Sebelas

1175 Words
Seberapapun kuat hatimu untuk bertahan dan berjuang, nyatanya tubuhmu tetaplah mempunyai batasnya sendiri. Itulah yang saat ini Monika rasakan, bila kemarin dia masih bisa bangun dan meminum obat. Pagi ini tubuhnya benar-benar telah kehabisan dayanya. Badannya terasa panas, seluruh persendiannya sangat sakit, kepalanya begitu berat, perutnya tak nyaman, bahkan matanyapun susah sekali untuk terbuka. Beberapa kali dia mendengar dering ponselnya, tetapi tubuhnya bahkan tak mampu untuk sekedar mengambil tas yang tergeletak di lantai. *** Di Kantor... "Sita tolong suruh Monika buatkan kopi untuk saya, dan suruh dia yang antar, ada yang ingin saya bicarakan," perintah Adam saat dia baru saja masuk ke lantai ruangannya dan mendapati Sita yang tengah mengepel karena Adam berangkat terlalu pagi. "Mba Monik belum berangkat Pak," jawab Sita. "Oh... ya sudah nanti kalau dia datang tolong kamu langsung suruh dia keruangan saya." "Baik, Pak." Selang tiga puluh menit dari kedatangan Adam, Dimas juga mendatangi Sita dengan tujuan yang sama. "Sit... Monika mana? Tolong kopi gue dong." Suruh Dimas sambil nendudukan b****g di kursinya. "Monika belum masuk Pak." "Emang gue berangkatnya kepagian ya Sit?" tanya Dimas tak yakin. "Enggak juga Pak, ini sudah hampir jam delapan." Jawab Sita. "Terus Monika kemana? Yakali manusia paling rajin dan tak kenal lelah itu belum masuk di jam segini, lo udah hubungi dia belum Sit?" tanya Dimas. "Belum Pak." "Ya udah gue coba hubungin dia dulu, takutnya ada apa-apa di jalan," ucap Dimas, sambil menfambil ponselnya di saku celana. "Nggak di angkat Sit." "Coba lagi Pak." "Yah... malah udah nggak aktif Sit," ucap Dimas sambil menaruh kembali ponselnya ke dalam saku celana. "Mana Monika, kenapa kopi saya belum datang?" tanya Adam menghampiri Dimas di mejanya. "Belum datang," jawab Dimas malas. "Jam masuk kantor sudah telat, kamu sudah coba hubungi dia?" tanya Adam. "Sudah tapi tidak ada jawaban, dan informasi terakhir yang Bapak harus tahu adalah saat ini nomornya sudah tidak aktif lagi alias tidak bisa di hubungi," jelas Dimas. "Pagi...." sapa Naya pada keduanya. "Pagi Mbak, lo telat lagi?" tanya Dimas. "Sorry... anak gue rewel, oh ya Dam sorry gue lupa hubungin lo kalau Monika kemarin pulang cepet," ucap Naya. "Kenapa?" tanya Adam penasaran, pasalnya Monika sebelumnya tak pernah seperti itu. "Kayaknya sakit deh Dam, sekarang dia kemana?" tanya Naya. "Nggak masuk Mbak," jawab Dimas. "Lo bisa ke tempat kosnya dia nggak Nay, tolong tengokin sebentar," pinta Adam. "Gue nggak tahu tempatnya Dam," jawab Naya. "Ck." Decak Adam, dia segera masuk keruangannya mengambil kunci mobil lalu pergi begitu saja tanpa berpamitan pada Naya ataupun Dimas. Adam heran dengan cara pikir dan jalan hidup wanita itu, bagaimana bisa Monika merahasiakan tempat tinggal yang hanya berjarak dua puluh menit bila berjalan kaki dari teman-teman kantornya. Setelah sampai Adam segera mengetuk pintu kamar kost Monika. Sayangnya wanita itu tak kunjung membukanya. Membuat Adam berinisiatif meminta kunci cadangan kepada pemilik kost untuk membukanya. Beruntung pemilik kost itu masih mengenali dirinya. Saat pintu terbuka, pemandangan yang pertamakali Adam lihat adalah Monika yang tengah bergelung dalam selimut. Adam mendekatinya lalu mencoba membangunkan dengan memberi sedikit guncangan pada tubuh Monika. "Monika...." Adam mencoba memanggil wanita itu tapi tak kunjung merespon. Adam memegang kening Monika dan hawa panas terasa begitu telapak tangan Adam mengenai kulit wanita itu. Sakit pada dirinya beberapa hari lalu, menularkah? Sehingga Monika tiba-tiba terserang sakit yang sama? "Monika bangun, kita kerumah sakit," ucap Adam. Hanya terdengar gumaman dari mulut Monika saat Adam membuka selimut yang membungkus tubuh wanita itu. "Dingin...." ucap Monika hendak menarik selimut itu kembali. Adam segera mengambil dan melempar selimut itu kesembarang arah, lalu membopong tubuh Monika kedalam mobil untuk di bawa kerumah sakit setelah sebelumnya mengunci kembali kamar kost Monika dan berpamitan kepada pemilik tempat itu. *** "Terimakasih Pak maaf sudah banyak merepotkan," ucap Monika pada Adam yang tengah menungguinya di rumah sakit. Monika kini sudah sadar sepenuhnya, saat tadi Adam membawanya kesini Monika kira hanyalah halusinasi saking tingginya suhu tubuh wanita itu. "Sebentar lagi saya harus kekantor ada meeting yang harus saya hadiri karena Kenan sudah berangkat ke Kalimantan, apa saya perlu bawa satu anak kantor buat nemenin kamu di sini?" tanya Adam. "Nggak usah Pak, kalau bisa mereka tidak perlu tahu, takut merepotkan," jawab Monika. "Ya sudah, obat sama makanannya jangan lupa di makan," ucap Adam mengingatkan. Monika melirik makanan yang tergeletak di sebuah nampan di atas meja nakas rumah sakit. Nasi lembek dengan lauk serba pucat, sangat-sangat tidak enak di pandangan mata Monika, lalu bagaimana mungkin dia bisa nemakannya? "Ehm... maaf Pak, bisa saya minta tolong belikan makanan dari luar, nanti uangnya saya ganti," ucap Monika. "Mau makanan apa kamu, nasi padang dengan lauk lengkap?" tanya Adam penuh makna. Tanpa tahu maksud dari kata-kata Adam, Monika mengangguk senang. "Saya kasih tahu kamu tentang sesuatu yang membuat kamu sampai berada di tempat ini sekarang, selain karena efek kelelahan, lambung kamu juga bermasalah kamu sering telat makan dan memakan makanan terlalu pedas dan berminyak, jadi kalau kamu mau makanan seperti itu lagi nanti dua bulan ke depan kamu baru bisa memakannya lagi," ucap Adam panjang lebar. "Tapi saya nggak bisa makan makanan seperti itu Pak, nasinya lembek banget, nggak bakal bisa masuk ke perut saya," jelas Monika. "Kamu lagi ngode buat saya suapin, Monik?" tanya Adam sambil menatap wajah Monika, yang ternyata langsung menggeleng cepat. "Nggak Pak, saya masih tahu adab sopan santun terhadap atasan, apalagi Bapak kan CEO di tempat saya bekerja, rasanya tidak pantas kalau sampai harus menyuapi saya makan," jawab Monika. "Apa kamu tidak bisa untuk tidak memanggil saya Bapak jika tengah berada di luar kantor, saya rasa saya belum setua itu Monika?" tanya Adam kesal, pasalnya ada seorang suster yang tengah mengganti infus Monika, terlihat terkejut mendengar panggilan Monika padanya. "Maaf Pak tapi saya tidak berani, takut jadi salah panggil lagi saat berada di kantor, malunya masih berasa sampai sekarang saat Pak Dimas dulu ngeledekin saya dengan kata Mas CEO karena saya salah panggil saat masih banyak klien Bapak di ruangan itu," kenang Monika, itu adalah satu pengalaman memalukan selama dia bekerja di kantor Adam. "Nggak usah terlalu di pikirkan, itu sudah lama sekali, dan saya tidak keberatan kalau kamu mau memanggil saya seperti itu," ucap Adam ambigu yang membuat Monika hanya membuka mulut tak jadi mengeluarkan suara. "Saya keluar sebentar beli roti buat kamu makan obat, kalau nggak bisa makan nasi kembek itu," ucap Adam seraya bangkit dari sofa tempat dua menunggu Monika. "I...iya Pak, terimakasih," jawab Monika sedikit tergagap. Ada rasa tidak enak di hati Monika terhadap apa yang Adam lakukan padanya, dirinya hanyalah karyawan rendahan di kantor milik Adam, dan Adam yang notabene CEO dari perusahaan itu justru dia repotkan mengurus dirinya yang tengah sakit. *** Malam harinya Adam kembali menemui Monika di rumah sakit, Monika sedikit terpana melihat penampilan Adam yang hanya menggunakan celana jeans selutut dan kaos rumahan berwarna putih, membuat penampilannya terlihat lebih muda dan segar. Dia memang dulu pernah tinggal beberapa hari di apartemen lelaki itu, tetapi seingatnya Adam dulu terlihat tak sekeren ini. Selanjutnya Adam memberikan dua papper bag besar pada Monika, dan saat membuka semuanya seketika wajah Monika memerah hingga ketelinga saat mengetahui apa saja yang ada di dalam tas belanja itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD