BAB 3| Lelaki Misterius Berinisial G

1847 Words
*** Tak henti-hentinya sang mafia menggeram marah. Ia berdiri di samping ranjang dengan tubuh atas yang sudah polos sambil menatap tajam pada sang gadis yang terkulai lemas di atas ranjang. Dada bidang yang dihiasi oleh bulu-bulu halus dan seksi di sekitarnya, terlihat naik turun akibat deru napas yang memburu. Luapan gairah yang sebelumnya memenuhi jiwanya kini seakan menguap entah kemana. Mendengar sang gadis mengeluarkan desahan dengan menyebut nama pria lain yang tidak diketahui, membuat sang mafia tampak murka. Kedua tangan kokoh yang menggantung di sisi tubuhnya terlihat gemetar, menandakan gejolak emosi sedang mengguncang jiwanya. "b******k! Siapa pria itu? Siapa yang dia maksud?" serunya dengan kedua tangan terkepal kuat hingga menampilkan buku-buku yang memucat. Gerald kembali mendekat dan naik ke atas ranjang. Seakan belum puas, dengan kasar, tangan lebarnya menyentak wajah cantik Jesslyn, menemukan gadis itu dengan kedua mata tertutup rapat. “Katakan padaku siapa b******n yang kau maksud, Jesslyn! Siapa pria yang kau sebutkan namanya?! Jawab, brengsekk!” Bentak Gerald dengan harapan Jesslyn akan membuka mata dan menjawab pertanyaan dengan jujur. “Jesslyn! Bangun!” Ia kembali menyentak kasar pipi sang gadis, namun sayangnya tidak mendapatkan respon apapun darinya. Dengan mata melotot tajam, Gerald berucap, “Dengarkan aku, sialan! Jika aku menemukan pria itu, aku bersumpah akan membunuhnya! Aku akan membunuhnya di hadapanmu, kau dengar, huh?!” Bagaikan orang gila, Gerald meneriaki sang gadis sebelum beranjak dari ranjang. Menatap tajam tubuh molek tanpa sehelai benang pun yang menutupi kulit mulus yang dipenuhi oleh maha karya sang mafia: kissmark. Gerald kemudian memungut hem dan jasnya yang tergeletak di lantai, lalu memasangkan hem ke tubuh atletisnya. Sebelum meninggalkan kamar tersebut, Gerald membuka laci meja samping ranjang dan menemukan daftar serta satu buah bolpoin yang sengaja disediakan. Gerald menuliskan sesuatu di atas kertas tas tersebut. Setelah selesai, ia merobek dan memisahkan selembar kertas yang berisi tulisan tangannya dari buku. Lalu, dengan rapi, Gerald melipat surat yang ia tulis untuk Jesslyn dan menyimpannya di bawah tas milik sang gadis di atas nakas samping ranjang. Setelah itu, Gerald meninggalkan Jesslyn yang tak sadarkan diri sendirian di kamar hotel setelah ia menyelimuti tubuh polos sang gadis. Dengan langkah mantap, Gerald menuju lift sambil memegang ponsel yang menempel di telinganya. “Ya halo, tuan,” jawab suara serak Carlos di ujung telepon. “Hapus semua jejakku dengan Jesslyn di hotel ini. Jangan sampai ada satupun yang tertinggal, kau dengar?!” Tegas Gerald saat memberi perintah kepada sang asisten. “Akan segera saya kerjakan, tuan,” balas Carlos dengan sigap sebelum kemudian Gerald memutuskan sambungan telepon antara mereka. Sang mafia masuk ke dalam lift dan segera turun menuju lantai dasar. Begitu pintu lift terbuka, ia melangkah keluar dari gedung mewah ini menuju mobilnya yang telah disiapkan. Gerald segera bergegas. Ternyata, salah satu sopirnya sudah menunggu. Dengan cepat, Gerald menuju kediamannya, Mansion DeVille. *** Beberapa jam kemudian | Pagi hari... Pagi pun menyingsing dengan sinar matahari yang perlahan masuk melalui jendela kamar hotel mewah yang tertutup rapat. Namun, suasana di dalam kamar terlihat jauh dari kedamaian. Kamar yang seharusnya rapi dan teratur, kini tampak berantakan. Terlihat sehelai gaun cantik tergeletak begitu saja di lantai. Gaun tersebut terlihat berkilauan dan mewah, namun kini terlihat kusut dan terinjak-injak. Di atas ranjang berukuran King size yang empuk, terbaring seorang gadis cantik yang tak lain adalah Jesslyn. Tubuhnya tertutup selimut tebal, tertidur dengan nyenyak. Kulitnya yang mulus terlindungi dari suhu ruangan yang cukup dingin oleh selimut yang membungkusnya dengan erat. Jesslyn, menggeliat merasakan cahaya matahari yang memasuki ruangan. Mengeluarkan sebelah tangan dari balik selimut tebal, ia mengucek mata dengan lembut sebelum membuka perlahan kedua matanya. Tatapan matanya kemudian menjelajahi ruangan yang terang benderang. Dengan gerakan tiba-tiba, Jesslyn bangkit dari perbaringan sambil mengapit selimut di dadanya dengan sebelah tangan. Suara ringisan terdengar jelas keluar dari bibirnya karena rasa pusing, ketika ia menyadari sekeliling kamar terasa asing baginya. Dengan wajah tertunduk, Jesslyn mengintip tubuhnya di balik selimut. "Ya Tuhan! Apa yang terjadi?!" pekiknya dengan ekspresi kaget, kedua matanya membulat lebar saat menemukan dirinya telanjang tanpa busana, hanya mengenakan celana dalam. Dada Jesslyn berdebar kencang, meremas sisi selimut di depan dadanya. Matanya berkaca-kaca, "Astaga, apa yang terjadi?" Suaranya gemetar, ketakutan dan terkejut menemukan keadaan kacau seperti ini. "My God! Apa yang terjadi?" Wajahnya semakin pucat. "Siapa yang melakukan ini padaku? Siapa yang membawaku kemari? Siapa?" desak Jesslyn dengan rasa sesak di dadanya. Dengan kedua kakinya tertekuk, ia menundukkan wajah sambil memejamkan mata. Jesslyn menggelengkan kepala sambil menggenggam rambut panjangnya dan meremas dengan kuat, ekspresinya penuh frustasi dan ketakutan. Meskipun Jesslyn tinggal jauh dari keluarganya dan merasakan kebebasan di negeri ini, ia tidak pernah melakukan tindakan yang merugikan dirinya sendiri. Dulu, ketika masih bersama kekasihnya, Matthew, Jesslyn selalu mematuhi batas-batas yang mereka tetapkan bersama. Mereka menjalani hubungan yang sehat di mana Jesslyn hanya memperbolehkan Matthew mencium bibirnya, tanpa melangkah lebih dari itu. Namun, di pagi hari ini, Jesslyn terkejut menemukan dirinya tanpa busana, sementara samping ranjangnya kosong. Dengan desahan kasar, ia merasa kesal karena tidak menemukan jejak pria yang berani menidurinya semalam. Jesslyn mencoba mengingat kejadian semalam. Namun, semakin dipaksa, ia tidak dapat mengingat apa yang terjadi selain saat ia pamit pada temannya bahwa akan pergi ke toilet. Dengan tatapan nanar, Jesslyn memandang gaunnya yang tergeletak di lantai. Ia kembali menggelengkan kepala, meratapi kehancuran yang terjadi pada pagi ini. Jesslyn menarik napas dalam dan perlahan menurunkan kedua kaki dari ranjang ke lantai yang dingin. Sambil memegang erat sisi selimut di depan dadanya, ia melangkah perlahan menuju cermin yang terletak di pojok ruangan. Dengan tubuh gemetar dan d**a yang bergemuruh, Jesslyn melepaskan pelan selimut yang melindungi tubuhnya, membiarkan tergelincir bebas ke lantai. Matanya sontak membelalak ketika melihat banyak kissmark di kulit mulusnya, terutama di sekitar d**a dan payudaranya. Air mata tak terbendung lagi, mengalir begitu saja di pipinya. Membungkukkan tubuhnya, "Aarrhkkk...!" Jesslyn berteriak keras sambil menarik rambutnya. "Brengsekkk!" Dia menangis sambil tubuhnya roboh ke lantai. "Kamu brengsekk! Sungguh brengsekk! Siapapun kamu... aku sangat membencimu! Aku membencimu, k*****t!" Jeritannya memenuhi ruangan dalam keputusasaan yang mendalam. Jesslyn merasa benar-benar hancur. Selama ini, ia telah menjaga dirinya dengan sangat baik, tidak pernah membiarkan siapapun menyentuh tubuhnya. Namun sekarang, semua usahanya tampaknya berakhir sia-sia. Apa yang selama ini ia jaga dengan begitu ketat kini direnggut oleh seseorang yang bahkan tidak ia kenal. Dalam keadaan frustasi, Jesslyn merasa bahwa kehormatannya telah direnggut. Banyak tanda kepemilikan yang terlihat pada kulit tubuhnya membuatnya yakin bahwa seseorang yang tidak dikenal telah merenggut kesuciannya. Gadis itu menangis dengan sekuat tenaga, melepaskan semua rasa yang menyiksa dadanya. Dengan tergugu, Jesslyn mengangkat wajah basahnya. Dengan kasar, ia mengusap air mata yang mengalir di pipinya sebelum bangkit berdiri dan berjalan menuju ranjang tanpa memedulikan tubuh telanjangnya. Jesslyn memungut gaun miliknya, meneliti dengan seksama kain yang semalam masih melekat utuh dan sempurna pada tubuhnya. Kain tersebut masih terlihat utuh dan sempurna, membuat Jesslyn merasa lega. Setidaknya gaun itu masih bisa digunakan untuk menutupi tubuhnya yang kotor. Dengan gerakan lemah, Jesslyn mengenakan gaun tersebut hingga terpasang dengan sempurna di tubuhnya. Kemudian, ia mencari keberadaan tas dan ponselnya. Pandangannya meluncur ke arah kanan samping ranjang, dan ia menemukan benda yang dicarinya tersimpan rapi di atas nakas. Jesslyn mendekat, mengulurkan tangan untuk meraih tasnya, namun gerakannya terhenti tiba-tiba saat matanya terpaku pada selembar kertas di atas nakas. Dengan tangan yang gemetar dan dadanya berdebar kencang, Jesslyn mengulurkan tangan untuk meraih kertas tersebut dan membawanya ke depan wajahnya. Dalam hati, ia mulai membaca tulisan tangan seseorang pada kertas putih tersebut. "Dear my love - Ketika kau membaca surat ini, itu artinya aku sudah tidak ada di sampingmu. Jesslyn Valentina Gonzales, gadis cantik yang manis dan seksi. Hey baby girl, aku hanya ingin bilang... aku menyukai aroma tubuhmu yang memabukan. Aku menyukai rasa manis ketika aku menyesap lembut puncak dadamu yang indah. Jesslyn... You know what? Kau membuatku semakin gila. So... aku tidak sabar menantikan malam selanjutnya. Percayalah padaku, bila takdir pasti mempertemukan kita kembali, maka aku yakin akan jauh lebih panas dari semalam. I love you, baby. I love you so much, Jesslyn, milikku satu-satunya." Tertanda G. Jesslyn menjatuhkan tubuhnya di tepi ranjang, sang gadis cantik terisak sambil meremas kuat kertas berisi surat dari pria misterius yang telah menidurinya. Jesslyn hendak merobek kertas tersebut, namun tiba-tiba ia mengurungkan niat. Dengan kedua mata basahnya, Jesslyn mengamati tulisan tangan sang pria misterius. Sebelumnya, Jesslyn tidak pernah melihat tulisan tangan yang sama persis seperti yang ada pada kertas tersebut. Namun, dengan kecerdikannya, Jesslyn memilih untuk menyimpan surat tersebut. Mungkin suatu saat nanti surat itu bisa berguna dan membantu dirinya menemukan pria b******k yang telah melecehkannya. Setelah melipat kertas dengan rapi, Jesslyn menyimpannya di dalam tasnya. Ia menemukan ponselnya di dalam tas dan mengeluarkan perangkat tersebut, membawa ke depan wajahnya. Jesslyn mengerutkan kening saat menemukan ponselnya dalam kondisi tidak aktif, yang menunjukkan bahwa sengaja dimatikan. Semua kejadian sebelumnya masih jelas teringat oleh gadis itu, membuatnya yakin bahwa ponselnya tidak mati karena kehabisan daya. Setelah memeriksa kembali, dugaan Jesslyn ternyata benar. Daya ponselnya masih utuh dan memang sengaja dinonaktifkan. Namun, dengan cepat Jesslyn mengaktifkan mode pesawat pada perangkat canggih tersebut karena saat ini ia tidak ingin diganggu oleh siapapun. Selain suasana hatinya yang tidak baik, ada hal penting lain yang harus dilakukan oleh Jesslyn setelah ini. Mendesah kasar, "Berhentilah menangis, Jesslyn! Sudah tidak ada gunanya lagi," dengan gerakan kasar ia mengusap jejak air mata di pipinya. "Tidak ada gunanya menangis. Tidak ada gunanya menyesali. Semuanya sudah terjadi. Sekarang aku harus mencari tahu siapa lelaki itu. Siapa si b******k itu. Kalau aku menemukan orangnya, aku bersumpah akan menembak kepalanya!" Desis Jesslyn dengan geram. Kemudian Jesslyn bangkit dari duduknya. Setelah memakai heels-nya, gadis cantik itu melangkah menuju pintu dan keluar meninggalkan kamar hotel. Jesslyn berjalan tanpa semangat menuju lift, lalu masuk dan menekan salah satu tombol di dalamnya. Saat di dalam lift, Jesslyn kembali melamun, ‘Siapa dia? Dari isi pesan yang dia tulis, dia seolah sudah lama mengenalku. Tapi siapa dia? Selama ini aku tidak merasa memiliki kenalan dekat seorang pria. Selama ini aku hanya bersama dengan Matthew. Tidak ada yang lain. Lalu siapa pria berinisial G ini? Ya Tuhan... kepala ku rasanya mau pecah,’ jerit Jesslyn dalam hati sambil memijat sisi pelipisnya. Tak lama kemudian, pintu lift terbuka lebar. Jesslyn melangkah keluar dari dalam lift, hendak meninggalkan gedung mewah yang membawa musibah baginya. Namun, saat berada di depan lobby, tiba-tiba langkah Jesslyn terhenti. Gadis cantik itu membalikkan tubuh dan menghampiri meja resepsionis. Jesslyn meminta izin kepada pihak hotel untuk melihat rekaman CCTV. Ia memberikan alasan yang masuk akal sehingga pihak hotel menyetujui permintaannya. Setelah rekaman CCTV dari malam sebelumnya diputar ulang oleh petugas, anehnya Jesslyn tidak menemukan dirinya dengan sosok asing yang bersamanya. Namun, Jesslyn belum ingin menyerah. Ia kembali meminta kepada petugas untuk memutar rekaman video secara perlahan agar dapat memperhatikan dengan seksama. Tetapi, hasil yang didapat sungguh mengecewakan. Entah bagaimana ceritanya, tak ada satupun kamera CCTV yang merekam jejaknya bersama pria misterius tersebut, membuat Jesslyn akhirnya menyerah. Setelah urusannya selesai, Jesslyn meninggalkan hotel dan melanjutkan perjalanan menuju klub tempat terakhir sebelum dirinya berakhir di hotel. Jesslyn yakin bahwa ia akan menemukan bukti di sana. Jesslyn percaya bahwa pria yang membawanya pergi dari klub semalam akan terlihat dalam rekaman CCTV yang berada di klub tersebut. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD