"Apa Nad?"
Tanpa sadar Nadin mengucapkannya terlalu kencang. Reza menatapnya bingung.
"Hah? Em. Gak apa - apa kok. Cuma kaget aja ada kasus begini," dalihnya.
"Iya sih. Gara - gara cekcok rumah tangga sampai rela bunuh diri."
"Bunuh diri apanya. Orang Gue lihat dia dibunuh."
Nadin merinding. Menatap sosok itu tak menyangka, mulutnya gatal untuk bertanya, tapi ada Reza di sampingnya.
"Za."
"Iya."
"Gue kayaknya mau balik duluan deh."
Reza menatap bingung. Tadi jelas Nadin belum lama joging.
"Gue antar," tawarnya.
"Eh gak usah. Rumah Lo kan itu udah di depan."
"Gak apa - apa sekalian Gue joging."
Nadin dia benar - benar kepo sekarang dan tak sabar mau sampai ke rumah dan menanyakan perihal yang sosok ini katakan.
"Gue sebenarnya mau ke toilet mangkanya mau cepat pulang."
"Pakai toilet rumah tante Gue aja kalau kebelet," tawarnya.
Nadin mati gaya.
"Eh gak deh. Dah Reza makasih tawarannya," katanya kemudian berlari begitu saja.
Nadin berlari kencang sementara sosok itu hanya melayang mengikutinya.
"Apa maksud Lo tadi? Lo lihat apa?" tanyanya tak sabaran.
"Lo mau tahu?"
Nadin ragu. Apa iya dia perlu tahu? Tahupun dia bisa apa? Mengatakan kalau ada saksi? Dan saksinya hantu? Mana ada yang percaya.
"Ya udah coba cerita."
Mereka masuk ke dalam rumah. Duduk di meja makan.
"Kemarin pas Gue ngilang setelah ketemu nyokap Lo sebenarnya Gue ke rumah itu."
Nadin mencerna ucapannya. Pergi ke sana? Jadi bukan karena Nadin tak bisa melihatnya lagi setelah mengusap air itu tapi karena dia yang pergi? Hadeh Nadin tertipu.
"Kok bisa ke sana?"
"Soalnya ada hawanya."
"Hawa?" Bingung apa maksudnya.
"Iya. Hawa jahat manusia."
Nadin tak mengerti tapi dia diam saja mendengarkan sambil ingin memakan nasi gorengnya.
"Makan baca doa dulu biar gak ada yang ikutan."
"Kenapa Lo mau ikutan?"
"Nggak tuh. Tapi yang lain mau kayaknya," katanya mengingatkan.
Hayo hantu mana yang mengingatkan manusia untuk berdoa sebelum makan.
"Lanjutin ceritanya."
"Oh. Oke. Pas Gue sampai sana mereka lagi cek cok, kayaknya si korban marah karena suaminya selingkuh. Mereka bertengkar hebat sampai suaminya nampar korban sampai pingsan. Terus di gendong, di bawa ke kamar mandi. Diisinya bathtub terus istrinya dimasukin ke situ, baru deh di sayat tangannya berkali - kali. Gak lama the end," jelasnya.
Mendengar itu Nadin tak selera makan. Tapi kalau hasil akhir kasus ini benar - benar dinyatakan bunuh diri gimana? Tapi Nadin yakin polisi tak sebodoh itu dan sembarangan menyimpulkan.
"Setelah mastiin korban udah gak napas, pelaku pergi pura - pura marah. Gitulah. Kejam banget manusia."
Memang kejam sih. Mana sadis banget lagi, istrinya loh itu.
"Kok Lo gak ngasih tahu Gue?"
"Buat apa?"
Lelaki itu menatapnya bingung.
"Ya buat bantuin lah, mungkin masih bisa ketolongkan."
"Oh. Tapi pas Gue balik ke sini Lo udah tidur."
"Ya bangunin kenapa? Nyawa orang itu?"
Lelaki itu berkedip, menggaruk kepalanya.
"Gitu ya?"
Nadin mendesah, iya juga makhluk inikan bukan manusia mana mengerti dia.
"Au ah."
Nadin melanjutkan makannya. Hpnya berdering, panggilan dari orang yang sangat ia tunggu.
"NENEEEEEEKKK....." teriaknya histeris begitu mengangkat panggilan video tersebut.
"Haduh Kamu ini bukannya ngucap salam malah teriak."
Wanita berusia awal enam puluhan di seberang sana menyerjitkan kening.
"Nenek ke mana aja? Nadin telpon kok gak pernah diangkat?"
"Nenek lagi di Maroko. Emangnya kenapa? Kan Kamu udah normal?"
Nadin mencebik. Memangnya normal ya kalau masih bisa melihat makhluk yang terlihat menyeramkan yang sekarang sedang duduk di seberangnya sembari memperhatikan semut yang sedang mengerubungi nasi yang terjatuh di meja.
"Kok jauh banget sih Nek? Kapan pulang?" tanyanya sembari melirik ke lelaki di depannya.
"Biasanya juga beginikan. Nenek mau jalan - jalan keliling dunia. Kapan lagi bisa begini, Kamu juga udah bisa di lepas. Nenek belum ada rencana mau pulang."
Wah sekali bukan neneknya ini sekarang malah sedang memulai tour keliling dunianya.
"Nadin masih bisa lihat."
Nenek terdiam sesaat, tak percaya.
"Kok bisa?"
"Gak tahu," gelengnya.
"Kamu gak diganggukan?"
Nadin manyun, inginnya memasang wajah memelas kalau perlu menangis, tapi apa daya dia malah menghela napas melihat orang di depannya sedang meniup - niup meja seolah sedang mengganggu para semut, sungguh berfaedah sekali.
"Diganggu Nek. Malah diikutin sampai masuk ke dalam rumah."
Nenek terlonjak tak percaya, ia sudah memagari rumah itu dengan pelindung. Bahkan sejauh ini sekuat apapun makhluk halus tersebut, tak ada yang bisa masuk ke dalam rumah itu.
"Mana Nenek mau lihat."
"Lihat apa?"
"Hwaaah," teriak Nadin karena lelaki itu tiba - tiba sudah berada di sisi kirinya, ia merinding bukan main.
Di layar hpnya lelaki itu tak terlihat.
"Kelihatan gak kalau Nenek yang lihat? Soalnya di Nadin gak kelihatan."
"Hey Kamu," ucap nenek agak lantang.
Lelaki itu menoleh, menatap bingung.
"Iya kenapa Neneknya Nadin?" jawabnya santai.
"Kenapa Kamu ngikutin cucu Saya?"
Lelaki itu nampak berpikir.
"Biar ada teman ngobrol."
"Kalau mau cari teman ngobrol, sono sama sesama jenis Lo aja. Ngapain sama Gue?" Nadin tak terima.
"Tapi gak ada yang mau ngobrol sama Gue. Mereka kalau lihat Gue suka bisik - bisik ghibah. Pas Gue dekatin pada kabur. Ada juga yang mau dekat tapi ternyata mau makan Gue, kan seram."
Nadin mendesah mendengar alasan itu. Sesama hantu saja bisa saling membuli, pikirnya.
"Siapa nama Kamu?" tanya nenek. Sepertinya beliau bisa melihat sosok ini dan tahu penyebab kenapa sosok ini bisa masuk meski rumah sudah diberi pelindung.
Lelaki itu menggeleng.
"Gak tahu."
"Berapa lama Kamu gentayangan?"
Ia menggeleng lagi.
"Gak ingat pastinya yang jelas udah lama kayaknya. Soalnya siswa di sekolah sudah ganti - ganti terus."
Nadin memperhatikan interaksi mereka tapi masih tak berani melirik ke kirinya.
"Ada sesuatu yang Kamu ingat? Atau tentang kenapa Kami bisa jadi seperti ini?"
Kesekian kalinya ia menggeleng, ia benar - benar tak ingat apapun. Saat awal sadar ia sudah begini itupun sudah sangat lama dan dia sudah mulai lupa.
Nenek mendesah pelan.
"Jadi Nek, udah dapat cara ngusirnya?" bisik Nadin tapi jelas masih terdengar oleh sosok di sebelahnya, namun ia tak merespon.
"Apa Kamu suka hidup di sini?" tanya nenek tak menggubris pertanyaan cucunya tadi.
"Kalau di rumah ini suka, soalnya ada Nadin," jawabnya polos.
"Bukan tapi di dunia ini?"
Lelaki itu nampak berpikir.
"Memangnya Saya bisa pergi dari dunia ini?"
"Tentu bisa. Karena sepertinya Kamu bukan makhluk halus biasa tapi roh manusia yang pernah hidup."
Nadin kaget, tak sengaja menengok ke kiri bersamaan dengan lelaki itu yang juga menoleh ke arahnya. Ia ingin teriak tapi ditahannya sembari mengeratkan gigi.
"Saya sebelumnya manusia?"
"Coba cari tahu alasan kenapa Kamu bisa begini supaya Kita mencari cara bagaimana cara melepaskanmu dari dunia ini."