BAB 2| Sentuhan Semalam Sang Mafia

2167 Words
Sang mafia memandang tajam wajah cantik sang gadis di hadapannya, mengamati setiap garis wajah di tengah cahaya yang tak begitu terang dalam keramaian klub malam yang gemerlap. Meskipun suasana di sekelilingnya riuh, sosok cantik sang gadis tetap menarik perhatian sang mafia dan masih lekat dalam ingatannya hingga saat ini. ‘Jesslyn?’ batin sang mafia, Gerald DeVille, kembali memanggil nama sang gadis cantik dengan perasaan campur aduk di dalam hati. Tubuhnya perlahan menegang, jantungnya berdegup tak teratur. Gerald menelan ludah dengan kasar sebelum memperhatikan dengan cermat sekeliling klub, mencoba merangkai kembali memori yang terputus dalam benaknya. Kehadiran Jesslyn dari masa lalu yang begitu kuat, meruntuhkan dinding-dinding pertahanan yang telah lama ia bangun. “Tuan—,” suara Carlos terhenti saat sang tuan mengangkat tangan kanan ke udara, memberikan isyarat agar ia diam. Carlos mengatup bibirnya, mengangguk pelan, dan mundur beberapa langkah, menciptakan jarak antara dirinya dengan sang tuan. Sementara itu, dengan pandangan yang berkunang-kunang dan kepala yang semakin berdenyut, Jesslyn memaksakan kedua kakinya menopang tubuh yang kian melemah. Detik berikutnya, Jesslyn memicingkan mata seperti sedang berusaha mengenali sosok tampan dan gagah di hadapannya. “Matthew?” Ia bergumam dengan suara yang sangat pelan, bahkan tak terdengar oleh siapapun kecuali dirinya sendiri. Tanpa ragu sedikitpun, Jesslyn mendekat dan langsung melingkarkan kedua tangan ke belakang tubuh sang mafia. Memeluk dengan erat dan membiarkan wajah cantiknya menempel pada d**a bidang yang dilapisi oleh hem berwarna biru pupus dan jas mahal sang mafia. Gerald tersentak oleh tindakan tiba-tiba sang gadis, begitu pula dengan Carlos dan beberapa bodyguard lain yang berdiri di belakang mereka. “Aku merindukanmu,” racau Jesslyn sambil memeluk erat tubuh kekar sang mafia. “Kau meninggalkanku sendirian. Mengapa kau meninggalkanku? Aku kesepian di sini. Aku merindukanmu. Aku sangat merindukanmu.” Dalam pengaruh alkohol, sang gadis cantik tak henti meracau, kali ini suaranya terdengar jelas di telinga sang mafia. ‘Merindukanku?’ batin Gerald, terpukau. ‘Dia merindukanku?’ Memastikan lagi dengan perasaan tak menentu dan debaran d**a yang semakin sulit dikendalikan. “Please, jangan tinggalkan aku lagi. Jangan pergi lagi. Tetaplah di sini, temani aku. Aku membutuhkan kehadiranmu. Sungguh, aku membutuhkanmu.” Detik berikutnya, isak tangis terdengar dari bibir manis sang gadis setelah dia membiarkan unek-unek yang menyesakkan dadanya terungkap. Sang mafia kembali menelan ludah dengan berat sebelum ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan. Dengan lembut, ia mengurai pelukan erat sang gadis cantik dari tubuhnya, lalu menangkup wajah yang memesona dengan kedua tangan lebar yang dihiasi oleh tato di punggungnya. “Kau merindukanku?” Gerald memastikan kembali. Sang gadis mengangguk lemah. Sang mafia tersenyum simpul, “Kita pergi dari sini,” ucapnya dengan lembut, sambil mengusap setitik air mata di pipi mulus Jesslyn sebelum beralih untuk menggendong tubuh molek gadis itu ala bridal style. Dengan gerakan refleks, Jesslyn melingkarkan lengannya pada leher kokoh sang mafia sambil menempelkan wajahnya di lekuk lehernya. Dalam keadaan setengah sadar, Jesslyn menghirup aroma maskulin sang mafia yang tercium dengan jelas. Gerald membalik posisi tubuhnya dan melangkah membawa Jesslyn ke pintu keluar, dengan Carlos yang sigap mengikuti langkahnya. Mereka berdua menuju mobil yang diparkir di tempat parkir khusus VIP. Dengan sigap, Carlos membuka pintu untuk sang tuan, membiarkan pria itu meletakkan tubuh Jesslyn dengan hati-hati di kursi penumpang. Saat Gerald berusaha menarik diri, tiba-tiba Jesslyn merengkuh leher kokohnya dengan kuat. Sang gadis cantik kembali meracau, “Jangan pergi, please?” Suaranya terdengar memelas, membuat sang mafia menatap wajahnya yang begitu dekat. “Aku tidak akan pergi. Biarkan aku menutup pintunya dan aku akan segera menyusulmu,” Gerald memberitahu dengan suara lembut, mencoba menenangkan Jesslyn. Namun sang gadis menggelengkan kepala dengan tegas, “Tidak mau!” desisnya dengan suara lemah, enggan melepaskan rengkuhan manja dari leher sang mafia, menunjukkan betapa dia tak ingin berpisah dengannya. Dengan posisi masih berjongkok dan pintu mobil terbuka lebar, Gerald menghela napas sebelum akhirnya mengalah. Dengan lembut, ia menggeser tubuh Jesslyn ke tengah kursi, memberinya sedikit ruang untuk duduk. Setelah itu, Gerald masuk ke mobil dan membiarkan Carlos menutup pintu di samping. Jesslyn merangsek lemah pada Gerald, merapatkan tubuhnya dengan sang mafia, memeluknya dengan erat bahkan lebih dari sebelumnya. Sambil menunduk, Gerald memperhatikan dengan seksama wajah cantik Jesslyn. 'Sungguh, dia masih mengenali wajahku?' sang mafia membatin, mempertanyakan segala keraguan dalam hatinya. Lima tahun yang lalu adalah kali terakhir Gerald bertemu dengan Jesslyn, saat di pesta pernikahan Leon dan Maureen, salah satu keluarga Blaxton. Kenangan itu kembali menghantui pikirannya, menyulut perasaan yang telah lama terpendam. Pada saat itu, Jesslyn adalah satu-satunya gadis yang membuat Gerald tertarik dan berambisi untuk memilikinya. Sikap dingin dan kasar Jesslyn kepadanya justru semakin memperkuat ketertarikan sang mafia terhadapnya. Hingga suatu hari, Gerald mempersiapkan segala rencana untuk bisa memiliki Jesslyn. Rencana itu dirancang dengan teliti dan akhirnya berjalan sesuai yang diinginkan oleh Gerald. Namun, tak lama setelah itu, musibah besar menimpa Gerald. Sang mafia dikhianati oleh seseorang yang sangat dekat dengannya. Akibatnya, bisnis gelap Gerald terguncang dan mengalami kerugian yang besar. Tak berhenti di situ, Gerald juga kehilangan nyawa adik satu-satunya dalam peristiwa tragis, membuatnya hancur dalam sekejap dan melupakan semua rencananya untuk mendapatkan Jesslyn. Kehilangan yang begitu besar membuat Gerald terpuruk dan terjebak dalam kesedihan yang mendalam, meninggalkan segala ambisinya untuk bersama Jesslyn. Hingga malam ini, tanpa rencana dan tak diduga, takdir kembali mempertemukan Gerald dengan Jesslyn. Di kursi depan samping kemudi, Carlos melirik kaca spion mobil dan menemukan sang tuan mendekap hangat gadis cantik itu. "Apakah Anda ingin kembali ke mansion, Tuan?" tanya Carlos, suaranya memecah keheningan di dalam mobil. Lelaki yang merupakan tangan kanan sang mafia itu memiringkan kepala agar dapat melihat pada lawan bicara. Tanpa berniat membalas tatapan Carlos, Gerald memerintahkan, "Antarkan aku ke hotel." Hening sejenak, Carlos tampak berpikir keras sebelum akhirnya ia berucap, "Bukankah Nona Abigail ada di hotel juga sedang menunggu Anda?" Suaranya terdengar seperti pertanyaan. Tiba-tiba, sang mafia mengangkat wajahnya dan menatap tajam pada Carlos. "Apakah kota Milan seburuk itu sehingga kau hanya menemukan satu hotel saja?!" Sinisnya pada lelaki itu. Carlos menelan ludah dengan kasar. "Baik, saya minta maaf. Saya akan mengantar Anda ke hotel lain, Tuan," suara sang asisten terdengar gugup, merasa tertekan oleh tatapan tajam sang mafia yang begitu kejam, seakan mencekik tenggorokannya. Membuang napas, Carlos dengan cepat mengalihkan pandangannya pada sopir dan memberikan instruksi untuk menuju salah satu hotel berbintang terkemuka di kota ini. Kendaraan mewah itu melaju meninggalkan area klub, membawa sang mafia dan gadisnya menuju hotel dengan kecepatan yang cukup tinggi, menciptakan aura misterius dan tegang di dalam mobil. Jesslyn menggeliat dengan kedua mata masih tertutup. Gerald menunduk dan memperhatikan dengan seksama. "Aku... aku mau," gumam Jesslyn. Alis tebal sang mafia sontak mengerut, hampir menyatu oleh rasa bingung. "Mau apa?" tanyanya dengan suara serak yang khas. "Aku mau..." Jesslyn meracau dengan kalimat yang sama. "Iya, tapi mau apa? Apa yang kau inginkan, hm?" tanya Gerald dengan sabar, mencoba memahami apa yang ingin disampaikan oleh Jesslyn. Jesslyn mendusel-dusel wajahnya di d**a bidang Gerald. "Aku mau," rengeknya sambil tak sadar menarik-narik sisi jas sang pria. ‘Dia sedang bermimpi atau apa?’ pikir Gerald dalam hati. "Aku mau..." Jesslyn terus berucap. "Kau mau bercinta?!" Gerald balik bertanya dengan sedikit ketegasan. Kekesalan tampaknya mulai terlihat pada raut wajahnya karena tidak bisa memahami keinginan sang gadis. Sementara itu, di kursi depan, Carlos tampak mengulum senyum. ‘Astaga... mengapa pikirannya selalu tentang making Love?’ Lelaki itu terkikik dalam hati, menemukan sisi mesumm dari sang tuan. "Aku... aku mau duduk di sini," Jesslyn menepuk lembut paha Gerald. "Aku ingin duduk di sini," ucapnya sambil mengulangi keinginannya. Suara gadis itu penuh dengan kepolosan dan keinginan yang mungkin sulit dipahami oleh Gerald. Gerald mendesah pelan dan terkekeh dalam hati. Dengan hati-hati, ia mengangkat tubuh molek sang gadis ke atas pangkuannya. Jesslyn menyandarkan kepala di bahu kekar Gerald sambil melingkarkan lengan di sekitar lehernya. Lengan kekar sang mafia itu setia melingkari tubuh sang gadis, memberikan kenyamanan dan keamanan padanya. Gerald kemudian melabuhkan kecupan hangat di puncak kepala Jesslyn. *** Setelah beberapa saat, Gerald tiba di hotel. Dengan cepat, sang mafia turun dari mobil dan membawa Jesslyn masuk ke dalam hotel. Gadis itu masih setia menutup rapat kedua matanya, membuat Gerald berpikir bahwa dia tertidur. Sesampainya di depan kamar hotel, Carlos menggesek sebuah kartu pada pintu dan membukanya dengan sigap. Gerald segera masuk dan menuju ke ranjang. Dengan hati-hati, ia meletakkan tubuh lemah Jesslyn di atas kasur sebelum kembali menegakkan tubuh. Sambil melepas jas mahal yang menempel di tubuh atletisnya, Gerald menatap tajam pada Carlos. "Jangan ganggu aku malam ini. Jika ada hal yang mendesak, tangani sebaik mungkin," ucapnya tegas pada asistennya. Carlos mengangguk patuh sebelum menjawab, "Baik, tuan. Jika tidak ada lagi yang bisa saya bantu, saya permisi," ucapnya dengan sopan. Lalu ia melangkah keluar dari kamar hotel setelah mendapat anggukan pelan dari Gerald sebagai respon. Gerald menutup dan mengunci pintu kamar sebelum berbalik dan melangkah menuju ranjang. Ia berdiri sejenak di samping ranjang, memperhatikan dengan teliti wajah cantik Jesslyn. Menghela napas, Gerald naik ke ranjang dan bergabung dengan gadisnya. "Kau semakin cantik, Jesslyn," ucapnya dengan lembut sambil membelai pipi mulus sang gadis menggunakan punggung jari telunjuknya. "Semakin dewasa, kau terlihat semakin menawan," tambahnya dengan senyum yang terpancar di wajahnya. "Setelah bertahun-tahun lamanya, aku tidak menyangka takdir akan mempertemukan kita kembali," ucap Gerald sambil membelai lembut permukaan bibir Jesslyn dengan ibu jarinya. Banyaknya peristiwa yang telah dialami oleh Gerald selama bertahun-tahun membuat sang mafia melupakan gadis yang dulu pernah membuatnya berambisi untuk memiliki. Tiba-tiba, Jesslyn menggeliat. Dan detik kemudian, gadis itu membuka perlahan kedua matanya, bertatapan dengan Gerald. "Kau bangun?" tanya Gerald sambil terus membelai pipi Jesslyn. Mata sayu sang gadis terus memandang lekat setiap lekuk wajah tampan di atasnya. "Kamu kembali?" Suara serak Jesslyn memecah keheningan di dalam kamar. Gerald mengangguk pelan. "Ya, aku sudah kembali," jawabnya dengan lembut. "Aku merindukanmu," bisik Jesslyn dengan suara lirih sambil membelai lembut rahang Gerald yang ditumbuhi oleh bulu halus yang seksi. "Aku merindukanmu sangat," ucap Jesslyn lagi. Tak mengerti dengan perasaannya saat mendengar ungkapan rindu dari sang gadis, Gerald menurunkan wajahnya dan memiringkan kepala hingga bibirnya bersentuhan dengan bibir Jesslyn. Jesslyn menutup kedua matanya saat merasakan sentuhan di bibirnya, dan saat itu juga bibir mereka saling menempel. Perlahan, Gerald mulai mencium bibir Jesslyn dengan lembut, menciptakan sensasi hangat dan romantis di antara keduanya. Dengan penuh semangat dan d**a yang berdebar, Gerald mengulum, melumat, dan sesekali menghisap lembut bibir kenyal sang gadis. Sebelah tangan yang terbebas digunakan untuk memberi sentuhan sensual pada leher jenjang Jesslyn. Gerakan belaian yang lembut dan sensual terus turun hingga ke pinggang ramping sang gadis. Gerald meremas dengan lembut sebelum tangan lebarnya melanjutkan aksi merayap ke paha Jesslyn. Gaun cantik yang dikenakan Jesslyn tersibak, menampilkan paha mulusnya. Sementara tangan lebar Gerald bergelinyar di paha bagian dalam Jesslyn, perlahan merayap hingga menyentuh area intim yang masih tertutup rapat oleh kain segitiga. Saat sentuhan yang semakin intim terjadi, napas keduanya semakin memburu dan suasana di dalam kamar penuh dengan hasrat dan keinginan yang sulit untuk dikendalikan. “Uhhh…!” Jesslyn melenguh di tengah ciuman yang semakin panas, merasakan sentuhan tangan besar Gerald di atas permukaan area sensitifnya yang dilapisi oleh pakaian dalam. Gerald menghentikan ciuman mereka dan beralih menciumi lekuk leher Jesslyn. Dengan kedua matanya terpejam, Gerald menikmati aroma coklat yang khas dari kulit mulus sang gadis. “Kau tidak pernah mengganti parfum, hm? Aroma cokelat, aku sangat menyukainya, aku menyukai aroma tubuhmu,” bisik Gerald di samping telinga Jesslyn sebelum menjulurkan lidahnya dan menjilati dengan sensual daun telinga sang gadis. Jesslyn, dengan kedua matanya tertutup rapat, mendengar suara serak itu. Meskipun ia merasa tak berdaya untuk memberikan balasan, ia menikmati suara yang menurutnya sangat seksi, serta sentuhan yang membuatnya berdebar-debar dan gelisah dalam satu waktu. Dengan napas yang semakin berat, Gerald menegakkan tubuhnya dan mulai membuka satu per satu kancing kemejanya, melepaskan kain tersebut dari tubuhnya. Setelah itu, Gerald menanggalkan gaun yang melekat di tubuh Jesslyn, dan juga melemparkannya ke lantai. Dengan susah payah, Gerald menelan ludah untuk melembabkan tenggorokannya yang terasa kering ketika kedua matanya menangkap pemandangan yang begitu memukau. d**a bulat dan kenyal sang gadis terpapar dengan sempurna di depan matanya tanpa ada kain yang menghalangi. Gerald menggeleng pelan, mencoba menenangkan detak jantung yang semakin cepat berdetak di dadanya. Kemudian, tanpa ragu, ia kembali memerangkap tubuh molek Jesslyn. Dengan penuh gairah, Gerald mencium bibir manis sang gadis, kali ini dengan intensitas yang berbeda, mencerminkan keinginan dan hasrat yang sulit untuk ditahan. Ciuman mereka terasa semakin panas dan penuh gairah, seolah dunia di sekitar mereka tak lagi ada. Sementara tangan Gerald yang bebas merayap ke salah satu buah d**a Jesslyn, menangkup dan meremas dengan lembut, membuat sang gadis mendesah secara refleks. Gerald melepaskan ciumannya dari bibir Jesslyn dan mengarahkannya ke leher yang jenjang, mencium, menjilat, dan sesekali menghisap dengan penuh gairah, meninggalkan jejak-jejak kepemilikan di kulitnya. Ia terus melakukannya dengan penuh semangat, menciptakan serangkaian tanda kepemilikan yang tak terhitung banyaknya. Sementara itu, Jesslyn terus melenguh, mendesah, dan sesekali meremas rambut tebal Gerald. Tubuhnya yang polos bergerak gelisah di bawah kuasa dan sentuhan memabukkan sang mafia. Saat bibir Gerald mencapai puncak dadanya, Jesslyn tiba-tiba mengeluarkan suara desahan, menyebut sebuah nama, "Ahh... Matthew. I Miss You! I Miss You so much, Matt!" Deg! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD