2

832 Words
Damian mengeram. Pasalnya ia harus memutar kembali kuda besinya untuk menjemput si biang rusuh. Andai bukan sang Mamah yang berteriak padanya Damian pasti akan acuh dan kembali melajukan si merah kesayangannya menuju sekolah dari pada dia telat karena Jeje seorang. "Mah.." sapa Damian lembut sembari memarkirkan motor sportnya di samping mobil milik sang Mamah. "Lo cepetan turun, gue udah mau telat." kali ini suara Damian berubah, cenderung seperti tengah memerintah asisten rumah tangganya untuk bergegas. "Selow Kakanda, Adinda ribet nih pake rok." jawab Jeje berniat untuk turun dari mobil Mamah Damian. Baru juga anak itu mencoba membuka handle pintu, suara pekikan kembali terdengar dari bibir gadis itu. "Ya Allah! Mamer! Lupa. Salim dulu Jejenya biar direstui ih." kata gadis itu sembari mengulurkan jemarinya ke arah Esmeralda, Mama Damian. "Ya Allah ini bocah, ya! Kalau nggak inget kamu kecilnya gemesin, unyu-unyu pake banget, Tante lelepin kamu ke kolam renang belakang rumah." gerutu Esmeralda tapi tetap mengulurkan tangannya untuk dicium oleh Jeje. "Hehe.. Assalamualaikum..." Preettt... "Jeje kamu kentut ya?!" teriak Esmeralda kencang membuat Jeje terkekeh sembari tersenyum malu-malu kaya waktu Damian lagi ngeliatin dia. "Kelepasan Mamer.. Maafin menantu ya." Jeje buru-buru turun dari mobil Esmeralda. Gadis itu takut jika nanti Esmeralda meminta uang lima puluh ribu yang wanita itu kasih untuk naik Grab. Kan lumayan buat tambahan duit jajannya yang habis buat taruhan bola kemarin. "Baby, tarik!" seru Jeje sambil menepuk pundak Damian, meminta laki-laki itu untuk melajukan si Merah ngejreng kesayangan Damian itu. Ngiuuunggg groonnnggg!! "Ya Allah, ya Allah! Pelan-pelan, woii! Rambut gue, weh!" protes Jeje karena Damian terlalu kencang melajukan motornya. Jeje bahkan rasanya sampai melayang karena saking nasfunya Damian menarik gas motor. Kan mending lo napsu ama gue Dami.. Gue pasti hayukk!! "Berisik lo! Udah telat." amuk Damian membuat Jeje mendengus. Kalau bukan ada modus, males juga Jeje diginiin sama Damian. Dia kan elit kalau ngejar. Nggak macam cabe-cabean rindu belaian yang ngotot bin kekeuh kalau mau deketan sama pangeran pujaannya. Damian memasukkan motornya ke area sekolah. Membuat Jeje tersenyum setan mengingat apa yang nanti akan ia dapatkan karena berhasil berangkat sekolah dengan sang pujaan hati. Cihuy! Asoy deh, ah! Bisa beli daleman baru gue tanpa minta sama bokap-nyokap! "Hei, fans. Liat ini gue dateng sama siapa?!" Jeje melambaikan tangan ke udara. Berdada ria sembari mengeluarkan senyum evil seolah ia adalah pemenang oscar menang dari hasil curang. "Nggak usah banyak drama. Turun lo!" suruh Damian galak.  * "Woaaa... Jeje beneran bisa berangkat bareng Damian." teriak salah satu anak sembari berlari masuk ke dalam ruang kelasnya. Anak itu menyebarkan informasi paling penting tentang apa yang ia lihat tadi ketika memarkirkan kendaraan. Belum lagi mata sucinya harus ternoda dengan aksi kampungan d**a-d**a Jeje. Astaga sial sekali memang. "Apa?!" pekik seorang gadis yang kaget mendengar keberhasilan Jeje, si cantik bin sedeng. Julukan itu memang terpatri kuat dalam diri Jeje. "Gila! Seratus ribu gue melayang dong." teriak yang lain dengan nada kesal.  "Gue kalah, a***y!" sahut anak lain. "Aaa... Gue dua ratus ribu dong kemarin masang taruhannya!" jerit seseorang sembari meremas rambut panjangnya frustasi karena duit jajan melayang begitu saja. "Dam.. Damian! Calon imam masa depan! Pelan-pelan kenapa sih jalannya. Gue sebagai makmum kan jadi susah ngikutinnya. His, Damiaan cintakuh!" gerutu Jeje. Jeje yang berjalan di belakang Damian, menggoyang kan pantatnya senang kala ke duanya memasuki ruang kelas mereka. Hari ini adalah hari bersejarah baginya.  Gimana mau nggak bersejarah kalau dia bisa berangkat sekolah bareng sama calon imam plus,  "Gue menang taruhan. Woaaaaaa, kumpulin duit lo pada sini! Tumpuk, tumpuk depan mata gue. Pada baris sana! Cepetaaan para netizen, gue mau itung neh!!" teriak gadis itu membuat satu persatu manusia yang memasang angka padanya berbaris rapi dengan gerutuan dan sumpah serapah mereka pada Jeje  "Nih.." Jeje memberikan cengiran pada anak pertama.  "Selanjotnyaaaaa, majooo!" bak rentenir handal Jeje meminta para nasabahnya maju dengan taat.  "Weh, lampir! Kurang lima puluh, nggak bisa!" Enak aja loh. Nih bukti lo mau pasang dua ratus rebu!" omel Jeje sembari mengeluarkan buku tulisnya dimana ada nama gadis yang Jeje panggil lampir itu lengkap dengan tanda tangan sang lampir sebagai bukti perjanjian. "Nah, gini dong baru bener." girangnya sembari mendorong tubuh Natasha, agar antrian di belakang gadis lampir itu kebagian ludes uangnya.  "Lanjut, Tan, majooo... Seratos rebu!" tawa Jeje mengudara saking senangnya. Menang banyak dia soalnya. Damian yang mendegar itu tentu saja mengeraskan rahang. Ia tidak menyangka dijadikan bahan taruhan oleh Jeje yang selama ini mengganggu ketentraman dirinya. Damian jelas tak terima. Egonya tersentil sebagai barang taruhan. "Jenifer!" panggil Damian dengan suara seraknya.  "Alamak!  Bulu romaku merinding!" lirih Jeje melihat tatapan membunuh Damian. "Iya, calom imam?" tanya Jeje lembut beserta senyum pasrah penuh keikhlasan. "Mulai hari ini, gue haramin deket-deket sama gue!" ucap Damian seolah sedang mengeluarkan maklumat kepresidenan. "What the hell, gue mau pingsan. Eh, eh! Tolongin pegangin badan gue. Gue mau pingsan ini. Eh! Cepetan udah berkunang-kunang ini mata gue, Tokek Tolongin!" Brukk!! Tubuh Jeje terjatuh begitu saja setelah mendengar pengharaman dari orang yang dia cinta. Ia seperti daging babi yang haram untuk di konsumsi orang muslim padahal katanya enak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD