Semua Harus Tunduk Pada Grand Duke

1509 Words
Angeline terbangun mendengar keributan dari sekitarnya. Ia perlahan membuka matanya dan melenguh ketika merasakan kepalanya yang berat. Yang membuat keributan tidak salah dan tidak lain adalah sang grand duke, tuan rumah yang menyambut Angeline Archeness sebagai tamunya (terjemahan lain : tahanan). Ia kelihatan frustasi untuk Angeline. Ia memerintah setiap pelayan yang keluar masuk untuk bergerak lebih cepat dari sebelumnya. Silih berganti membawakan air untuk membasuh keringat di wajah pucat Angeline. Sang grand duke segera tersungkur di lantai sebelah sisi ranjang dimana Angeline berbaring. Raut wajah yang khawatir tercetak dengan jelas di wajah grand duke yang jauh lebih pucat dari biasanya. "Maafkan aku. Aku tidak tahu kalau kamu tak kuat melihat hukuman. Aku tak sadar tadi. Aku akan berhati-hati lain kali." Kata grand duke sambil menggenggam tangan Angeline yang terasa sedingin balok es yang baru dipotong dari pegunungan salju. Sang grand duke membenamkan wajahnya kepada tangan Angeline yang ia genggam, kelihatan baru saja melewati ketakutan yang hampir membunuhnya. Ia setakut itu untuk kehilangan Angeline tapi sama sekali tak peduli dengan penderitaan para pelayannya? Otak Angeline segera berkerut menyadari hal itu. Sepertinya bukan keluarganya yang terlalu baik dalam memperlakukan pekerja-pekerja mereka. Melainkan sang grand duke yang acuh tak acuh pada semua pelayannya. Angeline menarik tangannya dari genggaman sang grand duke lalu mengangkat tubuhnya untuk duduk dan bersandar pada bantal di belakangnya. Gadis itu tersenyum simpul pada sang grand duke lalu memalingkan wajahnya ke segala penjuru ruangan, mencoba mencari Viola. "Dia sudah aku posisikan ke tugas di ruang bawah tanah. Jadi kamu tidak perlu khawatir ia akan melukaimu lagi." Kata sang grand duke ketika menyadari perhatian Angeline yang berpindah. Angeline menoleh kepada sang grand duke dan menatapnya dalam diam. Gadis itu segera menggeser tubuhnya dan duduk di pinggir ranjang. Ia menatap kakinya sejenak lalu ia menengadah kepada seorang gadis pelayan yang menunduk awalnya, namun ikut mengangkat tatapannya yang terkejut ketika melihat Angeline menatapnya. Sambil tersenyum Angeline berkata, "tolong antarkan aku ke ruang bawah tanah tempat Viola berada." Katanya. Sang gadis pelayan kelihatan kaku pada kedua kakinya. Ia dengan takut menoleh kepada sang grand duke yang menatapnya balik dengan tatapan yang menikam semua keberaniannya secepat kilat. Namun, Angeline menoleh dan tatapan sang grand duke beralih kepada gadis itu dan secepat kilat pula melembut. "Bolehkah?" Tanya Angeline. Kini Angeline merekahkan senyuman yang menarik matanya menjadi dua garis melengkung. Sang grand duke kelihatan terkejut lalu segera mengangguk lalu mengembalikan senyuman kepada Angeline. Angeline kembali menoleh kepada gadis pelayan itu lalu menganggukkan kepalanya. Gadis pelayan itu dengan perlahan membantu Angeline untuk berdiri lalu menempatkan tangan gadis itu kepada lengannya yang kecil. Angeline mulai berbicara dengannya ketika mereka berjalan keluar dari ruang kamar itu. Namanya Aria. Gadis pelayan yang dipekerjakan karena punya teman yang merekomendasikannya kepada ibu kepala pelayan di rumah sang grand duke. Ia punya dua orang adik yang kini hidup jauh lebih nyaman karena Aria bekerja di rumah sang grand duke. Ia punya rasa takut sekaligus hormat yang sama seperti gadis pelayan yang lain terhadap sang grand duke karena secara tidak langsung bisa hidup dengan lega karena gaji dan jaminan yang cukup. Namun tetap dirundung rasa takut karena sang grand duke bisa melepaskan amarahnya kepada mereka kapan saja. "Apa kamu pernah berpikir untuk bekerja di tempat lain?" Tanya Angeline. Aria tertegun kemudian mengangguk dengan pelan. Ia berkata ia sempat berpikir untuk bekerja di kediaman bangsawan lain. Namun sulitnya adalah banyak berkas-berkas yang harus diurus kalau Aria mengundurkan diri dan bukan dipecat. Dan Aria tahu ia tidak akan pernah dipecat. Dipecat artinya mati karena siksaan dari hukuman yang dijatuhkan kepadanya. Jadi Aria berada dalam posisi terjebak saat ini. Angeline tak melihat titik cerah dimanapun di rumah sang grand duke. Pria itu dari rumornya saja memang k**i dan punya tempramen yang buruk. Kini Angeline pun semakin dibuat jijik dengan pernyataan dan kejadian yang disaksikannya sendiri. Semua kepala yang dibuat tunduk dan semua wajah yang dibuat pucat oleh sang grand duke itu bukan hanya karena kelas sosialnya yang tinggi. Melainkan karena ia pun sampai ke inti adalah manusia k**i yang tidak memberikan orang lain hak kebebasan mereka. "Maaf, nona. Uh.. Apakah saya boleh bertanya?" Aria membuka suara. Angeline mengangguk. "Apakah Anda sebelumnya belajar di akademi?" "Ya. Apa kamu tertarik dengan akademi?" Kedua pundak Aria kelihatan tersentak, ia menoleh kepada Angeline yang tersenyum pada reaksinya. Lalu wajah gadis pelayan itu segera tersipu malu karena merasa seperti sedang tertangkap basah. Belum ada orang yang bertanya soal pendapatnya selama ini, apalagi soal dia tertarik atau tidak. "Saya.. Selalu tertarik, nona." Kata gadis itu dengan malu-malu. "Tapi keluarga saya terlalu miskin untuk bahkan membeli buku." Katanya lagi. "Ayah dan ibu saya bekerja sebagai petani dan benar-benar buta huruf. Saya bekerja supaya kedua adik saya setidaknya bisa membaca satu dua kalimat dari sebuah buku." Begitu rupanya. Aria tidak sepenuhnya terjebak. Ia mengorbankan dirinya sendiri supaya adik-adiknya bisa belajar. "Akan sangat menyenangkan kalau aku bisa bertemu dengan kedua adikmu." Kata Angeline yang mengeratkan genggemannya kepada lengan atas Aria. "Besok bawa mereka kesini." Katanya. Aria kelihatan benar-benar kaget kali ini. Gadis itu berjalan ke hadapan Angeline lalu tersungkur, di depan kaki gadis itu. "Maafkan saya, Tuan Putri! Saya salah bicara! Tolong ampuni kedua adik saya!" Katanya sambil melekatkan wajahnya kepada lantai. Angeline kaget dengan reaksi Aria selama beberapa saat. Lalu kemudian ia tahu apa yang sedang terjadi. Adalah hal yang sering terjadi apabila kalangan bangsawan mempertanyakan soal kerabat keluarga dari pelayannya sendiri. Salah satu hal yang sering terjadi adalah karena seorang dari keluarga bangsawan itu ingin membeli mereka. Untuk dijadikan b***k yang dapat dihukum dan digunakan seperti barang. Budaya seperti itu jadi semakin dikenal ketika sang ratu dikabarkan pernah membeli seorang anak dari pelayannya yang baru melahirkan. Bedanya, Angeline tahu apa yang terjadi pada anak itu tidaklah sama seperti rumor yang digunakan para bangsawan sebagai alasan untuk menjadikan seorang anak sebagai b***k yang dianiaya hanya karena hidup para kalangan bangsawan itu kaku dan membosankan. "Bangunlah, Aria," kata Angeline. Aria tercekat mendengar suara Angeline membelah keheningan dari koridor itu. "Aku.. Tidak mengenal cara hidup bangsawan yang sering kamu saksikan." Katanya sambil mengelus lengan Aria. "Maafkan, saya." Suara Aria bergetar. "Aku mengerti mengapa kamu takut. Tapi aku memintamu untuk mengajak mereka kesini karena aku ingin menjamu mereka." Katanya. "Bukan karena ingin melakukan hal buruk kepada mereka." Angeline menyibakkan anak rambut yang keluar dari bonnet milik Aria. "Maafkan aku kalau aku membuatmu takut. Tapi aku tidak punya maksud buruk." Aria mengangguk sambil menelan ludahnya dan menyeka air matanya. Belum pernah ada nona bangsawan yang meminta maaf dan menenangkannya seperti ini. Ia selalu diperlakukan rendah, dibuat takut, dibuat menggigil sampai ke tulang-tulang. Ia menengadah kepada wajah Angeline yang kembali tersenyum tulus padanya. Selayaknya seorang ibu yang tenang dan menenangkan. "Baiklah, dimana ruang bawah tanah itu?" Aria kembali menoleh menuju ujung koridor yang lain lalu kembali menuntun Angeline sampai keujung dengan pintu tunggal, berbeda daripada pintu ke ruang lainnya. Pintu yang kelihatan lebih sederhana, tanpa ada ukiran-ukiran. Aria membuka pintu yang rupanya memiliki tangga kecil menuju ruangan tanpa lapisan cat atau wallpaper mahal. Ini adalah jalan untuk para pelayan untuk mengakses semua sudut rumah tanpa perlu terlihat oleh tamu atau pemilik rumah. Sepertinya hanya koridor dan tangga ini yang dapat mengakses ruang bawah tanah. Itu artinya, ruangan itu tidak pernah diurus langsung oleh pemilik rumah atau bahkan dilihat oleh pemilik rumah. "Biar aku saja dari sini, Aria." Suara bariton yang dikenal Aria membuatnya tercekat kaget. Entah sejak kapan grand duke sudah mengikuti mereka dari belakang. Aria segera menyingkir sambil menunduk, takut untuk memperlihatkan wajah sembapnya. "Apa kamu pernah ke sudut rumah yang ini, Yang Mulia?" "Ya dan tidak." Katanya sambil menekukkan lengannya, mengizinkan Angeline untuk berpegangan pada lengannya. "Ya?" "Aku pernah melihat kebawah sini, tapi ketika rumah ini sedang dibangun oleh ayahku. Tapi setelah selesai dibangun aku tidak pernah lagi kesini." Angeline menganggukkan kepalanya sambil terus ikut tuntunan sang grand duke yang sama sekali tak terganggu dengan koridor yang sempit itu. "Untuk apa kamu melihat dia? Dia telah melukaimu." Kata grand duke tiba-tiba, memecah keheningan diantara mereka. Suaranya yang dalam menggelegar di koridor yang menggema. Suaranya pun berhasil membuat jantung Angeline meloncat dari tempatnya. "Apa maksud Anda, tuan?" Tanya Angeline, berlagak bodoh. Ia mau mengais jawaban lagi dari pria ini. Sang grand duke berhenti melangkah. Dengan itu Angeline pun berhenti melangkah. Pria itu menoleh lalu menatap Angeline yang menengadah kepadanya dengan wajah yang tak terganggu maupun takut. Wajah yang selalu membuat sang grang duke heran, namun pun jadi wajah yang membuat sang grand duke ingin tunduk pada gadis ini. "Viola telah menyakitimu." Katanya dengan nada yang pelan dan bergetar. Ada seberkas rasa takut di wajah sang grand duke. Angeline melihatnya dengan baik dalam cahaya remang-remang lilin yang tergantung di dinding. Angeline tidak setuju dengannya. Ia jauh lebih tersakiti ketika melihat sang grand duke menghukum gadis itu di hadapan Angeline. "Dan Anda sudah membalaskannya untuk saya." Kata Angeline sambil tersenyum kecil. Sebuah senyum tak tulus dan penuh kebohongan. Sang grand duke menangkap itu dengan baik. Bahkan ketika ruangan remang-remang saat seperti ini. "Apa.. aku yang telah menyakitimu?" Tanya sang grand duke dengan alis mata yang berkerut. Angeline menengadah sekali lagi kemudian tersenyum kecil lagi. "Ke arah mana ruang bawah tanah, tuan?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD