3

834 Words
Diki Juliansyah tak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya saat putrinya yang biasanya gila, terbaring lemah di atas ranjang. Sudah dua hari putrinya terserang penyakit aneh yang membuat gadis itu lemah tak berdaya. Dokter bahkan sampai kebingungan menentukan penyakit yang di derita oleh Jeje. Karena sejujurnya tidak ada penyakit serius yang menempel pada diri putri cantiknya itu. "Papah, hiks." "Jeje, bilang dong sama Papah kamu sebenarnya sakit apa? Kamu cuma demam tapi kenapa kaya orang mau ketemu ajal gini sih, Nak?" Plak!! "Ngawur aja kamu, Pah. Anaku cewek satu-satunya ini, Pah. Kalau nggak ada Jeje siapa yang mau ramein rumah kita." sembur Sania, Mamah Jeje membuat Jihan terbahak-bahak mendengar pertengkaran absurd ke dua orang tuanya. Jeje rasanya ingin berteriak menyumpahi ke dua orang tuanya yang sungguh, T-E-L-A-L-U-H itu. Tega ya anak lagi sakit malah dibuat bahan becandaan. Awas aja kalau udah sembuh, punya tenaga lagi, Jeje goyang ini rumah biar bergetar, batin Jeje. "Sayang, bilang sama Mamah kamu kenapa?" kali ini Sania yang bertanya mengenai penyakit aneh anaknya. Pasalnya  Jeje kemarin diantarkan oleh beberapa teman sekolahnya karena pingsan mendadak di sekolah. "Jeje rindu, hiks." isak gadis itu mengingat ucapan Damian kemarin yang mengharamkan dirinya untuk dekat-dekat laki-laki itu. Kan Jeje nggak bisa jauh-jauh. Hawanya tuh kangen! Maka dari itu saking nggak kuatnya menahan rindu, jam istirahat sekolah dia pingsan. Ternyata bener itu kata si Dylan-Dylan, rindu itu berat. Jeje aja nggak kuat sampai pingsan. "Dramanya mulai nih." pekik Jihan langsung mendapatkan hadiah sebuah guling melayang dari sang kakak. "Beuh, mantaps Kak. Katanya sakit tapi tenaga sekuat badak." decak Jihan. Anak itu mengambil inisiatif untuk menyingkir dari kamar sang Kakak dibandingkan mendengar ucapan kakaknya yang pasti tidak penting. Yakin deh Jihan! Si Jeje mana pernah penting sih. "Hiks.. Kakak rindu, hiks. Damian haramin Jeje buat deket-deket dia, hiks. Huwaaa, Jeje sakit hati Papah." akhirnya pecah sudah tangis yang Jeje tahan selama ini. Jeje tuh nggak pernah kepikiran kalau Damian bakal ngamuk karena dijadiin bahan taruhan. Lagian biasanya juga diem aja kaya tembok masjid, kenapa tiba-tiba bereaksi pas dijadiin taruhan. Kan Jeje nggak niat buat rendahin Damian, Jeje cuman tergiur hasilnya yang lumayan buat beli kutang baru di mall. Kan dapet selusin. Malah diharamin lagi. Mana kayaknya kali ini beneran. "Hiks... Hiks..." Diki menghembuskan nafas. Kalau gini caranya, anaknya beneran bisa mati muda karena tambah sableng ini. Kegilaan banget sama anak tetangga depan rumah, padahal kemarin-kemarin Diki tawarin anak bosnya yang super ganteng baru dateng dari luar negeri. Eh, anaknya nggak mau masih kekeuh aja sama anaknya tetangga depan. Kan terancam kena pecat nanti dia di firma hukum tempatnya kerja. "Udah, ih. Jelek tahu kamu kalau nangis. Nanti Papah bilang ke Om Ferdi deh." Mata Jeje bersinar cerah, secerah Sunlight obat pencuci piring Mbak Iyem asisten rumah tangga di rumahnya kala mendengar penuturan sang Papah. "Bilang apa Pah? Bilang mau lamarin Damian buat Jeje pasti." ujar gadis itu semangat sembari bangkit dari tidurannya. "Bilang suruh Damian lamain haramin kamunya sampai Jin Tomang yang nempel di tubuh kamu lenyap semua!" sinis Diki lalu bangkit dari duduknya. "Ayo Mah. Kirain mau mati beneran anak kita, ternyata karena Damian anak tetangga. Biarin ajalah. Drama dia." kata Diki sembari menarik lengan istrinya yang berdecak melihat kelakuan sang putri. "Papah, ih. Papaaaaahh." teriak Jeje saat Mamah dan Papahnya berjalan keluar dari kamarnya. "Damiaaaaaa, Tokeeekkkkk! Semua gara-gara lo! Huwaaa kangeeeen!" * "Damian!" panggil Esmeralda membuat Damian yang tengah membaca buku paket pelajaran menghentikan aktivitasnya. "Gimana, Mah?" tanya anak itu membuat Esmeralda dag-dig-dug. Pasalnya siapa sih yang rela anak semata wayang, ganteng, pinter pula deket-deket sama Jeje, anak tetangganya yang otaknya eror itu. Hanya saja Esmeralda juga tidak bisa setega itu pada Jeje yang ia kenal dari anak itu masih dalam kandungan. "Jeje sakit. Kamu tengokin ya?! Mamah udah beliin cake nih buat kamu kasih ke dia, Dam." "Males Mah. Mau belajar, besok ada responsi." sahut Damian malas dengan perintah yang sang Mamah turunkan untuknya. "Bentar aja, Sayang. Dia demam nggak turun-turun. Takutnya tambah gila itu nanti anaknya. Sekalian kamu kasih tahulah kalau besok ada responsi. Kasihan loh nanti nggak naik lagi dia, Dam." "Udah gila, tinggal kelas. Kasihan banget dia Dam." tambah Esmeralda. "..." "Damian!" panggil Esmeralda sebagai bentuk paksaan. "Iya Mah." jawab Damian setengah tak rela melakukan apa yang Mamahnya perintahkan. Damian bangkit, mengambil bungkusan ditangan sang Mamah untuk diberikan pada gadis rusuh yang membuat hidupnya susah selama ini. Damian mengetuk pintu rumah Jeje. Ia tidak menyangka ia ditunggu oleh Mamah dan Papah Jeje dirumah itu. Berbasa-basi sedikit, akhirnya laki-laki itu diberitahu dimana letak kamar gadis yang sedang penyakitan itu. Sedangkan Jeje di dalam kamar menggerutu hebat karena badannya yang terasa lengket. Sudah dua hari gadis itu tidak mandi. Tahukan gimana rasanya nggak mandi sedangkan badan dia keringetan nggak kelar-kelar? "Lengket banget, Anjir! Gue mau mandi ah." ujar gadis itu melepaskan satu persatu pakaiannya diatas ranjang. Ceklek! "s**t!" mata Damian membulat saat melihat Jeje tengah membuka dalaman bagian atas gadis itu. Buru-buru laki-laki itu membalikkan tubuhnya agar matanya tak ternoda. "Weh! Damiaaaaan! Ngapaaain lo?!" bukan menjawab Damian malah menutup kamar Jeje. "Damian CABUULLLLL!!!" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD