Hari ini Monika menginjakan kakinya di kantor Adam Alfian Nugraha. Bangunan tujuh lantai yang terlihat sangat elegan dan bergaya modern. PT ADIJAYA NUGRAHA, adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.
Monika langsung naik menuju lantai atas mengikuti langkah lebar Adam. Mereka hari ini berangkat bersama karena memang Monika masih tinggal di apartemen Adam, dia akan mulai pindah ke tempat kostnya nanti sepulang bekerja. Mereka tadi sudah mampir ke tempat itu lebih dulu untuk menaruh beberapa barang Monika yang sebelumnya berada di apartemen Adam. Adam juga sudah membayarkan kost itu untuk satu bulan, juga meminjamkan uang untuk Monika sebelum wanita itu mendapatkan gaji pertamanya. Sebenarnya Monika ingin sekali menolaknya, tapi dia tidak punya alasan. Uang simpanannya hanya tersisa sedikit setelah dia pakai untuk membeli beberapa potong pakaian, untuk makan saja dalam waktu satu bulan tidak akan cukup. Monika sudah tidak mau kembali lagi ke tempat kost
lamanya, walau hanya sekedar mengambil pakaian.
Adam dan Monika sudah sampai di lantai teratas gedung ini, yang menjadi tempat berkantor laki-laki itu. Sebelum memasuki ruang kantor mereka melewati pintu kaca besar yang di jaga oleh seorang security. Monika mengangguk sopan pada lelaki tegap berkulit cokelat yang mungkin seusia dengan Bosnya itu. Tidak jauh dari sana ada satu meja panjang yang di belakangnya terdapat satu orang lelaki dan satu orang perempuan.
"Apa Pak Kenan sudah masuk?" tanya Adam pada dua orang tersebut.
"Sudah Pak, beliau ada di dalam," jawab wanita yang ada di belakang meja itu dengan sopan dan penuh senyum.
"Ya sudah terimakasih."
"Monika, ikut saya ke dalam sebentar," perintah Adam tanpa menoleh.
"Baik, Pak," jawab Monika sambil mengangguk sopan pada dua orang yang terlihat bingung dengan kehadirannya.
Monika menduga Adam belum memberitahu karyawan lain akan kedatangannya, bahkan Adam juga belum menjelaskan apa yang harus dia kerjakan nantinya di tempat ini.
"Ken...."
"Hmmmm."
"Yang sopan."
"Ya, Pak Adam yang ter.....hormat. Kok lo ikut kesini Mon?" tanya Kenan terkejut, pasalnya Adam tidak mengatakan apapun semalam saat dia menyambangi apartemen sahabatnya itu untuk merecoki makanan yang Monika buat.
"Gue ajak dia kerja di sini," jawab Adam.
"Di divisi apa Dam? Kok lo bawa kesini."
"Di lantai kita buat bantuin, Dimas, Kiki dan lainnya."
"Maksud lo, jadi OG Dam?" tanya Kenan penasaran.
"Nggak sepenuhnya jadi OG, dia bisa bantu kita beresin file, atur ruang meeting, dan yang lainnya. Apa aja yang penting kita punya tenaga tambahan buat di sini, biar Dimas sama Naya bisa fokus sama pekerjaan yang lebih penting, sekarang lo suruh Sita sama Kiki tambah satu meja lagi. Sekalian lo kenalin Monika sama yang lain, jelasin juga pekerjaan yang nanti bakal dia pegang, " suruh Adam pada Kenan.
"Siap Bos, ayo sayang," ajak Kenan menarik lengan Monika.
"Profesional Ken, pakai panggilan formal saat di kantor," ujar Adam mengingatkan.
"Ah, kayak lo iya aja. Kalau gitu lo harus panggil gue Bapak Kenan juga dong, ruangan ini kan termasuk lingkungan kantor," protes Kenan.
"Pengecualian kalau buat gue, tanpa lo suruh mulut gue juga sudah bisa menempatkan diri," jawab Adam.
"Lo juga Mon jangan lo gue lagi sama saya, masa sama yang sebelah panggil Mas, giliran sama gue enteng banget ngomongnya. Padahal usia gue lebih tua lho dari dia." ujar Kenan iri saat tak sengaja mendengar Monika memberikan panggilan yang terdengar eksklusif itu pada Adam sewaktu dirinya menginap di apartemen seseorang yang kalau sedang berada di kantor ini adalah Bosnya. Dan anehnya Adam terima-terima saja dengan panggilan yang Monika sebut.
"Iya Pak, maaf," jawab Monika merasa tidak enak. Seandainya dia tahu orang yang membelinya di tempat laknat itu akan menjadi bosnya pasti dia akan bersikap lebih sopan dari awal.
"Ya sudah ayo Ibu Monika, saya perkenalkan anda dengan yang lain. Saya panggil sayangnya kalau di luar kantor aja," ucap Kenan dengan senyuman genit.
"Ck, kayak dia mau aja lo panggil sayang," gumam Adam.
"Mau ga Mon kalau lo gue panggil sayang?" tanya Kenan pada wanita yang ada di sampingnya.
Monika menggeleng, membuat Adam sedikit tertawa karenanya.
"Lo pura-pura ngangguk kek Mon, biar dia nggak berasa di atas angin."
"Maaf," ujar Monika.
"Minta maaf mulu lo, kek lagi lebaran." ucap Adam dengan wajah cemberut sambil berjalan keluar ruangan.
Tetapi yang membuat Monika takjub adalah saat Kenan megumpulkan semua orang yang bekerja di lantai itu, untuk memperkenalkan dirinya, sikap cerewet dan menyebalkan dari laki-laki itu saat di dalam ruangan langsung lenyap, berubah menjadi serius dan berwibawa di depan para bawahannya.
*********
Dua tahun kemudian....
Dua tahun sudah Monika bekerja di kantor milik Adam, walau hanya bekerja sebagai pesuruh Monika sudah sangat bersyukur. Ini jauh lebih baik dari kehidupannya dua tahun lalu. Walau jauh dari kedua adik perempuannya, tetapi dia tenang karena bisa menjamin bahwa mereka tidak kekurangan uang saku sekolah dengan uang yang Monika kirimkan lewat tetanga rumah mereka. Tidak apa Monika di sini tidak hidup berfoya-foya asalkan adik-adiknya tidak harus merasakan apa yang dirinya rasakan dulu sewaktu menempuh pendidikan SMAnya. Memang lelah tapi dia bahagia dan ikhlas menjalaninya.
Pagi ini Monika tengah sibuk mempersiapkan ruang meeting untuk bosnya dan beberapa orang penting di perusahaan ini. Lantai tempat dia bekerja masih sepi, baru ada Sita dan Kiki selaku cleaning service di lantai ini, yang sedang melakukan tugasnya.
"Mon, sibuk banget nggak?" tanya Dimas sambil melongokan kepala di pintu ruangan yang terdapat Monika di dalamnya.
"Tidak terlalu Pak, ada apa ya?" tanya Monika.
"Kopi dong."
"Siap Pak, sebentar."
Monika segera keluar ruangan untuk menuju pantry.
"Kamu mau kemana?" tanya Adam saat berpapasan dengan Monika.
"Ke pantry, Pak Dimas minta kopi, Bapak mau sekalian?" tanya Monika.
"Jangan, saya teh manis saja ya," jawab Adam.
Monika mengernyit, tidak biasanya bosnya ini meminta minuman lain selain kopi dan air putih. Bahkan mungkin ini untuk pertamakalinya selama Monika bekerja di tempat ini.
"Bapak sakit?" tanya Monika curiga, melihat wajah Adam yang terlihat sedikit pucat dan suara serak laki-laki itu.
"Sedikit," jawab Adam.
"Ya sudah Pak, Bapak tunggu di dalam ruangan saja nanti saya antar."
"Terimakasih Monika, kamu juga jaga kesehatan jangan terlalu lelah." ucap Adam sambil membuka pintu ruangannya.
"I...iya Pak." Monika sedikit terkejut mendengar kata-kata yang Adam ucapkan berada di luar masalah pekerjaan.
***
Setelah meeting selesai Monika membantu Adam dan Kenan membereskan file-file yang berserakan di meja, sambil melirik Adam yang sesekali terlihat memijit kepalanya.
"Pulang gih Dam istirahat di rumah, kalau lo nggak kuat nyetir gue antar," ucap Kenan khawatir.
"Apa bedanya di sini sama di rumah, yang bikin kepala gue pusing kan penyakitnya bukan tempatnya," jawab Adam.
"Serah lo deh," ucap Kenan menyerah, pasalnya dia sudah meminta Adam untuk pulang sejak tadi pagi menemukan Adam tengah tiduran di sofa saat dia baru saja sampai dan masuk ruangan.
"Telponin Ronald aja Ken minta obat sama dia." Adam menyuruh Kenan menghubungi salah satu teman mereka yang berprofesi sebagai dokter.
"Iya nanti gue telpon, sekarang balik keruangan dulu. Lo bisa jalan sendiri nggak?" tanya Kenan sangsi melihat Adam yang seperti menahan sakit.
"Kalau nggak bisa emang lo mau gendong gue?" tanya Adam asal.
"Ihh, ogah bener. Kalau gendong Monika baru gue mau," jawab Kenan sambil mengedipkan sebelah mata pada Monika.
"Dia yang nggak mau," sahut Adam.
Adam bangun dari duduknya lalu memejamkan mata merasakan pandangannya sedikit gelap dan kepala yang terasa begitu berat.
"Kenapa nggak ke Rumah Sakit saja sih Pak, Bapak kan punya uang buat berobat. Kenapa harus capek-capek nahan sakit?" Monika tiba-tiba berucap demikian, mulutnya sudah gatal sekali ingin mengomel, melihat bosnya itu menahan sakit sejak pagi, atau bisa jadi, sejak semalam.
"Noh dengerin." Sahut Kenan.
"Mau temenin saya ke rumah sakit?"
"Ck, apa si yang nggak buat lo Dam. Gue siap buat...."
"Bukan lo, tapi Monika." Adam memotong ucapan Kenan dengan cepat membuat Kenan memberengut kesal.