Hantu Tanpa Nama (1)

1063 Words
Nadin kaget saat hasil quiznya mendapat nilai sempurna. Sosok yang tadi membantunya tersenyum penuh kebanggaan. "Kok bisa hantu lebih pintar dari Gue? Apa karena kerjaannya ngetem di sekolah tiap hari mangkanya jadi pinter?" ucapnya pada diri sendiri. Mila dan Ratih heboh melihat nilai sempurna Nadin. Bahkan cuma dia sendiri yang mendapat nilai sempurna. "Gila. Ternyata Lo pintar banget ya Nad." "Bahkan Reza aja yang rangking satu mulu gak dapat nilai sempurna," sambung Mila. Nadin tersenyum canggung, agaknya merasa bersalah. "Kebetulan doang ini." "Widiw kebetulan yang sangat berguna ini mah namanya. Teruskan." Mereka masih mendiskusikan hasil quiz, sementara siswa lelaki aneh yang Nadin yakini hantu itu terus aja mengikuti ke mana ia pergi. Nadin resah. Hantu ini terlihat tidak punya niat menyakitinya tapi kenapa dia terus mengikuti dirinya. Mencoba tak menghiraukan, Nadin terus cuek saat hantu itu terus mengajaknya bicara. "Dasar manusia habis dibantuin gak ada banget terima kasihnya." Nadin mencebik tak terima. "Siapa juga yang minta dibantuin," desisnya. "Tapikan Lo jadi dapat nilai sempurna." "Gue gak butuh tu." "Tapi kayaknya Lo senang dapat nilai bagus." Nadin membuang muka tak mau menatap ke arah 'teman bicaranya' yang tak kasat matanya ini. Ia belum sanggup melihat rupa lelaki itu yang nampak berlumuran darah. Sebenarnya tak sampai mengerikan atau hancur hanya saja darah yang memenuhi sebelah kanan wajah itu sangat menakutkan bagi dirinya. "Lo ngomong sama siapa sih Nad?" tanya Mila bingung karena sejak tadi mendengar Nadin berbisik. "Hah? Nggak, Gue gak ngomong. Gue Cuma.... Nyanyi, iya nyanyi." Nadin tersenyum gugup. Dia tak mau pertemanan mereka rusak gara - gara mereka tahu kalau dirinya agak berbeda. "Awas loh ketahuan nyanyi sama pak Togar, di suruh nyanyi Lo entar di depan," bisik Mila. Saat ini jam pelajaran terakhir dan pak Togar, guru fisika sedang menjelaskan pelajaran di depan. Setelah jam pelajaran selesai, Nadin berjalan cepat ke toilet, sejak tadi menahan pipis karena gurunya tak mengizinkam untuk keluar saat jam pelajaran. "Lo mau ke mana?" tanya Nadin kepada makhluk yang terus mengekorinya. Nadin masih tak berani melihat wajah itu, hanya menatap badan yang tertutup baju dengan banyak bercak darah itu saja sudah membuatnya merinding. "Ikut Lo." "Gue mau ke toilet. Lo mau ngintipin Gue?" Lelaki itu menggeleng, menggaruk kepalanya. Nadin masuk ke toilet meninggalkan lelaki itu yang nampak kebingungan. Setelah selesai melepas bebannya Nadin ke luar dan kaget melihat lelaki itu benar - benar menunggu di depan pintu toilet. Nadin menundukkan pandangan berharap hantu itu tak terus mengikutinya. "Lo ganggu orang lain aja gih jangan Gue," cecarnya. Walau lelaki ini hantu tapi Nadin tak merasakan hawa jahat dari dirinya seperti apa yang sering ia rasakan dari makhluk sejenis lelaki ini. Karena itu juga dia berani mengajaknya bicara. "Gue gak ganggu. Gue mau berteman." "Berteman? Yang benar aja." Nadin bergedik. Tak pernah ada dalam pikirannya untuk berteman dengan makhluk seperti ini. Memikirkannya saja ia ngeri. "Yang lain gak bisa Gue aja ngobrol. Mereka gak bisa lihat Gue." Nada suaranya terdengar lesu. "Tapi Gue gak mau ngobrol sama Lo." "Nadin?" Yang dipanggil menoleh. Reza menatapnya dengan tatapan bingung. "Lo ngapain?" tanyanya. Ia heran melihat Nadin yang berdiri di depan pintu toilet dan seperti sedang bicara sendiri. "Em. Gue baru selesai dari toilet. Emangnya kenapa Za?" Nadin berusaha santai, seolah tak terjadi apapun walau makhluk lain di sebelahnya terus mencoba mengajaknya bicara. "Gak sih. Gue cuma heran aja ngelihat Lo berdiri lama di depan toilet. Kirain kenapa." "Haha," tawa Nadin canggung. "Kalau gitu Gue balik dulu ya. Bye." Sebisanya dengan cepat Nadin ingin menjauh dari Reza dan tentunya dengan makhluk yang terus mengekorinya ini. "Nadin," Nadin yang sudah berjalan melewatinya menoleh. "Em. Mau Gue antar?" "Gak deh. Makasih tawarannya Gue gak enak nyusahin." Reza tersenyum. "Nggak kok. Kan rumah Kita searah." "Lo gak ada kegiatan osis?" "Nggak. Ini Gue mau pulang." Nadin berpikir sesaat, namun kemudian mengiyakan. Banyak pasang mata melihat mereka, dan Nadin mencoba cuek. Dia pasti akan menjadi bahan gosip lagi kali ini, bahkan saat Reza membukakan pintu mobil untuknya, banyak yang menyoraki mereka. "Gue bisa buka sendiri Za. Tapi makasih udah dibukain." Reza hanya tersenyum manis mendengar ucapan Nadin kemudian berjalan memutari mobil ke arah kemudi. Nadin kaget saat ia menoleh ke bangku belakang, hantu lelaki itu sudah duduk di sana. Saat tatapan mereka bertemu ia tersenyum menampakkan giginya yang juga ada bercak darah, Nadin merasa bulu kuduknya berdiri, merinding. "Lo ngapain?" tanyanya gusar. Takut hantu ini akan mengikuti dia pulang. "Ikut." "What? Turun gak Lo." "Gue mau ngerasain yang namanya naik mobil kayak manusia," katanya. Ngapain? Hantu ini bahkan bukan duduk tapi lebih tepatnya melayang karena memang ia tak bisa menyentuh apapun. Belum Nadin menjawab lagi, Reza sudah lebih dulu masuk, dan dirinya mencoba bersikap senormal mungkin. "Jalan Kita," ucap Reza. "Iya." Nadin tersenyum canggung, was - was karena penumpang gelap di kursi belakang sekarang duduk di tengah dan mencondongkan diri ke arah kursi depan. Ia takut tak bisa mengontrol dirinya dan bisa - bisa menjerit takut. "Oiya, jaket Lo belum kering jadi belum bisa Gue kembaliin." Nadin membuka pembicaraan. Dia tidak mau terus mendengar ocehan hantu yang sekarang heboh mengomentari apa saja yang ia lihat. Baru kali ini ia bertemu dengan tipe hantu yang norak begini. "Santai. Gak perlu buru - buru." "Yah Gue gak enak aja, takutnya jaket kesayangan Lo." "Iya sih itu jaket kesayangan Gue." "Hah." Melihat respon Nadin, Reza hanya tertawa seolah sengaja. "Gak perlu cepat - cepat ngembaliinnya biar Gue ada alasan sering ngantar Lo pulang." Nadin masih bingung, tidak tahu harus merespon seperti apa. Dia tak tahu maksud ucapan Reza. "Dasar manusia tukang gombal," ejek penumpang gelap yang masih di posisi tengah condong ke arah depan. Saat melihat ke arah Reza, otomatis yang pertama Nadin lihat adalah makhluk ini. Nadin memelototi makhluk itu tapi justru Reza yang merasa aneh dengan respon Nadin karena ia merasa gadis itu memelototi dirinya. "Kenapa Nad? Kok Lo ngelihatin Gue begitu?" Nadin tersadar, Reza jadi salah paham karena tingkahnya. "Nggak apa - apa. Gue cuma agak kaget sama ucapan Lo," alasannya. Reza tersenyum simpul. "Biasain ya," katanya misterius. Sesampainya du rumah, dengan cepat Nadin masuk ke dalam setelah mengucapkan terima kasih pada Reza yang sudah mau mengantarnya pulang. Ia tak sabar masuk karena rumahnya sudah dipasangi pelindung jadi dia akan merasa aman berada di dalam. Mengelus d**a lega. "Akhirnya. Aman," ucapnya "Jadi di sini rumah Lo." Nadin kaget, menoleh ke arah sosok itu yang berdiri tepat di sampingnya. "Kok Lo bisa masuk?" teriak Nadin tak percaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD