Lani kembali meneruskan acara, menyebutkan satu persatu daftar nama di dalam tablet nya. Sampai pada pertengahan peringkat enam, semua orang bertanya tanya, siapa di antara lima keluarga besar juga perusahaan JR group yang terlebih dahulu keluar.
Jason duduk di tempatnya, dia yakin jika perusahaan nya berada di tempat pertama.
"Keluarga Wiguna, keluarga Sanjaya, keluarga Buana, keluarga Arayan serta keluarga Gunawan, dipersilakan maju ke depan."
Mendengar perkataan Lani, semua orang memandang dengan bingung. Mereka masih penasaran siapa yang menempati peringkat teratas dari lima keluarga besar. Namun yang juga menjadi perhatian, perusahaan JR group masih belum disebutkan.
Zayn Wiguna berdiri, melangkah maju menaiki panggung utama. Bersamaan dengan itu empat pria tua lainnya berjalan mengikuti kepala keluarga Wiguna itu.
"Kelima keluarga, masing masing menyumbang uang tunai senilai seratus milyar." Lani menunjukkan sebuah diagram dari slide di atas panggung, semua bisa melihat posisi lima keluarga besar berada pada tingkatan sama.
"Memang keluarga besar, tak sungkan mengeluarkan seratus milyar dalam acara amal."
"Tapi, lima keluarga besar telah dipastikan tidak menempati posisi pertama, lantas siapa yang telah menyumbang lebih dari mereka?"
"Tentu saja itu adalah perusahaan JR group, jika ada yang lebih dominan dibandingkan dengan keluarga besar itu pasti perusahaan JR group."
Beberapa kelompok tak henti hentinya berbincang tentang siapa yang akan muncul di slide terakhir. Namun mereka sudah memiliki tebakan jika perusahaan JR group lah yang menempati posisi teratas.
Lima kepala keluarga besar tidak banyak bicara, hanya mengucapkan beberapa patah kata dan kembali ke tempat duduknya.
Lani mengucapkan terima kasih kepada lima kepala keluarga yang sudah menyempatkan diri untuk naik ke atas panggung.
Selanjutnya, wanita berambut panjang itu menggeser layar tablet, dan slide yang semula menampilkan diagram batang lima keluarga besar berganti dengan sebuah slide kosong berwarna hitam.
Lani berusaha menenangkan beberapa pihak yang mulai tidak bisa kondusif, mungkin mereka sangat tidak sabar menantikan siapa yang akan keluar di slide terakhir.
"JR group, dengan nilai sumbangan mencapai tujuh ratus milyar. Mohon untuk Tuan Robin selaku CEO JR group memberi beberapa sambutan." Lani menutup tablet nya setelah menampilkan slide terakhir yang memperlihatkan nama perusahaan JR group beserta nominal sumbangan yang diberikan.
Tak ada yang tak terkejut atas nilai nominal sumbangan JR group, semua memandang dengan tatapan memuja.
"Sepertinya ketenaran JR group bulan sekedar bualan, memang merupakan perusahaan dengan kapasitas besar."
Tiba tiba lampu gedung mati, membuat beberapa orang memekik terkejut atas kejadian tidak terduga.
Tapi tak bertahan lama, karena sebuah sorotan lampu mengarah ke tempat duduk utama.
"Apakah dia CEO dari perusahaan JR group, Robin Haase?"
Beberapa orang yang belum pernah melihat wajah Robin memiliki guratan pertanyaan sama.
Namun untuk seorang pengusaha, dan yang akrab dengan majalah bisnis, pasti sudah mengetahui siapa pria ber tuxedo hitam tersebut.
Robin berdiri sambil merapikan dasi, ketiak pria itu berjalan, sorot lampu mengikuti kemanapun pangkah kakinya menuju.
"Perusahaan JR group akan mengadakan event, banyak proyek besar yang membutuhkan dukungan, jika kalian ingin berpartisipasi, datang ke pusat perusahaan JR group batas waktu sampai dua hari dari sekarang." Robin tidak memberikan tanggapan atas acara amal ataupun bencana yang menimpa Kota Guaye, dia malah melemparkan beberapa tawaran kerja untuk semua yang hadir dalam acara amal.
Mungkin itu terdengar tidak relevan, tapi tanggapan yang diberikan sama sekali bukan main main. Banyak di antara mereka yang mulai memasang nama sambil berusaha menarik perhatian Robin.
"Tidak berguna jika kalian mencoba mencari keuntungan, datang ke pusat perusahaan JR group, dan kami akan memberikan informasi lanjutan di sana." Tepat setelah berkata, Robin melenggang turun.
Perlahan ruangan kembali seperti semula, tapi ekspresi semua orang masih sedikit kecewa karena harus menunggu jika menginginkan kerja sama dengan perusahaan JR group.
Jason duduk dengan tenang, dia sudah mengetahui masalah ini, bahkan dia yang mengarahkan Robin agar membuat kehebohan di acara amal.
Selain untuk mencari beberapa perusahaan sebagai pelaksana proyek, hal ini bertujuan menarik lebih banyak perhatian kepada perusahaan JR group.
Jason sudah memperkirakan jika acara amal seperti ini akan disiarkan di TV lokal, juga ada media elektronik yang mencakup lebih banyak orang. Kesempatan seperi ini tidak boleh dilepaskan, memanfaatkan sebagai sarana iklan tanpa biaya.
Acara amal selesai, Jason yang merasa tidak ada lagi hal yang harus dia lakukan pun keluar.
Namun seperti sebuah kejadian yang terus diulang, beberapa orang menghadangnya. Namun bukan Arya atau tuan kuda keluarga kaya, melainkan keluarga mantan istrinya.
"Nyonya besar Wijaya, lama tidak berjumpa. Sepertinya hari hari terasa semakin indah sejak terakhir bertemu." Jason tidak lagi bersikap merendah kala berhadapan dengan Sekar, wanita tua ini tidak lagi menjadi orang tua baginya.
"Jason, aku tidak menyangka jika kamu adalah bos sebuah bar terkenal. Kamu bersembunyi terlalu dalam." Tantri berkata dengan wajah dingin.
"Keluarga Wijaya membuatku sadar, tanpa kekayaan hanya ada cacian dan juga hinaan. Sekarang aku bukan lagi seorang pecundang." Jason melewati keempat orang keluarga Wijaya itu dengan acuh tak acuh.
"Kamu hanya pemilik Bar Silver Stone, bukan pemilik perusahaan JR group, apakah kamu masih terus berlagak di hadapan kami?!" Tomi berkata dengan suara tertahan.
Heh...
Jason berhenti tanpa membalikkan badan. "Setidaknya itu lebih baik dari pada anjing yang tak mempunyai apa apa."
Tepat setelah berkata, Jason melangkahkan kakinya keluar gedung utama.
Tomi mengeraskan rahangnya, benar benar keterlaluan. Pria yang selalu menjadi bahan tertawaannya sekarang malah merendahkannya bahkan menghina dengan terang terangan.
.
***
.
"Jika ada yang ingin kamu bicarakan, keluar lah. Jika tidak, jangan mengikutiku." Jason berhenti, sejak keluar gedung dia merasakan seseorang mengikutinya.
"Jason, aku ingin bicara."
Jason membalikkan badan, dia bisa melihat jelas siapa wanita yang datang kepadanya. Wanita itu tidak lain adalah Renata.
Meski begitu tidak ada reaksi yang ditunjukkan wajahnya, benar benar datar tanpa ekspresi.
"Cepat, aku masih memiliki beberapa urusan." Jason berkata tanpa menatap mata Renata, bahkan untuk melihat wajah nya pun enggan.
Renata menggigit bibir bawahnya, dua seperti akan mengatakan sesuatu, tapi dia tidak bisa mengatakannya.
Jason menyipitkan mata, tak tahan dengan Renata yang hanya diam tak kunjung bicara.
"Jika kamu tidak juga bicara, maka lupakan saja." Jason tak langsung pergi, berharap Renata akan mengatakan sesuatu, tapi wanita itu masih diam.
Hem...
Jason berbalik dan pergi. Beberapa langkah dia melirik ke belakang, Renata masih berada di sana, bergeming di tempatnya.
"Kamu benar benar mengecewakanku, ternyata aku salah menilaimu."