Angeline dan Kesehariannya

1358 Words
Koridor pada teras depan cepat berdebu. Semua vas bunga di sekitar koridor dalam rumah memiliki ukiran gambaran dewa-dewi Yunani Kuno. Semua lampu gantung yang ada di rumah itu adalah mahakarya milik pengrajin kristal ternama yang keluarga Angeline sendiri tidak mampu untuk bayar. Dan langit-langit ruang dansa ditanami bebatuan kristal yang akan memancarkan cahaya pada lantai ketika cahaya matahari menemukan cara masuk lewat celah yang terbuka. Angeline mempelajari itu semua ketika ia berjalan-jalan sendirian mencari letak perpustakaan dari rumah besar itu. Meski sampai saat ini ia malah hanya menemukan letak ruang-ruang pribadi milik grand duke yang tidak boleh ia masuki. Angeline pun tak sengaja menguping beberapa percakapan pelayan yang sembunyi-sembunyi menggosip di koridor. Mereka membicarakan isu-isu pernikahan yang akan terjadi karena baru tadi pagi Grand Duke Sunset meminta kepala pelayan untuk mendatangkan beberapa perangkai bunga dan perancang baju terbaik kota itu. Di tengah petualangannya melewati koridor-koridor panjang dan megah itu, ia bertemu dengan grand duke yang tengah berdiri bersama seorang ajudannya, menatap menembus keluar jendela tepatnya ke taman belakang rumahnya. Ia mendapati Angeline berjalan hampir melewatinya tanpa adanya dayang mengikuti. "Apa kamu mau berlalu saja tanpa menyapa, Angeline?" Tanya grand duke. Angeline menggedik kaget lalu memutar badannya dan menahan napas. Ia tersenyum lalu membungkukkan badannya kecil, tidak mengeluarkan sepatah katapun. Grand duke malah tersenyum dan menyudahi percakapannya bersama sang ajudan dan menghampiri Angeline. "Kadang aku tidak paham kenapa kamu berani kesana kemari sendirian di rumah ini." Katanya sambil menarik pinggang Angeline lalu tersenyum. "T-tuan! Tangan anda!" "Tidak ada yang melihat." Katanya sambil mendorong pintu menuju sebuah ruang temu dengan sofa panjang dan meja rendah di tengah-tengah. Grand duke mendudukkan Angeline di meja dan tersenyum pada Angeline yang terkesiap dan tersipu malu. Grand duke mendekatkan wajahnya pada wajah Angeline, hendak menciumnya. Tapi tangan Angeline refleks menahan bibir pria itu untuk menyentuh sisi manapun pada wajahnya. "Ah! Maaf atas kelancangan saya tuan, tangan saya refleks-" Angeline menggigit bibirnya sambil menyeka bibir grand duke dengan sapu tangan, merasa tangannya yang kotor itu baru saja m*****i kulit bersih seorang grand duke. Tapi grand duke menahan tangannya dan menatap Angeline pada kedua matanya. "Angeline, aku tahu pernikahan ini sedikit menakutkan untukmu. Aku akan berusaha sebaik mungkin supaya kamu tidak akan merasakan perbedaan antara lingkungan rumah ayah dan ibumu dengan rumah ini." "Pernikahan ini tidak menakutkan." Grand duke menaikkan kedua alisnya ketika mendengar jawaban langsung Angeline. "Saya juga menginginkan pernikahan ini." Grand duke mengerjapkan matanya beberapa kali ketika mendengar kalimat itu meluncur dari mulut manis Angeline. Rasanya ada desiran aneh yang hangat di dalam dadanya tapi ia tidak tahu itu apa. Namun, setelah itu, grand duke menggertakkan giginya. Sebuah kenyataan muncul di kepalanya. Angeline ini gadis yang pintar. Tentu ia mengesampingkan perasaan dan menomor satukan keuntungan. Karena itu juga ia banyak membantu dalam memperkuat bisnis Archeness yang sempat melemah karena ayahnya yang kurang kompeten. Tentu Angeline tidak akan memberikan pengecualian pada pernikahan ini. Begitu pikir grand duke. "Aku rasa ini sudah waktunya minum teh, tuan." Kata Angeline yang mencium harum teh yang sedang diseduh dari jendela ruangan yang terbuka. Grand duke kembali mengesampingkan perasaannya yang hampir tumpah lagi di hadapan Angeline lalu melayangkan sebuah senyuman kecut. "Mari." Ajaknya. Pikiran grand duke mengenai kecerdasan dan kelicikan Angelina tidak sepenuhnya salah. Meski memang terlalu berlebihan. Angeline hanya tidak merasa perlu menjelaskan dirinya selama ini pada siapapun. Termasuk sang grand duke yang tidak pernah benar-benar bertanya. Gadis itu bertanya dan menjawab seperlunya lalu tidak sungkan untuk membiarkan siang, sore dan malam jatuh kedalam hening yang mencekik grand duke. Grand duke menyadari cara Angelinrle kemudian mulai ikut mempelajari Angeline dalam diam. Tentu dalam keheningan itu Angeline sedang memikirkan caranya untuk mencapai orangtuanya tanpa ada perdebatan dengan grand duke. Sedangkan grand duke habis tenggelam dalam banyak pertanyaan akan calon pengantinnya yang tak banyak berbicara itu. Apa sebenarnya yang ada di pikiran Angeline? Bagaimana tidurnya semalam? Apakah sarapan hari ini cocok untuknya? Grand duke merasa tidak ada jawaban Angeline yang benar-benar tulus dan jujur. Perlahan-lahan juga Angeline mulai mengerjakan berbagai hal di kediaman grand duke. Ia tentu pernah meminta izin untuk ikut membantu memeriksa berkas dan kondisi keuangan, tapi tentu pula sang grand duke belum memperbolehkannya melakukan itu. "Kamu akan bisa melakukan itu semua ketika kamu jadi istriku," bisik grand duke yang lalu mengecup puncak kepala Angeline. Gadis itu membalasnya dengan senyuman paling manis yang ia punya lalu ia kembali menghilang dari hadapan grand duke sampe keesokan paginya lagi. Pada waktu Angeline berada di kediaman milik sang grand duke, ia melakukan banyak hal. Ia membantu banyak di dapur dan ruang jahit. Tapi kebanyakan waktu ia akan menghabiskan waktunya di ruang buku mini yang ia temukan di sudut-sudut rahasia rumah besar itu. Ia masih heran karena sampai sekarang ia tidak bisa menemukan perpustakaan utama. Tapi selagi ia tidak bisa menemukannya perpustakaan mini seperti yang ada di sudut rumah bagian barat ini juga bisa membuatnya sibuk. Hari-hari seperti itu yang ia alami. Tanpa ada gangguan atau keluhan dari grand duke yang jelas-jelas menyayanginya. Grand duke tentu mengetahui apa yang dilakukannya dari kepala pelayan yang melaporkannya dengan senang hati. Ia meminta secara spesifik untuk mengawasi Angeline untuknya. Ia penasaran tentunya. "Sang nona Archeness hari ini menemukan perpustakaan mini di barat dan mengambil beberapa buku untuk dibacanya di beberapa tempat." kata sang kepala pelayan. "Bagaimana kau tahu dia membacanya di beberapa tempat?" "Karena kadang-kadang ia meninggalkan beberapa buku yang telah habis ia baca di beberapa kusen jendela." Grand duke kemudian tertawa terpingkal-pingkal karena melihatnya dengan mata kepalanya sendiri di banyak sudut rumahnya. Kadang di kusen jendela, kadang di sofa di koridor. Kadang di meja vas bunga, kadang di rak piagam dan foto. Seakan Angeline meninggalkan tanda bahwa ia baru saja dari daerah itu untuk siapapun yang mendapati buku-buku itu. Grand duke sama sekali tidak marah. Mungkin itu salah satu cara Angeline untuk membuat pikirannya tetap bekerja, dengan meninggalkan buku yang harus diingatnya untuk diambil dan dikembalikan lagi nanti. Grand duke terkesan dengan seberapa menariknya kebiasaan serta hobi kecil Angeline. Lalu kemudian ia mendapat ide yany brilian. Ketika grand duke harus pergi ke wilayah kerajaan yang lain untuk beberapa waktu ia akan pulang membawakan berpeti-peti buku untuk Angeline baca. Lain waktu ia akan pulang dengan berpeti-peti daun teh untuk Angeline seduh selagi ia membaca. Lain waktu lagi ia akan pulang membawakan berpeti-peti lilin aroma untuk Angeline gunakan ketika ia ingin berlama-lama mandi sambil membaca. Semua hadiah itu ia bawakan terus-menerus karena pertama kali ia melakukannya Angeline memberikannya kecupan singkat di pipi dan lalu memperbaiki jubahnya. Ia akan mengatakan "Terima kasih," diikuti senyuman paling indah yang pernah grand duke lihat. Tentu grand duke menginginkannya untuk terjadi lagi sehingga ia akan terus menerus menggunakan hartanya untuk membuat Angeline puas dengan dirinya. Tapi setelah yang pertama kali itu, Angeline kelihatan sama sekali tidak terkesan. Mungkin jumlah yang ia bawakan kurang, pikir grand duke. Tiap kali ia pulang, ia terus menerus menambah jumlah. Tapi kesan Angeline bertolak belakang dengan usaha sang grand duke. Lalu, hari itu ia pulang dan tidak lagi melihat Angeline di depan semua barisan pelayan yang menyambutnya pulang. Dadanya terasa sesak ketika ia turun dari kuda dan ia benar-benar tidak menemukan Angeline di manapun. Dalam waktu yang putus asa, grand duke menanyakannya pada Angeline. Ia berjalan dengan cepat dan gusar menuju kamar tempat dimana sang kepala pelayan menemukan Angeline terakhir kalinya. Ia bahkan tidak melepaskan jubah atau lencana-lencananya terlebih dahulu. "Apa hadiah yang aku bawakan kurang berkesan? Apa yang kamu inginkan selanjutnya? Apa kamu juga suka perhiasan?" Tanya sang grand duke dari ambang pintu kepada Angeline yang tersentak kaget. Angeline menoleh dari puncak tangga ketika menarik buku dari rak paling tinggi, kemudian ia turun dan melihat dengan jelas wajah putus asa sang grand duke yang mendekat. "Ada apa? Anda baik-baik saja, tuan?" Grand duke menarik napasnya lalu ia menyapu pipi Angeline dengan kedua tangannya yang besar, "kamu bahkan tidak menyambutkan lagi ketika aku pulang. Apa hadiahku kurang berkesan untukmu? Maafkan aku, aku tidak paham apa yang kamu inginkan." Angelina menoleh pada peti-peti yang masuk setelah grand duke masuk. "Hadiahmu baik-baik saja. Aku menyukainya." Kata Angeline sambil mengerutkan dahinya. "Lalu kenapa aku tidak dicium lagi di pipi?" Tanya sang grand duke. Angeline terkekeh lalu menggenggam kedua tangan grand duke. "Kamu bisa melakukan semuanya kalau kamu sudah menjadi suamiku."

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD