Tak tahu harus berbuat apa. Nadin sebisa mungkin menghindari kontak mata, karena setahunya kalau itu sampai terjadi yang ada makhluk ini bisa-bisa mengikutinya.
Nadin berbalik, mencoba menghindar.
"Lo bisa lihat Gue iyakan?"
Siswa tersebut mengikutinya dan terus mencoba memancing Nadin buka suara.
Jantung Nadin berdetak kencang, ia butuh tempat bersembunyi tapi ke mana perginya orang - orang, kenapa begitu sepi. Nadin bahkan nekat menerobos hujan.
Tak lama sebuah tepukan terasa di bahunya. Ia nyaris berteriak.
Sebuah payung menutupi tubuhnya dari hujan.
"Lo kenapa nerobos hujan? Dari tadi Gue panggilin Lo kok gak nyahut."
Nadin terdiam nafasnya terasa berat. Ia tak berani melirik ke arah lain.
"Are you oke?" tanya Reza yang sejak tadi aneh melihat sikap Nadin.
Nadin yang seolah tersadar mencoba tersenyum dan bersikap senatural mungkin.
"Gue baik - baik aja kok. Cuma mau cepat pulang aja," alasannya.
"Mau Gue antar pulang?"
Nadin tak menolak. Ia mengikuti Reza berjalan ke arah mobilnya terparkir. Dia terlalu takut untuk tinggal sendirian di sekolah yang memang sudah sepi.
Ia mencoba memberanikan melirik ke tempat ia terakhir berdiri tadi. Dan benar saja siswa tadi masih berdiri di tempat itu sambil menatap mobil mereka pergi.
"Lo gak apa - apa?" tanya Reza memecah keheningan.
"Gue baik - baik aja kok."
"Dingin gak?"
Nadin mengangguk.
Reza mengambil jaket di kursi belakang saat mereka berhenti di lampu merah.
"Lo tadi kayak ketakutan. Gak ada yang jahatin Lo kan?"
Nadin menoleh ke arah Reza, sebisa mungkin dia tidak mau ada yang tahu perihal dirinya yang dulu bisa melihat makhluk halus.
"Hm. Sebenarnya Gue takut sendirian aja tadi, soalnya sekolah udah sepi. Gue kira semuanya udah pada pulang.
"Oh. Gak kok masih banyak anak - anak di ruang osis," jelas Reza mengingat ia baru dari ruang osis.
"Lo anggota osis?"
"Gue ketua Osis."
Nadin agak tersenyum tak enak.
"Oh sorry - sorry. Gue gak tahu."
Nadin berusaha banyak bicara agar rasa takut di dirinya menghilang.
Nadin terus berdoa semoga sosok tadi tidak mengikutinya pulang.
Sesampainya di rumah Nadin dengan cepat masuk. Sepi, mamanya belum pulang bekerja.
Ia bisa bernapas lega mengingat rumah ini sudah dipasangi pelindung oleh neneknya. Tapi masalahnya itu besok, semoga saja makhluk itu tak muncul lagi di hadapanya.
Keesokan harinya ia dengan ragu berangkat ke sekolah. Dia belum menceritakan masalah ini pada mama ataupun neneknya. Masih terus berharap yang ia lihat kemarin hanya halusinasinya saja.
Sejauh ini Nadin sampai ke sekolah, dia belum melihat sosok tersebut.
"Cie yang kemarin pulang diantar Reza."
Mila menyikut lengan Nadin.
Dahi Nadin berkerut heran.
"Kok Lo tahu?"
"Ya ampun Lo gak cek grup?"
Dengan cepat Nadin mengambil hpnya, membuka aplikasi chat yang memang belum dia buka karena terlalu sibuk menenangkan diri kemarin.
Sebuah video di mana Reza memayungi kemudian menuntunnya ke mobil. Wah sepertinya sejak kemarin dia sudah menjadi bahan gosip di sana.
"Ini gak seperti apa yang Kalian pikir ya. Dia cuma ngantarin Gue doang. Gak ada apa - apa."
"Ada apa - apa juga gak apa - apa kok Nad. Kita setuju - setuju aja," ucap Ratih yang nampaknya paling heboh berkomentar di grup chat.
"Iya deh terserah."
Bukannya apa, ini kali pertamanya Nadin di gosipkan seperti ini. Biasanya dia dijauhi dan paling digosipin gila oleh teman - teman sekelasnya karena memang terkadang Nadin berbicara sendiri mengusir para makhluk tak kasat mata yang mengikutinya.
"Ciee ngaku ni kayaknya."
Mereka masih bergosip menggoda Nadin. Tanpa ia sadari Reza sedang memperhatikan mereka dan sesaat mata mereka tanpa sengaja bertemu.
Tapi tak itu saja, sosok yang nampak menyeramkan juga sedang mengintipnya dari balik jendela.
***
Nadin merinding, dia bahkan kesulitan bernapas. Sesekali ia melirik ke arah jendela, makhluk itu masih di sama memperhatikannya.
Ia tak berani menatap langsung. Tak lama terasa aneh saat Nadin melirik ke arah sana, sosok itu tak nampak lagi, sejenak ia merasa lega.
"Lo nyari Gue?" bisik seseorang membuat Nadin mematung sesaat.
Dan benar saja sosok itu sesang berdiri di sampingnya sambil menatapnya dari dekat, sontak Nadin berteriak kaget karena posisi wajah mereka yang terlalu dekat.
"Ah..."
Teriakan refleks nya membuat seisi kelas kaget, apalagi posisi Nadin yang sudah berdiri.
"Nadin kenapa?" tanya bu Arum yang sedang mengajar Biologi di depan.
Nadin bingung. Apa yang harus ia katakan, tidak mungkinkan dia harus bilang dia baru saja melihat setan?
"Ah, itu Bu. Ah ada kecoak, iya ada kecoak," jawabnya berpikir cepat.
"Kecoak?"
Suara bising dan jeritan para siswi terdengar, agaknya banyak yang takut bahkan beberapa siswa lain menaikkan kakinya ke atas kursi.
"Di mana Nad kecoaknya?"
Nadin bingung, jawaban asalnya membuat kelas heboh. Bu Arum juga nampak agak kaget.
"Terbang tadi."
Kelas makin heboh mendengar jawaban Nadin. Kecoak dalam mode terbang sungguh sangat menakutkan.
Suasana masih tak kondusif walau sudah coba ditenangkan.
Sementara sosok tersebut nampak kebingungan melihat situasi di sekelilingnya.
Nadin sebisa mungkin tak ingin melihat sosok itu.
Bahkan seharian ini sosok tersebut terus mengikutinya, mencoba mengajak dirinya bicara, tapi sebisa mungkin Nadin tak acuhkan.
"Beneran gak sih Nad tadi ada kecoa?" tanya Ratih yang sepertinya sangat takut dengan hewan kecil tersebut.
"Ya adalah. Kalau nggak ngapain Gue teriak?"
Dia tidak ada niat berbohong, tapi tidak mungkin juga dia jujur, apalagi Nadin baru merasakan apa yang namanya kehidupan remaja normal.
"Tapi ngilang ke mana ya tu kecoak?"
Mila mengaduk es jeruknya.
"Ngumpet paling itu menunggu waktu yang tepat untuk keluar."
"Iihh, jangan ngomong gitu dong Mil, takut Aku tuh."
"Ya mana tahu kan ya."
Nadin agak merasa bersalah melihat jadi banyak yang takut karena dirinya berbohong.
Sosok tadi masih mengikutinya, apalagi dia terus memperhatikan wajah Nadin. Dirinya tak sanggup lagi tapi tak tahu harus berbuat apa.
"Lo bisa dengar Gue kan? Kenapa gak nyahut?" tanyanya.
"Siapa juga yang mau nyahut," jawabnya dalam hati.
Mana neneknya tak kunjung menjawab pesan dan telpon darinya, entah di mana pula keberadaan neneknya yang doyan berpetualang itu sekarang.
"Nama Lo Nadin kan?" Halo Nadin salam kenal," katanya lagi.
Baru kali ini Nadin bertemu hantu yang aneh begini.
"Itu jawabannya B bukan C," ucap sosok yang kini berdiri di belakangnya seolah sedang ikut membaca soal.
"Mana mungkin Gue percaya dengan ucapan makhluk macam Lo yang tugasnya menyesatkan manusia." Lagi - lagi Nadin berucap dalam hati.
"Gak mau ganti jawaban?"
Nadin tak bergeming, kekeh dengan jawabannya dan tak mau terpancing.
"Jawabannya itu B. Kalau yang C itu susunan atomnya bukan itu ," jelasnya seolah tahu betul jawab pastinya.
Tapi Nadin tak juga mengikutinya.
"Kalau gak percaya ya udah. Nanti dari sepuluh soal cuma benar lima soal," jelasnya lagi.
Nadin jadi ragu. Lima soal yang salah? Masa sih?
Ia menoleh ke arah Mila yang malah menjawab dengan menghitung kancing. Saat mata mereka bertemu Mila hanya tertawa canggung.
"Yang mana lagi yang salah?" bisik Nadin sepelan mungkin.
Lelaki itu tersenyum kemudian mulai menjelaskan.