Satu

1155 Words
"Kamu kok nggak ada hubungin aku sih?" "Raka!" "Raka!" "Letnan, sibuk amat sih." "Kamu bikin aku nggak fokus tahu nggak di Koass." "Raka!" "Raka, sibuk ya di Batalyon?" "Kok nggak ada kabar sih?" "P." "P." "................" "Udah dua minggu nggak ada kabar, kamu kenapa sih. Di samperin ke Batalyon nggak izinin aku masuk." "Raka, jahat kamu ya, aku susah-susah samperin ke Yogya padahal." Kuhela nafas lelah, sudah ratusan pesan sejak dua minggu yang lalu aku tidak bisa menghubunginya, nekad menemuinya di Raiderpun nihil, mereka yang berjaga tidak mengizinkan ku masuk bahkan atas pesan langsung dari Raka. Satu keanehan yang membuatku bertanya-tanya, kesalahan apa yang sudah kulakukan padanya hingga dia tidak mau menemuiku. Niat hatiku ingin bertanya pada Mbak Chandra tentang keanehan Raka pun harus urung, Kakak sepupuku yang merupakan anak angkat Ayah, karena Mbak Chandra satu-satunya orang dekatku yang juga dekat dengan Raka yang bisa kupercaya mendadak juga tidak bisa kuhubungi. Kost yang menjadi tempat tinggal Mbak Chandrapun menurut temannya sudah kosong sejak 10hari yang lalu. Biasanya Mbak Chandra akan dengan cepat membalas pesanku jika aku menanyakan Raka, perlu diketahui Mbak Chandra dan Raka adalah teman sekelas, pekerjaan Mbak Chandra yang kebetulan satu daerah dengan Banteng Raider membuat Ayah menitipkan Mbak Chandra pada seorang yang kucintai tersebut. Dan kini keduanya menghilang secara bersamaan, sama seperti Raka yang menghilang dua minggu lalu, Mbak Chandrapun begitu, jika Ayah tidak ada di Ibukota karena proyek beliau, mungkin beliau sudah kebakaran jenggot sepertiku. Jika Ayah juga belum heboh, sudah kupastikan jika beliau belum mengetahuinya. Mendadak aku gelisah, was-was dan perasaanku menjadi tidak nyaman. Seolah ada kejadian buruk yang akan menimpaku tidak lama lagi. "Lo kenapa sih Na, perasaan belakangan ini lo galau terus?" pertanyaan dari Anisa membuatku tersentak, dengan cepat aku memasang senyum pada salah satu sahabat seperjuanganku ini. Tidak ingin banyak berbicara kuulurkan ponselku padanya, sumber kegalauan yang kupertanyakan. Dengan seksama dia memperhatikan tumpukan chatku pada Raka, Anisa, dia salah satu sahabatku yang mengenal bagaimana kisah cintaku dengan Raka, kisah cinta yang diikat oleh cincin Paja milik Raka, hal yang menurutku lebih serius daripada status pacaran semata. "Si Raka ngilang?" tanyanya prihatin. Usapan kurasakan di punggungku olehnya, tidak tahan dengan apa yang menumpuk di dadaku, aku mengutarakan semua yang ada di kepala di hatiku, mulai dari Raka dan juga Mbak Chandra. Hal yang semakin membuat Anisa menjadi turut sendu sepertiku. "Aku nggak tahu salah apa Nis, kamu lihat sendirikan, kalo terakhir kalinya dia masih bilang Nice dream, dan esoknya dia sama sekali nggak ada kabar." "Rana, lo mikir nggak sih kalo Raka ada affair sama Kakak angkat lo? Amit-amit sih, tapi kok gue ngerasa gitu ya, semoga nggak deh! Semoga aja gue yang terlalu parno." Deg, jantungku berhenti berdetak, mendengarkan kemungkinan yang diutarakan Anisa sebagai orang luar, sedari tadi, pemikiran akan hal tersebut selalu kutepis jauh-jauh, tapi kini semua kemungkinan yang bagiku sungguh menjijikan dan tidak bermartabat justru menari-nari di kepalaku. Tegakah mereka jika sampai itu terjadi? Aku yang mempercayai mereka dan ternyata kepercayaanku tersebut hanya menjadi bahan tertawaan di belakang? Jika benar itu terjadi, rasanya kata maaf pun tidak akan mau kuberikan pada mereka berdua. ❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤ "Aku nanti malem mau kerumahmu, Na. Maafin aku buat semuanya." Rasanya aku ingin melonjak gembira saat mendapatkan pesan dari Raka, hak yang kutunggu-tunggu selama beberapa waktu ini. Kebahagiaan yang kurasakan seperti mendapatkan sebuah doorprize yang tidak ternilai. Hanya karena satu pesan singkat, membuatku dengan cepat meloncat dari atas ranjang tempatku bermalas-malasan, karena aku sadar betul, rasaku pada Raka terlalu besar hingga membuatku serasa bergantung akan kehadirannya. Dan kini, kembali mendapatkan kabar darinya membuatku serasa hidup kembali. "Anak Ibu cantik banget, biasanya cuma goleran kayak anduk basah." olokan dari Ibu saat aku turun sembari memulas bibirku dengan lipbalm terdengar, membuatku hanya terkikik karena semua itu benar adanya. Tapi kini apa yang ada di ruang makan menyita perhatianku, banyak camilan yang melebihi batas biasa dirumah kami, ayolah, dirumah ini hanya ada aku dan Ibu yang setiap hati dirumah, tidak mungkin Ibu terlalu bersemangat dalam pekerjaan rumah hingga menghasilkan camilan sebanyak ini. "Banyak amat, Bu! Ada tamunya ya Bun?" tanyaku sambil mengambil satu buah risol mayo dan mengunyahnya dengan cepat, hal yang langsung disambut pukulan kecil dari beliau. Tapi tak lama Ibu tertawa, sebuah tawa yang diiringi oleh binar bahagia di mata beliau, kebahagiaan yang membuatku was-was, bagaimana tidak, sesuatu yang membuat Ibu bahagia adalah hal yang menurutku aneh, seperti beliau akan merencanakan arisan Tupperware dengan paket komplit, atau arisan membangun taman untuk rumah minimalis anggotanya, pokoknya Ibuku adalah Ibu terunik dengan cara beliau sendiri. "Ayahmu bilang, Raka hubungin Ayah, katanya mau bawa Orangtuanya buat ketemu kita. Mungkin dia mau lamar kamu kali La, kalian udah terlalu lama pacaran, udah dari SMA kan?" risol yang sedang kukunyah mendadak tersangkut di tenggorokan mendengar apa yang dikatakan oleh Ibu, bahkan kini rasanya aku ingin menangis karena sakitnya. Jika memang benar apa yang dikatakan dan diperkirakan oleh Ibu terjadi, maka aku bisa memaklumi Raka yang menghilang selama dua bulan ini. Semua tanyaku selama nyaris dua bulan, sebentar lagi akan terjawab, bukan hanya Raka yang akan datang kerumah, tapi Mbak Chandra yang juga pulang. Walaupun terlihat berbeda dan mengurung diri di kamar, aku lega Mbakku baik-baik saja, mungkin setelah kedatangan Raka dan orangtuanya aku akan menanyakan sebab wajah mendung Mbak Chandra. Dan sekarang, setengah gugup aku membukakan pintu, merasa jantungku serasa akan dilepas dari tempatnya saat menyajikan Camilan dan minuman untuk Raka dan juga kedua orangtuanya Om Fadil dan Tante Riska. Berbeda denganku yang tidak bisa menahan senyuman bahagia akhirnya bisa bertemu kembali dengannya, wajah Raka justru begitu gelap seakan ada beban berat, sesuatu yang kupikir awalnya merupakan bagian dari kegugupan Raka. Raka sudah terlalu dekat dengan keluarga ini, tidak terhitung berapa kali dia bertamu dan menjemputku, mulai semenjak dia masih SMA yang berakhir dengan Ayah yang memelototinya karena penampilannya yang berandalan, hingga saat dia mendapatkan pesiar di Akmil. Setiap kenangan Raka tidak sedikitpun kulupakan. Hingga akhirnya setelah banyak kata basa-basi yang terdengar begitu canggung, Papanya Raka membuka suara, memberikan kesempatan Raka untuk berbicara. Bukan hanya aku dan Ibu yang deg-degan menunggu hal penting apa yang ingin di sampaikan Raka hingga membawa orangtuanya, tapi juga Ayah yang nampak bahagia. Dan saat Raka mengangkat wajahnya menatapku sekilas, tidak bisa kugambarkan kata betapa aku merindukannya. "Om Yudi, kedatangan saya kesini dengan kedua orangtua saya memang dengan maksud tertentu selain tujuan bersilaturahmi." suara Raka begitu tegas, seolah tidak ada keraguan, "Saya juga ingin melamar Putri Om Yudi." "Alhamdulillah." ucapan syukur Ayah dan Ibu terdengar serentak menyambut kalimat Raka, begitupun denganku yang sudah berkaca-kaca, kehilangan kata karena apa yang kuharapkan sekian tahun ini tercapai juga, hingga aku melupakan wajah khawatir kedua orangtua Raka. "Saya meminta izin untuk meminang Putri angkat Anda, Chandra Ayu sebagai istri saya." Duuuuaaaaarrrrr, kalian ingin tahu rasanya jadi aku sekarang? Rasanya seperti saat naik ke sebuah rooftop gedung tinggi, dan runtuh hancur tiba-tiba karena bom yang meledak. Hancur lebur, berkeping-keping, hingga tak terbentuk sama sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD