TIGA BELAS

2053 Words
Malam itu juga, setelah Baron mendapat kartu memori dari kamera dashboard yang terpasang di sepeda seorang warga, ia segera bergegas menuju kantor. Baron dengan gagah berjalan menuju ruang divisi IT untuk memeriksa kartu memori itu di sana. "Tolong perbaiki kualitas video pada malam kejadian." Katanya tiba-tiba seraya menyerahkan kartu memori warna hitam berukuran kecil itu. Rekan kerjanya, yang merupakan bagian dari divisi IT, terlihat kebingungan. "Kasus kematian seorang wanita bernama Mayang, satu Minggu yang lalu." Ucap Baron. Dia lalu menarik kursi agar bisa duduk di sebelah rekannya.  Pria yang sudah tiga tahun bertugas di Polres Bandung Barat itu segera menuruti perintah Baron. Kualitas dari video memang tidak terlalu bagus, selain rosulusinya yang rendah, kejadian tersebut juga terjadi pada malam hari, tidak ada sinar matahari yang membantu pencahayaan, hanya lampu-lampu jalan yang tak terlalu terang. Dengan segala keahliannya, pria itu mengubah kualitas video menjadi lebih baik, garis-garis yang awalnya terlihat samar kini nampak lebih jelas, juga tidak blur. Ia menekan tombol "Simpan", proses itu membutuhkan waktu kira-kira sepuluh menit.  Kini kualitas video jauh lebih baik dari sebelumnya. Mereka berdua pun menonton rekamanan itu bersama-sama. Karena rekaman itu diambil oleh pengendara sepeda yang kebetulan melewati rumah Mayang pada malam kejadian, mereka pun melihat segala sesuatunya dari sudut pandang si pengendara sepeda. Terlihat sepeda itu mulai berbelok ke gang rumah Mayang, roda berjalan selama beberapa ratus meter hingga tibalah di depan rumah Mayang. Namun sepertinya di empunya sepeda terlalu fokus berkendara hingga tak memperhatikan sekitar, secara kasat mata memang tidak ada hal yang aneh malem itu. Pemilik pun melajukan sepedanya seperti biasa, melewati rumah Mayang begitu saja tanpa merekam sesuatu yang terasa janggal. Rekan Baron menggeleng, sebagai tanda bahwa tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk dalam video itu. Sejak awal memang tidak ada jaminan akan hal itu. Tapi Baron tak ingin putus asa. Ia pun memutar ulang rekaman itu dan menontonnya dengan lebih teliti. Dan hasilnya, sebuah petunjuk pun berhasil ia temukan. Di menit ke 15 lewat 43 detik, tepat ketika sepeda itu melintasi rumah Mayang, stang sepeda sempat mengarah ke sebelah kiri, hanya sepersekian detik sebelum akhirnya kembali lurus. Namun karena kamera itu terpasang di bagian stang sepeda, segala sesuatu yang terjadi di detik-detik itu pun terekam oleh kamera. Kali ini Baron meminta rekannya untuk memperlambat bagian itu atau slow motion agar ia bisa melihatnya dengan lebih jelas.  Penglihatan Baron tak pernah salah. Meski hanya beberapa detik, namun kamera dashboard itu berhasil merekam seseorang yang hendak memasuki rumah Mayang pada pukul 23:15:43 WIB. Jelas itu bukan Mayang karena ia adalah seorang pria. Karena sebelumnya Baron sudah pernah bertemu dengan adik dan calon suami Mayang, ia bisa memastikan bahwa orang itu bukanlah mereka berdua. Adik Mayang memiliki postur tubuh yang tinggi juga kurus. Sementara calon suami Mayang tidak terlalu tinggi dan kurus. Berdasarkan hasil pengamatan Baron, pria dalam rekaman itu memiliki tubuh yang agak berisi dengan tinggi kurang lebih 170-an cm. Pria itu terlihat sedang menunduk, ia seperti mencari pengait kunci gerbang rumah, jelas sekali bahwa tujuannya malam itu adalah untuk memasuki rumah Mayang. Postur tubuhnya tak lagi gagah seperti pria usia 20an, Baron kemudian menyimpulkan bahwa usianya sekitar 35 tahun ke atas. Pria itu mengenakan celana bahan berwarna hitam serta jaket hoodie berwarna hitam pula. Benar-benar penyamaran yang cukup baik, jelas bahwa dia sudah mempersiapkan segalanya. Dan jika tebakan Baron benar, ada kemungkinan kematian Mayang adalah kasus pembunuhan berencana.  Rekan kerja Baron menatap takjub ke arahnya, tak berkedip. "Kau kenapa?" tanya Baron.  Dia memukul pipi untuk menyadarkan dirinya sendiri, "Bagaimana bisa kau melihat kejadian yang hanya terekam selama empat detik? Bahkan, jika aku menontonnya tanpa berkedip sekalipun, aku tetap tidak bisa melihat adegan itu." Ucapnya.  Sama seperti Julie yang merahasiakan kemampuannya dari orang-orang sekitar, Baron pun demikian. Saat ini, yang tahu Baron memiliki kemampuan ajaib itu hanya Taka dan Desiree. Baron tidak ingin membuang-buang waktu untuk menjelaskan hal itu kepada semua orang. Ia juga tidak mau jika orang-orang menganggapnya sebagai seseorang yang beruntung dan tidak pernah bekerja keras berkat kemampuan itu. "Hanya kebetulan saja." Jawab Baron singkat. Tidak puas dengan jawaban Baron, rekan kerjanya itu melanjutkan ketakjubannya, "Dan kau bisa menganalisis tinggi serta usia seseorang hanya bermodalkan potongan gambar yang tidak terlalu jelas." Ia menggeleng tak percaya, "Kau benar-benar seorang detektif sejati."  Namun Baron tidak menanggapi, dia buru-buru mengambil kartu memori dan berkata, "Tolong kirim video versi HD dan slow motion ke emailku." Ujarnya buru-buru, ia kemudian pergi meninggalkan ruang IT, ada sesuatu yang harus dia lakukan. Yang dimaksud dengan versi HD adalah rekaman video dengan kualitas High Definition atau dengan resolusi terbaik karena memiliki warna yang lebih kompleks dan jernih. Nantinya kedua rekaman video itu akan Baron simpan dalam pCloud pribadi. Tempat penyimpanan digital yang paling aman karena data yang sudah diunggah tidak akan pernah hilang dan hanya bisa diakses oleh si empunya. Selain itu, karena Baron membeli penawaran lifetime Premium Plus, ia bisa menyimpan data hingga 2TB. Ya, banyak bukti-bukti penting dari kasus besar yang dia simpan di sana. Tak seorang pun yang dapat mengakses akun itu selain dirinya.  Dia berjalan menuju ruangannya. Ada berkas yang harus dia ambil di sana. Saat itulah ia bertemu dengan Taka. Ada kalanya mereka bekerja sendiri-sendiri karena harus membagi tugas agar kasus bisa cepat terselesaikan. Taka buru-buru melaporkan hasil pemeriksaannya pada Taka, "Saya sudah menghubungi semua jasa pengantaran paket, dan tidak ada satupun di antara mereka yang mengantar paket ke kompleks Mayang di atas jam 7 malam." Jelas Taka. Baron mengangguk, "Aku sudah menemukan rekaman pada malam kejadian. Ada kamera dashboard yang terpasang di sepeda salah satu warga." Ujarnya seraya membuka laci di meja kerjanya.  "Dan kau melihat pelakunya?"  "Ya, kemungkinan besar dia adalah pelakunya."  Meski sudah berkali-kali menyaksikan kemampuan Baron yang luar biasa, Taka masih saja takjub saat mendengarnya. Baron dengan cepat dapat mengumpulkan kepingan petunjuk. "Ngomong-ngomong, kau mencari apa?"  "Kontak adik dan pacarnya Mayang." Ia lalu menemukan berkas yang dia cari. Itu adalah berkas yang berisi Riwayat Hidup adik dan pacar Mayang. Baron kemudian menyerahkan berkas itu pada Taka. "Tolong kau temui mereka berdua, dan tanyakan pada mereka siapa saja pria berusia 35 tahun ke atas yang memiliki hubungan dengan Mayang. Kau juga harus mengumpulkan data dari pria-pria itu." Perintahnya. "Apa pelakunya berusia 35 tahun ke atas? Ada ciri-ciri fisik tertentu?" Baron menggerakkan jari telunjuk, dia lupa memberitahu hal itu pada Taka, "Tingginya kurang lebih 170-an cm, usianya 35 tahun ke atas."  Taka mengangguk, atasannya itu selalu memberi petunjuk dengan baik. Dan tiba-tiba saja Taka teringat akan suatu hal. "Aku dengan kasus kematian siswi SMA Cendikiawan III ditutup, mengapa begitu?" Tanyanya.  Baron yang sejak tadi sibuk menyalin file di komputernya lantas berhenti, "Kau bicara apa?" Baron sama sekali tidak mengerti dengan ucapan Taka. Seketika rawut wajah Taka langsung berubah ketakutan, ia tahu bahwa dia baru saja mengatakan sesuatu yang salah. Sesuatu yang belum diketahui oleh Baron, atau mungkin tidak boleh diketahui. "Aku tanya, apa maksud pertanyaanmu?" Kali ini Baron bicara dengan lebih tegas. Dia tahu ada sesuatu yang salah.   Taka terlihat gugup dan salah tingkah, tapi dia tidak punya pilihan selain memberitahu Baron, nasi sudah menjadi bubur, dia harus menyajikannya dengan baik agar tetap bisa dinikmati, "Pak Bambang memerintahkan aku untuk berhenti menyidiki kasus kematian Karisa. Kasus sudah resmi ditutup pagi tadi." Mendengar hal itu sungguh membuat Baron murka. Ia merasa dikhianati, tidak dihargai, dicurangi, dan yang paling penting itu merupakan ketidakadilan. Baron paling benci dengan ketidakadilan. Salah satu tujuan utama Baron memilih menjadi seorang detektif di kepolisian adalah karena dia ingin menegakkan hukum. Dia ingin menangkap semua orang yang telah berbuat kriminal dan membuat mereka membayar tindakan kejinya dengan membusuk di penjara. Baron ingin memberantas ketidakadilan yang seringkali dialami oleh pihak korban di negeri tercinta ini.  Dan sekarang, saat dia sedang berusaha untuk menyelesaikan kedua kasus itu, atasannya justru menutup satu kasus tanpa berdiskusi dengannya. Itu jelas membuat Baron emosi, "Apa kau serius?" tanya Baron memastikan.  Taka mengangguk ketakutan. Tanpa menunggu lama Baron segera bergegas menuju ruang pimpinannya. Tidak ada etika mengetuk pintu, dia langsung masuk ke ruangan tersebut dan melihat Bambang sedang berbicara dengan seseorang di balik telepone. Begitu melihat Baron masuk ke ruangannya, dia buru-buru mengakhiri panggilan tersebut, seperti sebelumnya. Bambang berdeham, "Mengapa kau tidak mengetuk pintu dulu?" Tanyanya dengan nada sedikit kesal.  Baron mengabaikan pertanyaan itu, dia berjalan menuju Bambang dengan emosi berapi-api, "Ada yang lebih penting dari sekedar ketuk pintu." Dia kemudian menyerahkan surat pemberitahuan mengenai ditutupnya penyidikan kasus kematian Karisa. "Mengapa kasus ini dihentikan? Saya beserta tim sedang berusaha untuk mengumpulkan petunjuk untuk agar kasus ini terselesaikan dengan baik." Baron benar-benar kecewa dengan Bambang saat itu. Selama ini Bambang selalu mendukungnya dalam penyidikan apapun. Entah mengapa Bambang kini seperti menghalangi Baron untuk mengungkap fakta yang sebenarnya.  Sebelum melakukan itu Bambang sudah tahu bahwa tindakannya pasti akan menyulutkan api emosi bagi anak buahnya itu, tapi dia tidak menyangka jika respon Baron bisa semarah itu. Bambang berusaha untuk mengendalikan diri agar tetap terlihat tenang, dia kemudian duduk di kursi kerjanya seraya berkata, "Kita tidak perlu buang-buang waktu untuk kasus seperti ini. Korban adalah anak remaja yang menderita depresi hingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Kau tahu...tugas kita bukan hanya mengurusi kasus kematian dia saja, ada banyak kasus lain yang menunggu untuk diselesaikan."  Perkataan pimpinannya itu sungguh menyakiti hati Baron, dia adalah pemimpin kasus ini, bagaimana bisa Bambang menyimpulkan kasus Karisa adalah kasus bunuh diri sementara dirinya saja masih sibuk mengumpulkan bukti. Persetan dengan kasus-kasus lain, faktanya dia bisa menyerahkan kasus-kasus tersebut kepada penyidik lain, dengan begitu semua kasus bisa ditangani dengan baik. "Depresi? Bunuh diri? Anda bahkan tidak tahu apapun tentang anak itu. Saya ingin Anda mengeluarkan surat perintah untuk penyidikan kasus ini lagi." Ya, karena kasus sudah ditutup secara resmi melalui surat perintah, jika Baron ingin melanjutkan penyidikan itu secara resmi, maka dia juga harus mendapat surat perintah dari atasannya.  "Kita tidak bisa hanya memikirkan satu orang saja, kita juga harus memikirkan murid-murid lainnya. Jika penyidikan kasus ini terus dilanjutkan, saya khawatir hal itu akan menganggu kenyamanan murid-murid dalam belajar. Lagi pula kau tahu, SMA Cendikiawan III adalah sekolah swasta yang membutuhkan sumbangan dari para donatur. Kredibilitas dari sekolah itu juga akan menurun jika penyidikan kasus ini terus dilanjurkan. Jangan sampai tindakan yang dilakukan oleh satu orang justru merugikan banyak pihak." Apa yang dikatakan oleh Bambang pada Baron persis seperti apa yang dikatakan oleh Adiwiyata kepada Julie.  "Tapi sejauh ini tidak ada bukti yang menunjukkan jika korban melakukan bunuh diri." Baron masih berusaha untuk menanggapi ucapan atasannya meski ucapan tersebut sama sekali tak masuk akal. "Lantas, apa kau juga sudah menemukan bukti-bukti kalau kasus kematian Karisa bukanlah kasus bunuh diri? Kau bahkan kebingungan untuk menetapkan siapa tersangkanya."  "Saya hanya butuh waktu untuk mengungkap fakta yang sebenarnya. Jadi tolong, biarkan saya kembali menyidiki kasus ini lagi."  "Tidak bisa. Lebih baik sekarang kau mulai tangani kasus judi online yang semakin merajarela di kalangan masyarakat saja." Bambang kemudian mengambil sebuah berkas yang tersimpan di laci kerjanya, "Ini berkasnya. Kasus ini jauh lebih penting bagi kita." Ucapnya.  Baron tidak sedikitpun menyentuh berkas tersebut, judi online adalah kasus yang tidak ada habisnya karena sudah terlalu banyak akar yang tertanam di lahan subur itu. Sangat sulit untuk memberantas judi online hingga ke akar-akarnya sebab banyak penguasa elite yang terlibat di sana. Baron sudah terlalu muak akan hal itu. Dia lebih suka menangani kasus pembunuhan karena memiliki alasan tersendiri. Alasan yang berhubungan dengan pengalaman pribadi namun masih masuk dalam lingkup profesional.  "Banyak penyidik lain yang bisa menangani kasus itu." Matanya melirik ke arah berkas tersebut, "Saya akan tetap menangani kasus kematian siswi SMA Cendikiawan III bahkan tanpa surat perintah sekalipun." Ujarnya mantap. Baron akan menghargai dan menghormati siapapun selagi orang itu menghargai dan menghormati dirinya, tapi jika tidak, jangan berharap Baron akan berlaku baik padanya. Baron tidak tahu siapa yang mempengaruhi pimpinannya hingga dia memutuskan untuk menutup kasus itu. Tapi keadilan harus tetap ditegakkan.  Bambang tentu saja ikut emosi, ia kesal karena Baron tidak menuruti perintahnya. Tapi nyali Baron tentu lebih besar dari itu. "Kau akan menyesal karena telah melakukan ini." Ucapnya.  Baron yang mulai berjalan keluar meninggalkan ruangan Bambang lantas berkata, "Aku tidak pernah sekalipun menyesali tindakan yang aku lakukan." Ia lalu berjalan hingga pintu keluar, kemudian membalikkan badan, "Tugas kita memang bukan hanya menyidiki kasus kematian Karisa, tapi menyelesaikan kasus kematian Karisa dengan baik adalah tugas dan tanggungjawab kita." Itu seperti kalimat penutup dari perdebatan mereka hari itu. Dan setelah Baron benar-benar pergi meninggalkan ruangannya, Bambang membanting surat perintah penutupan kasus Karisa sebagai bentuk kemarahannya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD