Kara yang terduduk di lantai, saat membuka pintu kamarnya. Kara mengelap sudut matanya dan segera berdiri. "Aku takut. Malam ini, aku boleh tidur di kamar kamu dulu gak?" Tanya Kara sangat pelan, tanpa berani menatap mata Samuel.
Samuel menatap sejenak Kara dan menghela nafasnya. "Masuk." Kara masuk ke dalam kamar Samuel, lalu menaruh guling yang di pegangnya ke sofa panjang yang berada di kamar Samuel.
"Mau ngapain?" Tanya Samuel pada Kara yang hendak membaringkan badannya ke sofa.
"Tidur."
Samuel lagi-lagi menghela nafasnya pelan. "Gue gak setega itu, ngebiarin lo tidur di sofa. Pindah." Perintah Samuel.
Kara menatap jemari tangannya kemudian membeo pelan. "Tapi aku juga gak tega kalo liat kamu tidur di sofa." Beo nya.
"Kata siapa gue tidur disofa?"
"Terus kamu tidur dimana?"
Gemas dengan Kara, Samuel menyentil pelan kening sang istri. "Kasur gue gede, masih muat buat dua orang." Ujar Samuel kemudian membaringkan badanya ke kasur.
"Tidur. Kalo gak mau gue usir dari kamar gue."
Kara mengedipkan mata nya beberapa kali. Menatap kasur yang sudah di isi oleh Samuel, lalu memeluk gulingnya dan mulai merangkak naik ke atas kasur sebelah Samuel. Merasa jaraknya masih terlalu dekat dengan Samuel. Kara kembali menggeser badannya ke ujung kasur hingga memperluas jarak diantara mereka.
Samuel yang sudah terpejam, kembali membuka matanya saat merasa kasurnya terus bergerak-gerak dan membuatnya tak nyaman. "Jatoh gue gak tanggung jawab." Gumam Samuel. Melihat Kara yang tidur di ujung kasurnya, padahal kasurnya masih sangat luas untuk mereka berdua.
Kara menoleh menatap Samuel dan berdeham pelan sebelum menggeser sedikit badannya agak mendekat pada Samuel. "Eh. K-kamu mau ngapain?!" Kaget Kara dengan tangan yang berada di d**a bidang Samuel, menahan. Ketika pinggangnya di tarik oleh Samuel agar tidak tidur terlalu pinggir.
Samuel menundukan sedikit kepalanya menatap Kara yang terlihat panik. "Gue gak bakalan ngapa-ngapain, lo. Tenang aja." Ucap Samuel. Lalu melepaskan tangannya dari pinggang ramping Kara dan kembali memejamkan matanya.
Kara gugup. Jika kara memiringkan badannya ke kiri pasti wajahnya akan bertabrakan dengan d**a Samuel. Tapi jika Kara terus tidur terlentang, itu bukan posisi nyamannya dan pasti akan pegal. Kalo sudah begini Mau tak mau, Kara membalikan badan menghadap ke kanan yang berdapan dengan jendela kamar Samuel yang terlihat lebih menyeramkan apalagi saat angin meniup kencang gordengnya.
Kara menelan ludahnya yang terasa kelu. Pilihan yang sedikit lebih baik adalah tidur menghadap ke sebelah kiri. d**a bidang Samuel. Perlahan Kara membalikan badannya dan menahan nafasnya saat aroma yang kentara seperti wangi pohon finus menyeruak masuk ke indra penciumannya.
Wanginya sangat menenangkan. Kara merasa detak jantungnya mulai menggila di dalam sana. Sungguh memalukan jika sampai terdengar oleh Samuel.
"Gue gak bisa tidur kalo lo terus gerak." Ucap Samuel terdengar kesal.
"M-maaf." Cicit Kara. "Auu." Ringis Kara saat lututnya yang terluka tak sengaja terkena kakinya yang lain, karna terlalu banyak bergerak.
"Kenapa?" Tanya Samuel kaget dan segera bangun menatap Kara.
"Ah, gakpapa." Jawab Kara tersenyum samar.
Samuel membuang nafasnya gusar. Dilihatnya jam di atas nakas dan beralih menatap Kara lelah. "Ini udah malem. Bisa gak, biarin gue tidur tenang." Ujar Samuel.
"M-maaf." Karna sudah lelah. Samuel memilih turun dari kasur, mengambil satu bantal dan membawanya ke sofa.
Melihat Samuel yang pindah tidur ke sofa membuat Kara merasa sangat bersalah atas hal itu. Mungkin saat ini Samuel sedang mencaci nya di dalam hati. Itu yang Kara pikirkan saat ini. Kara turun dari kasur, menghampiri Samuel dan menyelimutinya dengan selimut. Kara tak keberatan jika dirinya tidur tak memakai selimut toh di bandingkan dengan Samuel yang tidur di sofa, dirinya masih merasa beruntung.
"Selimutnya kamu pake aja, Night Arga." Ucap Kara. Kembali naik ke atas kasur dan mulai memejamkan matanya secara perlahan.